1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
PolitikKorea Selatan

Para Pelarian dari Utara Bahagia Berada di Korea Selatan

18 Januari 2024

Sebuah studi baru menunjukkan pelarian dari Korea Utara di Korea Selatan puas dengan bantuan pendidikan dan pekerjaan yang mereka terima dan sangat bersyukur menemukan kebebasan.

https://p.dw.com/p/4bN5N
Pelancong di perbatasan antara Korea Utara dan Korea Selatan
Pelancong di perbatasan antara Korea Utara dan Korea SelatanFoto: Ahn Young-joon/AP Photo/picture alliance

Mayoritas pembelot Korea Utara merasa bahagia dengan kehidupan baru mereka di Korea Selatan, menurut sebuah studi baru. Kebebasan tampaknya menjadi faktor utama, bahkan lebih penting dari makanan cukup atau kesempatan kerja dan pendidikan.

"Bagi saya, setiap bagian hidup saya lebih baik di Korea Selatan, dan saya percaya bahwa pembelot seperti saya yang tinggal di sini dan bekerja keras dapat mencapai apa pun yang mereka inginkan,” kata Kim Eujin, yang lari dari Korea Utara pada usia 21 tahun ke Korea Selatan pada 2007. Dia sekarang tinggal di Seoul.

"Kita bisa belajar apa saja yang kita inginkan di universitas, kita tidak perlu khawatir tentang kekurangan makanan dan kita bisa bepergian – tapi menurut saya, bagi sebagian besar warga Korea Utara, hal yang paling kita nikmati adalah kebebasan,” katanya kepada DW.

Pernyataannya didukung oleh studi tahunan terbaru yang dilakukan Korea Hana Foundation. Organisasi nirlaba yang berbasis di Seoul ini didirikan oleh Kementerian Unifikasi Korea Selatan pada tahun 2010 untuk membantu para pelarian menyesuaikan diri dengan kehidupan baru mereka di Korea Selatan.

Lebih dari 30.000 warga Korea Utara melarikan diri ke Korea Selatan sejak tahun 1950an. Namun, Korea Selatan mencatat jumlah kedatangan yang jauh lebih sedikit dalam beberapa tahun terakhir dibandingkan sebelumnya. Hal ini karena rezim di Pyongyang memperkuat penjagaan perbatasannya untuk menghentikan warganya melarikan diri.

North Korean defector: 'We are not traitors'

'Bekerja keras, manfaatkan peluang'

Korea Hana Foundation mewawancarai 2.500 pelarian Korea Utara yang tiba sejak Januari 1997. Para peneliti menemukan bahwa 79,3% persen dari mereka "merasa puas” dengan kehidupan barunya, naik dari 72,5% pada tahun 2018. Sekitar 41% responden mengaitkan kebahagiaan mereka dengan "kemampuan untuk hidup dalam kebebasan."

Studi itu juga menunjukkan bahwa semakin banyak pelarian yang mendapat pekerjaan, 65,3% diantaranya yang mempunyai pekerjaan – peningkatan besar sejak tahun 2011, ketika itu kurang dari separuhnya bekerja penuh waktu.

Para pelarian juga rata-rata mendapat bayaran lebih tinggi. Mereka membawa pulang setara1.680 euro per bulan. Namun, gaji rata-rata mereka masih jauh di bawah rata-rata nasional di Korea Selatan, yaitu mendekati 2.870 euro per bulan.

Kim Eujin saat ini sedang mengerjakan tesis masternya yang berfokus pada kondisi ekonomi dan sosial perempuan Korea Utara yang menetap di Korea Selatan. Penelitiannya menunjukkan bahwa para perempuan itu sebagian besar lebih kaya secara ekonomi dibandingkan imigran dari negara-negara Asia Selatan yang menikah dengan pria Korea Selatan.

"Ada lebih banyak bantuan yang tersedia dari pemerintah bagi orang-orang yang datang dari Korea Utara, termasuk kesempatan pendidikan dan bantuan untuk mencari tempat tinggal dan pekerjaan,” katanya.

"Saya pikir.., jika Anda mau bekerja keras dan mengambil peluang, maka Anda bisa sukses di Korea Selatan dan mencapai impian Anda untuk kehidupan yang lebih baik,” tambahnya.

Ada juga tantangan sehari-hari

Lee Eunkoo, salah satu pendiri Freedom Speakers International, sebuah LSM  yang berbasis di Seoul, yang membantu para pembelot belajar bahasa Inggris, mengatakan bahwa masyarakat Korea Utara yang dia ajak bicara memang menikmati tinggal di Korea Selatan. Namun, mereka juga menghadapi tantangan sehari-hari yang cukup berat.

"Tentu saja hal ini bervariasi dari orang ke orang, tetapi warga Korea Utara yang saya kenal senang dengan bantuan dan dukungan yang mereka terima,” katanya. "Mereka mempunyai kebebasan dan mereka semua mengatakan bahwa hal itu sangat berarti bagi mereka. Namun sering kali, ada permasalahan yang lebih dalam,” tambahnya.

"Bagi sebagian orang, mungkin sulit untuk menyesuaikan diri dengan masyarakat yang sangat berbeda. Bahasa bisa menjadi masalah karena ada perbedaan antara bahasa Korea yang digunakan di Utara dan di Selatan,” jelasnya. Selain itu, warga Korea Selatan bisa langsung mengenali orang yang datang dari Korea Utara karena aksen mereka atau frasa tertentu yang mereka gunakan.

Para pelarian Korea Utara memang cenderung menjalin ikatan dengan orang-orang dari Korea Utara juga. Hal ini membuat mereka tidak dapat berintegrasi sepenuhnya, kata Lee. "Jadi, memang ada tantangannya, tapi saya berharap pemerintah akan menemukan lebih banyak cara untuk membantu orang-orang ini menetap di sini dan menjadi bahagia.” 

(hp/yf)

Kontributor DW, Julian Ryall
Julian Ryall Jurnalis di Tokyo, dengan fokus pada isu-isu politik, ekonomi, dan sosial di Jepang dan Korea.