1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

101011 EU-Außenminister Luxemburg

11 Oktober 2011

Pertemuan para menteri luar negeri Uni Eropa, hari Senin (10/10) di Luxemburg membahas peningkatan sanksi terhadap diktator Belarus, Presiden Lukashenko, dan situasi aktual di Mesir serta Suriah.

https://p.dw.com/p/12pnd
Belgium's Foreign Minister Steven Vanackere, center, speaks with Luxembourg's Foreign Minister Jean Asselborn, left, and Spain's Foreign Minister Trinidad Jimenez, right, during a round table meeting of EU foreign ministers at the EU Council building in Brussels on Monday, July 18, 2011. Foreign ministers from the 27 EU member countries discuss on Monday the Mideast peace process as well as Libya, Syria, Lebanon, Pakistan and Afghanistan. (Foto:Virginia Mayo/AP/dapd)
Pada pertemuan para Menlu UE di BrusselFoto: dapd

Tahun lalu Uni Eropa sengaja tidak menerapkan sanksi terhadap Belarus karena ingin memberikan peluang bagi negeri itu. Namun, menjelang pemilu presiden akhir 2010,  rezim Belarus kembali menggunakan kekerasan terhadap oposisi. Menteri Luar Negeri Belanda, Uri Rosenthal di Brussel mengutarakan: "Belarus adalah negara diktator terakhir Eropa. Presiden Lukashenko diinginkan mengerti bahwa dia harus membebaskan semua tahanan politik. Jika tidak mengerti pesan halus ini, ia harus menerima langkah yang keras, artinya, melalui peningkatan dan pengetatan sanksi."

Karena itu sanksi-sanksi selanjutnya dapat disepakati para menlu UE dengan sangat cepat. Kini 16 pejabat tinggi lainnya yang dekat dengan Lukashenko dikenakan larangan memasuki UE. Rekening luar negeri mereka juga dibekukan. Secara keseluruhan sekitar 200 orang penting  yang sekarang terkena sanksi. Juga aset dari tiga perusahaan yang dekat dengan rezim Belarus dibekukan.

European foreign policy chief Catherine Ashton arrives for an EU Foreign Ministers meeting at the EU Council in Brussels, Thursday March 10, 2011. The European Union is hitting the regime of Moammar Gadhafi with more financial sanctions just as France says it is recognizing the Libyan opposition's Interim Governing Council and plans to exchange ambassadors with it.(AP Photo/Geert Vanden Wijngaert)
Catherine AshtonFoto: AP

Pluralitas religius dan toleransi harus diperhatikan

Pertemuan menlu UE juga membicarakan tentang kekerasan terbaru di Mesir terhadap umat Koptik yang menewaskan sekitar 20 orang. Menlu Jerman, Guido Westerwelle menuding aparat keamanan membiarkan terjadinya kekerasan: "Sudah tiba waktunya bahwa pimpinan Mesir mengetahui betapa pentingnya pluralitas religius dan toleransi. Terutama, semua pihak di Mesir harus ikut serta dalam upaya melindungi praktik beragama."

Pejabat tinggi UE untuk urusan luar negeri Catherine Ashton berpendapat, justru menjelang pemilu yang dijanjikan berjalan demokratis, pemerintah militer Mesir harus menunjukkan tanggung jawabnya: "Kami berharap, Mesir menuju pemilihan umum dengan keinginan untuk melibatkan semua orang dalam pemilu dan melindunginya, siapa pun orang itu, dari mana pun asalnya dan apa agamanya."

German Foreign Minister Guido Westerwelle speaks with the media prior to an EU foreign ministers round table meeting at the European Council building in Brussels, Monday, March 21, 2011. The European Union's top foreign policy official brushed aside concerns Monday that the coalition supporting military action against Libyan leader Col. Moammar Gadhafi is already starting to fracture, saying the head of the Arab League was misquoted as criticizing the operation. (AP Photo/Elisa Day)
Menlu Jerman, Guido WesterwelleFoto: dapd

Keluhahan mengenai Suriah, namun belum ada sanksi baru

Sejumlah menlu juga kembali mengeluhkan terusnya penekanan yang dilakukan Suriah terhadap oposisi. Namun, untuk saat ini tidak ada sanksi baru bagi Suriah. Para menlu UE menilai pembentukan dewan nasional sebagai pertanda positif. Dewan itu menampung para penentang politik Presiden Bashar al-Assad. Menlu Perancis, Alain Juppè mengatakan, UE ingin berhubungan dengan oposisi Suriah untuk mendukungnya dalam upaya peningkatan demokrasi dan kebebasan di negeri itu.

Sementara Menlu Italia Franco Frattini menekankan untuk bersikap hati-hati dan harus diketahui dulu siapa orang-orang di oposisi Suriah itu, program, saran dan rencana-rencananya.

Suara hati-hati juga terdengar terkait Libya. Namun perbedaannya dengan Suriah tampak mencolok. Pengakuan terhadap Libya datang bersamaan dengan keberhasilan militer pemberontak, sementara akhir pemerintahan Presiden Bashar al-Assad di Suriah sama sekali belum terlihat. Ini terutama karena Rusia dan Cina secara tidak langsung mendukung rezim itu.

Christoph Hasselbach/Christa Saloh

Editor: Marjory Linardy