1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

220111 Albanien Demonstration Gewalt

22 Januari 2011

Pemerintah dan oposisi di Albania saling melempar tanggungjawab atas jatuhnya korban jiwa dalam demonstrasi berdarah, Jumat sore (21/1) lalu di Tirana. Uni Eropa kembali mendesak Albania agar mencari jalan keluar damai

https://p.dw.com/p/1014J
Albanians light candles in the streets of the capital following a day of deadly riots that killed three protesters in Tirana on Saturday, Jan. 22, 2011. Albania's main opposition party on Saturday blamed the government for the deaths of three people during the most violent anti-government protests the country had seen in years. Police used tear gas, rubber bullets and water cannons in Friday's clashes with protesters demanding new elections following the resignation of the country's deputy prime minister over alleged corruption. (AP Photo/Visar Kryeziu)
Warga Albania menyalakan lilin tanbda berduka di lokasi terjadinya bentrokan berdarah yang menewaskan tiga orang Jumat lalu (21/1)Foto: AP

Eskalasi kekerasan berujung bentrokan berdarah yang terjadi di Albania Jumat lalu (21/1), kini berubah menjadi konfrontasi politik antara kedua pihak yang bertikai. Perdana Menteri Sali Berisha mengecam kelompok oposisi dari Partai Sosialis dengan merujuk pada korban yang berjatuhan.

"Tiga warga tewas, belasan luka-luka. Hal itu merupakan tanggungjawab organisator. Mereka ingin mengulang skenario di Tunisia," tukasnya dalam jumpa pers Jumat malam (21/1).

Ia menyebut aksi unjuk rasa kelompok oposisi sebagai upaya perebutan kekuasaan, sembari menambahkan, "citra Albania kini tercoreng. Dan untuk itu Ketua Partai Sosialis, Edi Rama, bertanggungjawab sepenuhnya."

"Berisha adalah seorang Preman"

Bentrokan terparah di Albania sejak lebih dari satu dekade itu terjadi pada Jumat sore. Sekitar sepuluh ribu massa turun ke jalan di ibukota Tirana untuk menuntut agar Berisha mundur dari jabatannya menyusul dugaan korupsi dan rekayasa pemilu.

Sebagian demonstran berupaya menerobos masuk ke gedung pemerintahan. Mereka melempar batu dan bom molotov. Sebaliknya aparat keamanan mencoba menghalau para demonstran dengan meriam air dan gas air mata. Tiga orang tewas pada insiden tersebut. Ketiganya ditembak "dari jarak dekat", begitu kata seorang jurubicara rumah sakit militer di Tirana.

Hingga kini belum jelas dari mana peluru itu berasal. Perdana Menteri Berisha menampik dugaan awal bahwa peluru tersebut berasal dari senjata milik militer. Sebaliknya Edi Rama, pemimpin oposisi, menuntut investigasi menyeluruh terhadap insiden itu.




Menurut Rama, para demonstran diprovokasi oleh aparat kepolisian. Sebagaimana musuh politiknya, Rama juga menyorongkan tanggungjawab kepada perdana menteri.

„Sali Berisha dengan koalisi memalukannya itu kembali menunjukkan seperti apa sosok yang dikenal warga Albania sejak 20 tahun, yakni seperti preman dan bukan seorang perdana menteri. Seperti pemimpin kudeta dan bukan seorang demokrat. Berisha bukan simbol kekuasaan terpilih, melainkan kekuasaan yang dicuri. Mereka ingin menjarah Albania," tuturnya.

Dugaan Korupsi dan Rekayasa Pemilu

Rama merujuk pada latar belakang krisis yang telah menyibukkan Albania sejak lebih dari satu tahun. Segalanya berawal dari pemilu legislatif pada 2009 yang dimenangkan oleh koalisi konservatif pimpinan Berisha dengan perbedaan suara tipis.

Saat itu Partai Sosialis yakin telah mencium adanya rekayasa. Namun pemerintah menolak penghitungan ulang surat suara. Sejak itu Partai Sosialis memboikot sidang parlemen selama berbulan-bulan, sebagian anggota malah melakukan aksi mogok makan.

Demonstrasi bukan hal yang langka di Tirana, terutama sejak beberapa bulan terakhir. Tapi sejauh ini, aksi semacam itu berjalan damai tanpa insiden apapun.

Padahal Uni Eropa telah berulangkali mendesak pemerintah Albania agar segera mencari jalan keluar dari krisis di dalam negerinya. Negara pecahan Yugoslavia itu sejak lama berambisi, dan memang sejatinya berpeluang besar untuk menjadi anggota baru Uni Eropa. Namun perkembangan terakhir jelas tidak akan mempermudah posisi negara di tepi Balkan itu, dalam perjalanannya menuju Eropa.

Christoph Peerenboom/Rizki Nugraha
Editor: Andriani Nangoy

Workers clear the debris from the streets of the capital following a day of deadly riots that killed three protesters in Tirana on Saturday, Jan. 22, 2011. Albania's main opposition party on Saturday blamed the government for the deaths of three people during the most violent anti-government protests the country had seen in years. (AP Photo/Visar Kryeziu)
Petugas kebersihan membersihkan sebuah ruas jalan di ibukota Tirana, sehari setelah pecahnya bentrokan berdarah antara demonstran dan polisi yang menewaskan tiga orangFoto: AP