1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Palestina dan Israel Ajukan Konsep Jelang Pembicaraan Langsung

27 Agustus 2010

Palestina tuntut dihentikannya seluruh pembangunan pemukiman Yahudi di Tepi Barat dan Yerusalem. PM Israel sarankan pertemuan langsung setiap 14 hari dengan Presiden Palestina

https://p.dw.com/p/OyEL
Presiden Palestina Mahmoud Abbas dan Perdana Menteri Israel Benjamin NetanjahuFoto: AP/DW-Fotomontage

Menjelang pertemuan langsung Palestina-Israel di Washington 1 September mendatang, kedua belah pihak sudah mulai mengambil ancang-ancang. Dalam sebuah dokumen yang disiapkan Palestina, tercuat tuntutan untuk menghentikan semua program pembangunan pemukiman Yahudi di wilayah Palestina yang diduduki Israel. Pihak Palestina juga menolak pembatasan penghentian program itu hanya terhadap wilayah-wilayah tertentu. 26 September mendatang moratorium sementara terhadap pembangunan pemukiman Yahudi di Tepi Barat Yordan akan berakhir.

Presiden Palestina Mahmud Abbas yang kekuasaannya hanya sebatas Tepi Barat menyatakan akan menarik mundur dari pembicaraan itu, apabila Israel terus memaksakan pembangunan pemukiman di sana. Menteri Palestina Mohammed Shtija menyatakan, "Agar rencana pembicaraan politik ini berjalan mulus, sejumlah prasyarat harus dipenuhi: pertama harus terbentuk iklim yang menuju pengetian total üembangunagnan pemukiman Yahudi di wilayah Palestina, termasuk di Yerusalem. Selain itu harus ada otoritas pemerintah Palestina yang jelas untuk melancarkan proses perdamaian ini, yang berdasarkan hukum internasional. Kami memasuki negosiasi dengan dasar keterangan yang diberikan dalam penjelasan Kwartet Timur Tengah."

Mohammad Shtija yang juga seorang tokoh Fatah menyampaikan penolakan terhadap bentuk-bentuk kesepakatan transisi, seperti Kesepakatan Oslo maupun penundaan penyelesaian konflik Timur Tengah itu. Dikatakannya, “Kami tidak menginginkan sebuah kesepakatan sementara maupun sebuah negara sementara. Yang kami harapkan adalah penyelesaian jangka panjang untuk semua masalah Palestina. Dan ini termasuk hak pengungsi untuk kembali ke Palestina yang didasari hukum internasional. Selain itu, hak untuk menetap di negara kami sendiri. Kami juga berhak untuk menentukan masa depan negara kami sendiri . Disamping itu, berhak mengakhiri didudukinya wilayah kami, serta agar hak kami atas wilayah perairan dan udara dihormati.“

Sementara itu di pihak Israel, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menyampaikan saran kepada AS agar selama pembicaraan langsung antara Israel dan Palestina berjalan, ia bisa secara teratur bertemu dengan Presiden Palestina Mahmud Abbas. Begitu diberitakan media Israel hari Jumat. Disebutkan, dalam pertemuan-pertemuan setiap dua minggu itu bisa disepakati prinsip-prinsip yang akan melandasi pembicaraan kedua tim negosiasi.

Harian The Jerusalem Post mengutip Perdana Menteri Israel yang mengatakan bahwa untuk mengadakan pembicaraan serious mengenai Timur Tengah, kedua pemimpin negara perlu bertemu untuk membicarakan isu-isu sentral. Kamis malam, Netanyahu bersama tim penasihatnya mempersiapkan strategi Israel dalam pembicaraan langsung di Washington. Netanyaju memutuskan untuk membentuk sebuah tim negosiasi kecil. Tim yang bertugas melaksanakan pembicaraan yang cepat, rinci dan serius. Tim itu akan dipimpin oleh Yitzhak Molcho.

Rencana untuk menggelar pembicaraan perdamaian Palestina-Israel diumumkan pekan lalu, dan merupakan negosiasi langsung pertama antara kedua negara sejak hampir dua tahun. Tahun 2008 pembicaraan itu terhenti ketika berlangsung pemilihan umum di Israel, yang menempatkan Netanyahu dipucuk pimpinan. Baru atas desakan Amerika Serikat dan masyarakat internasional, pembicaraan tidak langsung digiatkan kembali awal kwartal kedua tahun ini. Menjelang pertemuan langsung ini, Amerika Serikat mengimbau Palestina dan Israel untuk tidak mengambil langkah yang dapat mengancam jalannya negosiasi dan bahwa masalah pemukiman akan dibicarakan pekan depan.

Edith Koesoemawiria/dpa/rtr

Editor: Rizky Nugraha