1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

PBB Investigasi Ancaman Pesawat Tanpa Awak

Edith Koesoemawiria25 Januari 2013

Sekitar 51 negara kini gunakan pesawat tanpa awak. Ke depan, teknologi serupa mungkin dimiliki teroris.

https://p.dw.com/p/17RJY
Foto: picture-alliance/dpa

Ben Emmerson pertengahan tahun lalu menuntut , agar AS menjelaskan dan menyelidiki latar belakang serangan-serangan udara yang menggunakan pesawat tanpa awak.

„Perlu ada akuntabilitas“, ujar pengacara Inggris itu. Emmerson adalah Pejabat Khusus PBB untuk perlindungan HAM dalam Perang Anti Teror. Secara khusus timnya menyelidiki serangan-serangan udara pesawat tanpa awak (drones) yang menewaskan korban sipil.

Ben Emmerson Pressekonferenz UN Drohnen
Ben EmmersonFoto: C.Court/AFP/Getty Images

Pada konferensi pers di London, Kamis (24/01), Emerson menegaskan perlunya menyelidiki latar belakang kesalahan-kesalahan yang menyebabkan jatuhnya banyak korban sipil saat aksi-aksi itu digelar. "Tujuan utama peluncuran investigasi ini untuk mempelajari kumpulan bukti terkait serangan pesawat tanpa awak, seperti drones dan serangan jarak jauh lainnya yang telah menyebabkan jatuhnya banyak korban sipil". Begitu jelas Emmerson. Dari investigasi tersebut akan disusun rekomendasi agar negara-negara tersangkut melakukan penyelidikan terinci dan independen.

Kasus-kasus spesifik

Emmerson bersama 9 pakar internasional lainnya akan meneliti 25 serangan drones di Pakistan, Yemen, Somalia, Afghanistan dan di kawasan Palestina. Fokus investigasi tim yang ia pimpin itu adalah serangan terhadap lokasi-lokasi yang diduga persembunyian teroris, di mana jatuh korban sipil.

Sekitar 51 negara kini memiliki dan menggunakan pesawat tanpa awak. „Melejitnya angka penggunaan drones dalam konteks militer maupun sipil merupakan tantangan besar bagi hukum internasional yang kini berlaku”, begitu tutur Emmerson.

Ia menekankan bahwa penggunaan teknologi ini sudah menjadi realita, dan kemungkinan teknologi serupa suatu saat juga dimiliki para teroris. Karenanya, menurut pejabat khusus PBB untuk perlindungan HAM dalam Perang Anti Teror tersebut, dibutuhkan bingkai hukum yang baru.

Drohnenopfer in Pakistan
Seorang korban serangan droneFoto: Peshawar Jibran Yousufzai

Israel dan Amerika Serikat termasuk negara yang paling banyak menggunakan pesawat tanpa awak (drones), terutama dalam melancarkan aksi melawan teroris Al Qaida. AS mengerahkan drones di sedikitnya tiga negara.

Selidiki ancaman drones

Di Pakistan, serangan pesawat tanpa awak CIA yang berlangsung sejak 2004 telah menewaskan sekitar 3460 orang. Menurut Badan Jurnalisme Investigasi Inggris, 891 orang di antaranya adalah warga sipil, termasuk 176 anak-anak.

Di Afghanistan, pesawat-pesawat drones AS menembakkan 506 peluru kendali. Hampir dua kali lipat, jumlah yang ditembakkan pada tahun 2011.

Emmerson berpendapat bahwa masyarakat internasional perlu memfokuskan perhatiannya pada standar-standar yang berlaku. Tambahnya, "ke-25 kasus yang kami selidiki akan menunjukkan apakah terjadi tindakan sewenang-wenang yang menuntut digelarnya investigasi lebih lanjut.“

Dewan HAM PBB meminta Emmerson memulai investigasi ini, setelah sejumlah negara termasuk Pakistan, Russia dan Cina mendesak agar serangan-serangan "drones" diselidiki.

Pakistan Proteste gegen Drohnenangriffe
Foto: picture alliance/Photoshot

Laporan tim Emmerson, akan diserahkan ke Majelis Umum PBB Oktober mendatang. Selain akuntabilitas, fungsi penyelidikan ini akan menjadi patokan untuk reparasi bagi keluarga korban. Namun menurut Emmerson, bukti-bukti yang terkumpul akan lebih berfungsi sebagai bukti pendukung agar negara-negara yang terlibat melakukan investigasinya sendiri.

EK/DK/afp/rtr