1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Pasukan Gaddafi Desak Kelompok Perlawanan Libya

30 Maret 2011

Perlawanan terhadap penguasa Libya, Muamar Gaddafi mengalami kemunduran. Keberhasilan pasukan Gaddafi memicu perdebatan mengenai pemberian senjata kepada pemberontak.

https://p.dw.com/p/RE4I
Pemberontak Libya di BenghaziFoto: AP

Pasukan Gaddafi mendesak mundur kelompok perlawanan Libya semakin ke arah Timur, Rabu (30/3) mendekati kota Ras Lanuf. Selain itu kota Brega juga ditembaki serdadu Gaddafi. Menurut keterangan pemberontak, pasukan Gaddafi juga kembali mendekati kota Misrata. Sejumlah kawasan ditembaki dengan roket dan panser.

Seorang jurubicara dewan transisi Libya, Mahmud Shammam mengatakan kepada wartawan di London, dengan perlengkapan yang memadai para pemberontak dapat mengalahkan pasukan Gaddafi dalam beberapa hari. Karena itu ia mengimbau dukungan politik dan senjata bagi kelompok perlawanan.

Rabu (30/3), para pemberontak juga mengimbau masyarakat internasional: "Pejuang hanya memiliki Kalaschnikov, senjata biasa dan senjata mesin. Tetapi pasukan Gaddafi dan serdadu bayarannya punya roket Grad, GPS dan berbagai meriam serta semua senjata berat. Selain itu, penembak jitu ditempatkan di atap-atap rumah. Kami juga melihat kapal-kapal perang."

USA Libyen Tomahawk Rakete wird abgefeuert
Kapal perang AS tembakkan roket Tomahawk.Foto: dapd

Belum ada kesepakatan untuk persenjatai pemberontak

Pakar di Pentagon menganalisa bahwa pemberontak Libya tidak akan mampu mengalahkan pasukan Gaddafi dengan senjata yang berhasil direbut mereka. Seorang jurnalis pemancar televisi AS ABC menanyakan Presiden AS Barack Obama, berapa lama diperlukan untuk mempersenjatai pemberontak. Awalnya Obama menjawab: "Saya tidak ingin berspekulasi mengenai hal itu." Tetapi kemudian ia menegaskan pesannya bagi Gaddafi: „Bila kami ingin mengirimkan senjata ke Libya, kami akan mampu melaksanakannya dengan sangat cepat."

Barack Obama selanjutnya mengatakan, pemerintahannya memang memikirkan semua opsi, antara lain mempersenjatai pemberontak di Libya. Menteri Luar Negeri AS, Hillary Clinton juga menegaskan bahwa menurut pengertian pemerintah AS, kebijakan embargo senjata terhadap Libya sama sekali tidak mengesampingkan opsi pemberian senjata kepada pemberontak. Resolusi PBB 1973 secara jelas mengizinkan semua sarana yang digunakan untuk melindungi warga sipil Libya. Dan langkah perlindungan itu mungkin saja memerlukan pemberian senjata kepada pemberontak. Demikian ditegaskan pemerintah baik di Washington maupun di London. Jika pemberontak tidak dipersenjatai, Gaddafi dikhawatirkan masih akan lama berkuasa di Tripoli. Demikian menurut Obama.

Namun Sekjen NATO Anders Fogh Rasmussen menolak tegas mempersenjatai pemeberontak di Libya. Tugas NATO adalah melindungi warga dan tidak mempersenjatainya, ujar Rasmussen.

Belgien NATO Generalsekretär Anders Fogh Rasmussen in Brüssel
Sekjen NATO Anders Fogh RasmussenFoto: dapd

Militer Gaddafi tanam ranjau

Harian AS Wall Street Journal melaporkan, militer Mesir mempersenjatai pemberontak Libya. Namun tidak ada konfirmasi untuk kabar tersebut. Bersamaan dengan itu AS juga mengetahui, dengan pemberian senjata masalah militer tidak terselesaikan. Pasalnya, hanya untuk bisa menggunakan senjata mesin pun pemberontak Libya harus dilatih. AS khawatir makin terseret ke dalam perang saudara di Libya melalui bantuan pelatihan militer, ujar seorang dari kalangan pemerintah AS kepada harian New York Times. Juga dikhawatirkan bahwa tanpa disengaja teroris Al Qaida akan menerima senjata.

Organisasi kemanusiaan Human Rights Watch menuding angkatan bersenjata Libya telah menyebarkan ranjau anti manusia dan anti kendaraan di wilayah sekitar Ajdabia. Penggunaan ranjau anti manusia dilarang di banyak negara, namun masih diproduksi dan digunakan oleh negara tertentu. Sebagai buktinya, HRW menunjukkan foto-foto dari jebakan ranjau.

Sementara itu, pemerintah AS kini berharap, Gaddafi menerima tawaran suaka dari pemerintah Uganda. Hingga saat ini Uganda tidak mengekstradisi siapa pun dari negerinya ke Mahkamah Internasional di Den Haag. Meskipun demikian pemerintah AS tidak akan menghindari kepergian Gaddafi ke Uganda.

Sina Ralph/Christa Saloh

Ed. Andy Budiman