1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

260711 Staatliche Souveränität Palästina

26 Juli 2011

Pimpinan Palestina akan meminta pengakuan kedaulatan sebuah negara Palestina pada Sidang Umum PBB bulan September mendatang. Bagaimana peluang hidup negara Palestina merdeka itu?

https://p.dw.com/p/123pf
Pos pengawasan Israel merupakan beban tambahan bagi ekonomi Palestina.Foto: DW

Kota Ramallah di tepi barat Yordan mengalami booming pembangunan. Di sana terdapat pusat administrasi pemerintahan otonomi Palestina yang didukung uang bantuan internasional. Organisasi-organisasi internasional juga membuka kantornya di kota ini. Dan sektor ekonomi swasta di Ramallah bergulir jauh lebih baik di banding di bagian Palestina lainnya. Laju pertumbuhan ekonomi di tepi barat Yordan pada tahun lalu mencapai delapan persen, demikian laporan administratur otonomi. Bank Dunia, Uni Eropa dan dana moneter internasional memuji Palestina.

Namun pakar ilmu ekonomi dari Universitas Birzeit di dekat Ramallah, Nasser Abdel Karim menilai laju konjunktur itu memiliki kelemahan.

“Sumber pertumbuhan adalah pengeluaran pemerintah, bukannya investasi swasta. Jika terdapat investasi, itu dilakukan di sektor konstruksi di sekitar Ramallah. Bagian lain tepi barat Yordan nyaris tidak memainkan peranan. Jika pengeluaran publik menurun, pertumbuhan mencapai nol persen, dan itu merupakan jalan masuk menuju pertumbuhan negatif,“ ujarnya.

Ketika pimpinan Palestina, yakni presiden Mahmud Abbas dan PM Salam Fayyad yang didukung barat, menyampaikan rencana untuk pengakuan Palestina sebagai sebuah negara berdaulat, mereka menyatakan segalanya sudah siap. Administratur sudah siap. Politik juga begitu, setelah pengumuman kesepakatan intern yang rapuh dengan Hamas. Juga ekonomi di tepi barat Yordan dinyatakan siap. Karim menilai pernyataan Fayyad itu tidak tepat : “Secara ekonomi kita siap di hari setelah diakhirinya pendudukan, dan ekonomi Palestina akan booming. Penentuan nasib sendiri adalah hak kita, tidak peduli apakah ekonomi siap atau tidak. Ini kesalahan yang dibuat Fayyad.“

Beban ekonomi akibat pendudukan Israel

Pakar ilmu ekonomi Karim menghitung, lewat pendudukan Israel dengan pos-pos pemeriksaannya, blokade jalanan, pengawasan dan pembatasan akses, setiap barang yang diangkut ke tepi barat Yordan harganya akan bertambah mahal sekitar 30 persen. Selain itu, tenaga kerja tidak bebas bergerak dan jasa tidak ditawarkan secara merata di seluruh kawasan otonomi.

Selain itu, Israel mengawasi perbatasan, dan hal itu menyebabkan warga tidak dapat mengimpor barang yang diperlukan secara bebas. Hal itu juga menghambat investasi. Pakar ilmu ekonomi Nasser Abdel Karim menegaskan, warga Palestina di luar negeri, hanya menunggu kapan pendudukan Israel diakhiri, untuk menyalurkan investasi bernilai milyaran Dolar ke tanah airnya. Ia juga meyakini, ekonomi Palestina tidak berharap pada peluang ekspor, melainkan hendak berkonsentrasi pada pasar domestik. “Kami mengkonsumsi lebih empat milyar Dolar pertahunnya dari Israel. Tapi kami mengekspor hanya senilai 700 juta. Jika kita berhasil memasok kebutuhan pasar Palestina dengan produk sendiri, itu akan menghemat banyak uang dan menciptakan ribuan lapangan kerja,“ ujar pakar ilmu ekonomi Karim.

Lapangan kerja adalah kebutuhan utama di Palestina. Insinyur teknik elektro Nabil (33) yang berasal dari kawasan dekat Ramallah dan masih menganggur, memandang dengan skeptis Sidang Umum PBB bulan September mendatang. Nabil mengatakan : “Saya meramalkan tidak akan ada perbaikan. Yang paling penting bagi kami adalah stabilitas, dimana jalanan dibuka, serta pembangunan pemukiman Yahudi dihentikan. Kami ingin dan percaya pada perdamaian, namun tidak begitu, jika pemukiman Yahudi terus dibangun. Paspor kami yang berwarna hijau melambangkan optimisme. Tapi kemanapun kami melakukan perjalanan di dunia menggunakan paspor hijau ini, kami akan langsung ditangkap.”

Tim Aßmann/Agus Setiawan

Editor : Anggatira Gollmer