1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Pakistan Kewalahan

20 Oktober 2009

Setelah 11 September 2001, Pakistan resminya menghentikan semua dukungan bagi Taliban. Padahal dulu pemerintahan Musharraf mengizinkan Taliban dan Al Qaida bersembunyi di wilayah perbatasannya.

https://p.dw.com/p/KBIH
Pengungsi yang melarikan diri dari Waziristan selatan.Foto: AP

Baru belakangan ini semakin banyak politisi dan pakar keamanan di Pakistan yakin, strategi itu tidak dapat dilanjutkan. Kolumnis harian liberal Pakistan, DAWN, Kamran Shafi menjelaskan: "Saya pikir, semakin disadari, bahwa jalan yang ditempuh pemerintah justru membawa bencana. Bukan karena tidak ada yang memperingatkan. Itu ada, dan dengan lantang, sejak bertahun-tahun. Hanya saja kesadaran baru muncul sekarang, terutama setelah penambahan tentara Amerika dan pergantian komando di sana."

Masalahnya, bahwa sebagian besar wilayah kekuasaan suku-suku Pakistan, terutama Waziristan utara dan selatan, sejak bertahun-tahun diperintah oleh Taliban dan Al Qaida. Pihak militer boleh dikatakan menarik diri. Milisi Taliban di Waziristan selatan saja diperkirakan berjumlah 10.000 orang. Di antaranya sekitar seribu dari Usbekistan.

Pasukan keamanan Pakistan sudah lama kehilangan kendali di sana. Bahkan sebaliknya semakin tegas Islamabad hendak membatasi Taliban, justru semakin gigihlah mereka memerangi Pakistan.

Walau pun begitu dalam serangan aktual di Waziristan selatan dapat diamati, bahwa militer tetap berusaha untuk memecah-belah kelompok militan di sana, agar lebih mudah bertindak. Ahli sejarah Markus Daechsel, pakar mengenai Pakistan di Universitas London mengatakan: "Beberapa pengamat Pakistan kini membedakan antara Taliban yang 'baik' dan 'jahat'. Bila diperlukan yang satu dapat diajak untuk bertempur di pihak pemerintah, sementara yang lain justru memerangi pemerintah Pakistan."

Keterkaitan antara militer Pakistan dan kelompok radikal Islam sudah jauh lebih lama dari pada Taliban. Ini bukan hanya berdasarkan motif politik luar negeri. Dalam perebutan kekuasaan di dalam negeri, pihak militer juga selalu memanfaatkan kelompok radikal. Misalnya dinas rahasia Pakistan di bawah Musharraf menjalin aliansi Islam radikal untuk melemahkan partai-partai oposisi. Yang jelas di Baluchistan pihak militer dan dinas rahasia sejak bertahun-tahun bertindak kejam terhadap gerakan otonomi yang condong ke kiri. Dan pada saat bersamaan mentolerir Taliban sebagai kekuatan pengimbang di Quetta.

Tetapi pemerintah Pakistan dan pihak militer juga menarik keuntungan, bahwa Taliban tetap kuat. Markus Daechsel membeberkan, bahwa pemerintah di Islamabad secara rutin juga memanfaaatkan ancaman dari kelompok radikal Islam sebagai sarana guna memperoleh bantuan internasional. Dikatakannya: "Hanya bila pemerintah Pakistan menggambarkan keputusasaan dan bahwa mereka sudah berada di ambang keambrukan, maka dunia internasional baru terjaga dan memberikan imbalan berupa bantuan pembangunan dan pengakuan politik."

Seperti banyak warga Pakistan lainnya, Kamran Shafi dari harian DAWN juga menandaskan, bahwa islamisasi Pakistan dan terutama dukungan bagi Mujahiddin untuk berperang di Afghanistan, mulanya disponsori oleh dunia barat, yaitu untuk melemahkan Uni Soviet. Inilah warisan yang membuat Pakistan sekarang menderita. Menurut Kamran Shafi: "Ini perjuangan yang alot. Harus diingat pula, sejak 32 tahun Pakistan melaksanakan peperangan yang diletuskan orang lain. Mula-mula dengan Uni Soviet. Dalam pada itu sistem negara secara keseluruhan digerogoti, sehingga akan butuh waktu cukup lama untuk melakukan pembenahan."

Thomas Bärthlein / Dewi Gunawan-Ladener
Editor: Hendra Pasuhuk