1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Organisasi HAM Kritik Vonis Aktivis Papua

16 Maret 2012

Lima aktivis Papua dijatuhi hukuman 3 tahun penjara atas dakwaan perbuatan makar. Organisasi HAM mengeritik vonis ini sebagai langkah mundur.

https://p.dw.com/p/14Le0
Foto: AP

Pengadilan Negeri di Jayapura, Papua Barat, menjatuhkan vonis tiga tahun penjara kepada lima aktivis Papua. Mereka adalah Forkorus Yoboisembut, Edison Waromi, Dominikus Surabut, August Kraar dan Selpius Bobbi. Vonis ini dijatuhkan berkaitan dengan pelaksanaan Kongres Rakyat Papua III Oktober tahun 2011 lalu.

Ketua majelis hakim Jack Octavianus menyatakan, kelima terdakwa terbukti bersalah karena melakukan makar. Jaksa penuntut sebelumnya menuntut vonis lima tahun penjara. Selama persidangan, sidang dijaga ketat oleh ratusan aparat keamanan.

Melanggar Hukum Internasional

Organisasi hak asasi Human Rights Watch (HRW) dan Amnesty International mengeritik keputusan hakim. Keputusan itu dinilai tidak sesuai dengan hukum internasional dan melanggar konsitusi Indonesia yang menjamin kebebasan berpendapat.

Amnesty International menyatakan, pemenjaraan kelima aktivis politik yang melakukan aksi damai adalah kemunduran serius dalam kebebasan berpendapat dan hak untuk berkumpul dan menggelar aksi protes damai di Indonesia. Kelima aktivis ini dijatuhi hukuman penjara hanya karena menyatakan pandangan politiknya secara damai. Mereka seharusnya dibebaskan, demikian keterangan Amnesty International.

Tuntutan Pembebasan

Seruan serupa juga dikeluarkan HRW. Wakil direktur bidang Asia di HRW, Elaine Pearson dalam pernyataannya meminta pemerintah Indonesia membebaskan semua tahanan politik dan memberi akses pada organisasi hak asasi dan wartawan asing masuk ke kawasan Papua. HRW selanjutnya menerangkan, ”Menjerumuskan aktivis ke penjara dengan dakwaan makar hanya akan memperkuat persepsi masyarakat Papua, bahwa pemerintah Indonesia menggunakan undang-undang hanya untuk tujuan politis. Jika pemerintah Indonesia ingin menjadikan kasus ini sebagai contoh yang baik, para tahahan sebaiknya dibebaskan sebagai simbol komitmen atas kebebasan berpendapat,” demikian HRW.

Dalam pelaksanaan Kongres Rakyat Papua Oktober lalu, tiga orang tewas dan beberapa luka-luka setelah aparat keamanan membubarkan aksi secara paksa dengan tembakan. Setelah menyelidiki peristiwa itu, Komnas HAM menyimpulkan, aparat keamanan bertindak terlalu berlebihan.

Hendra Pasuhuk/afp/dpa
Editor: Yuniman Farid