1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Pandemi Kekerasan terhadap Perempuan

8 Maret 2014

Kekerasan bahkan pembunuhan terhadap perempuan dan remaja putri di Meksiko sering terjadi. Jenazah mereka kemudian dibuang begitu saja di sebuah tanah kosong.

https://p.dw.com/p/1BLtL
Demokratische Republik Kongo Symbolbild Krieg Soldat Vergewaltigung
Foto: picture alliance/dpa

Di tanah kosong di luar ibukota Meksiko City, banyak ditemukan jenazah remaja putri. Kini warga setempat menamakan tanah kosong itu "tanah tempat membuang perempuan." Mayat mulai ditemukan tahun 2006, dan biasanya ditempatkan di antara tumpukan sampah. Ada yang menjadi korban kekerasan rumah tangga, ada juga yang jadi korban gerombolah penjual obat terlarang, yang mengambil alih kekuasan di kota Ecatepec, di timur laut ibukota Meksiko itu.

Dulce Cristina Payan, yang berusia 17 tahun adalah salah satu korbannya. Dua tahun lalu, beberapa orang bersenjata menariknya ke atas mobil dari beranda rumahnya. Pacarnya yang juga ditarik ke mobil, dilempar beberapa kilometer dari rumah. Sedangkan Christina dibawa lari dan dibunuh dengan tusukan pisau berkali-kali di bagian muka dan perutnya. Ayahnya, Pedro Payan yakin, pembunuhnya termasuk kelompok pedagang obat terlarang La Familia, yang aktif di Ecatepec. Christina mungkin dibunuh karena berusaha membela diri.

Frauenmorde in Ciudad Juarez, Mexiko
Beberapa murid sekolah perempuan berjalan melewati salib yang menjadi peringatan kekerasan dan pembunuhan terhadap perempuan di Ciudad JuarezFoto: AP

Mafia Obat Terlarang Berkuasa

Dalam tujuh tahun terakhir, kejahatan yang melibatkan obat terlarang meluas di Meksiko, dan hukum tidak bisa ditegakkan lagi di beberapa daerah, sehingga mafia obat terlarang berkuasa. Penculikan, pemerkosaan dan pembunuhan perempuan semakin meluas, sehingga mencapai rekor.

Sejak mantan Presiden Felipe Calderon luncurkan aksi perlawanan keras terhadap kartel obat terlarang di akhir 2006, lebih dari 85.000 orang tewas. Memang sebagian besar yang tewas adalah pria muda. Tetapi 2012, jumlah perempuan yang ditembak mati meningkat 155 persen, menurut data resmi.

Korupsi dan aparat yang tidak kompeten dalam kepolisian bisa ditemukan di seluruh Meksiko, sehingga sebagian besar kasus pembunuhan tidak terungkap. Banyak keluarga perempuan yang hilang mengatakan, polisi tidak berminat melakukan penyelidikan.

Frauenmorde in Ciudad Juarez, Mexiko
Beberapa anggota keluarga perempuan yang diperkosa dan dibunuh ikut dalam demonstrasi di Ciudad Juarez (25/11/2003)Foto: AP

Pandemi Kekerasan

Presiden Enrique Pena Nieto, yang mulai memerintah sejak Desember 2012 berjanji mengurangi kekerasan akibat pemberantasan mafia obat terlarang. Tetapi ia tidak berhasil, dan ia juga tidak mengambil banyak tindakan untuk mengurangi pembunuhan perempuan, kata sejumlah pakar.

Kekerasan terhadap perempuan sudah jadi pandemi di Meksiko, kata Ana Guezmez, perwakilan badan perempuan pada PBB, United

Nations Women, yang mengurus persamaan hak antara pria dan wanita. Pihaknya juga tidak melihat adanya perubahan dalam pemerintahan saat ini. Para pakar juga menilai, meruncingnya kekerasan terhadap perempuan terutama terjadi di daerah-daerah, di mana banyak perang antar kartel obat terlarang.

Daerah dekat perbatasan dengan AS adalah tempat paling berbahaya bagi perempuan di Meksiko. Lebih dari seperlima dari seluruh perempuan yang mati tahun 2012, dibunuh di tiga negara bagian dekat AS. Daerah paling berbahaya adalah Ciudad Juarez, Chihuahua. Sekitar 4.000 perempuan hilang di Meksiko antara 2011 dan 2012, sebagian besar di Chihuahua, demikian laporan National Observatory Against Femicide.

Frauenmorde in Ciudad Juarez, Mexiko
Seorang polisi berjaga di dekat lokasi tempat ditemukannya jenasah delapan perempuan, November 2002 di Ciudad JuarezFoto: AP

Lepas dari Hukum

Tekanan dunia internasional menyebabkan pemerintah Meksiko meluncurkan peraturan yang mencegah kekerasan terhadap perempuan tahun 2007. Pemerintah membentuk badan khusus untuk mencegah pembunuhan, dan mendorong para hakim untuk menandatangani perintah untuk melindungi korban. Lewat undang-undang itu juga dibentuk sistem pencegah kekerasan terhadap perempuan yang menggerakkan pemerintah nasional dan lokal untuk mengejar pelaku kejahatan yang mengurangi pembunuhan. Tapi sistem ini tidak pernah diaktifkan.

Tetapi banyak pihak juga tahu, jika kebijakan itu dilaksanakan, apakah akan efektif, mengingat sistem kehakiman sangat lemah dan dibebani korupsi. Ketika Pedro Payan, yang bekas polisi, mendengar jeritan putrinya, ia dan beberapa tetangga mengejar penculik. Warga membantu mereka menemukan rumah tempat anaknya ditahan, tetapi ketika mereka sampai, Christina sudah dibunuh.

Warga setempat sering membantu keluarga korban, tetapi polisi butuh waktu berbulan-bulan untuk menginterogasi saksi. Selain itu, pelaku kekerasan bisa bebas tanpa hukuman apapun. Jaksa agung Meksiko menolak memberikan wawancara mengenai hal ini. Situasi buruk ini ditambah dengan ketakutan korban dan saksi untuk melapor ke polisi, karena khawatir balasan dari pelakunya.

ml/ab (rtre)