1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Pantai Gading Hadapi Sanksi Internasional

18 Desember 2010

Pantai Gading tetap belum mempunyai pemerintahan. Bentrokan juga masih terjadi. Masyarakat internasional kini mengambil tindakan.

https://p.dw.com/p/QfXb
Seorang tentara PBB yang menjaga hotel tempat Ouattara memerintah.Foto: AP

Masyarat internasional sedang mempersiapkan kampanye bagi dijatuhkannya sanksi terhadap Pantai Gading guna menekan Laurent Gbagbo yang tetap ingin menjabat sebagai presiden, walaupun kalah dalam pemilu. Sasaran sanksi adalah rekening-rekening bank.

Sebenarnya yang keluar sebagai pemenang dalam pemilu presiden bulan lalu adalah Alassane Ouattara. Ini juga diakui PBB. Di tengah bentrokan berdarah yang kini terjadi di negara itu Sekretaris Jenderal PBB, Ban Ki Moon menuntut Laurent Gbagbo untuk mengundurkan diri. Sikapnya itu adalah penghinaan terhadap demokrasi dan negara hukum. Demikian dikatakan Ban Ki Moon di New York Jumat kemarin.

Ban Ki Moon Armutsgipfel UNO
Sekjen PBB Ban Ki MoonFoto: ap

Pemenang Sudah Jelas

"Hasil pemilu sudah diketahui. Pemenangnya sudah jelas. Tidak ada opsi lain. Upaya Laurent Gbagbo dan pendukungnya untuk mempertahankan kekuasaan dan mengabaikan keinginan publik tidak dapat dibiarkan. Saya menyerukan Gbagbo agar menundurkan diri dan membiarkan penggantinya yang sudah terpilih untuk mulai melakukan tugas tanpa halangan." Ban Ki Moon menambahkan bahwa masyarakat internasional harus menyerukan ini dengan tegas dan jelas. Pilihan lain hanya akan menjadi penghinaan terhadap demokrasi dan hukum.

Menteri luar negeri Perancis Michele Alliot-Marie juga mengeluarkan pernyataan serupa. Ia menegaskan, tekanan harus terus dilancarkan, bahkan ditingkatkan dengan ditetapkannya Ouattara sebagai satu-satunya orang yang dapat menandatangani rekening bank bagi Pantai Gading. Perancis yang dulu menjadi penguasa kolonial Pantai Gading juga menyerukan Gbagbo untuk turun dari jabatan akhir pekan ini.

Sanksi Keuangan

Frankreich Michele Alliot-Marie
Menlu Perancis, Michele Alliot-MarieFoto: AP

Uni Eropa sedang mempersiapkan sanksi terhadap 18 pendukung Gbagbo, antara lain dengan membekukan rekening bank pribadi mereka dan melarang pemberian visa. Seorang pejabat tinggi Perancis mengatakan, Gbago menghadapi konsekuensi, yang akan semakin mencekik dirinya. Tujuan utama sanksi keuangan adalah untuk melemahkan genggaman Gbagbo pada militer, yaitu supaya ia tidak dapat membayar gaji tentara. Sehingga hasil kongkrit tindakan itu baru tercapai setelah sebulan. Demikian dikatakan pejabat tersebut.

Tetapi sejumlah pakar memperingatkan, proses itu dapat berjalan lambat, karena Gbagbo kemungkinan memiliki sumber keuangan yang berada di luar kontrol internasional, dan sanksi mungkin akan menambah dukungan masyarakat baginya. Sejak krisis ini dimulai, sudah dapat dilihat bahwa tekanan dari luar diputarbalikkan oleh logika ultra nasionalis sehingga menguntungkan Gbagbo. Demikian dikatakan Richard Banegas, pakar sejarah yang mengkhususkan diri pada Pantai Gading

Pembelaan Diri

Kombibild Gbagbo und Alassane Ouattara
Laurent Gbagbo (kiri) dan Alassane Ouattara (kanan)Foto: AP/DW

Di tengah persaingan kekuasaan, konfrontasi baru tidak terjadi lagi. Rencananya Jumat kemarin (17/12) pendukung Alassane Ouattara hendak menyerbu gedung pemerintah dan mendudukinya. Tetapi hanya sedikit orang yang mengikuti seruan itu, setelah Kamis lalu (16/12) sedikitnya 20 demonstran terbunuh dalam bentrokan dengan aparat keamanan.

Abdon Bayeto, penasehat presiden yang tidak mau mengundurkan diri tersebut mempertahankan Gbagbo dengan berkata, "Presiden Gbagbo menang pemilu di negara ini. Mahkamah tinggi negara tidak mengikutsertakan bagian utara dalam sistem pemberian suara. Itu direncanakan. Bukan hanya pengamat dari negara ini, yang mengatakannya, pengamat asing juga. Mengapa dunia menentang Laurent Gbagbo? Kami tidak tahu. Ia memang bukan pria yang mau menerima semua perkataan mereka. Ia tidak mau ikut dalam permainan mereka. Karena itu mereka semua menentang."

dpa/afp/dw/Marjory Linardy

Editor: Renata Permadi