1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

PBB Sebut Staf Perempuannya Dilarang Bekerja oleh Taliban

5 April 2023

Hampir 400 perempuan Afganistan yang menjadi pegawai PBB kini telah dilarang bekerja oleh Taliban. Padahal, sebelumnya mereka dibebaskan dari larangan tersebut.

https://p.dw.com/p/4PhmT
Perempuan Afganistan berlatih sebagai bidan di sebuah rumah sakit.
Foto: Ali Khara/REUTERS

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Selasa (04/04) menyebutkan, Taliban telah memperluas larangan bekerja untuk perempuan Afganistan, tidak hanya untuk LSM, tapi juga untuk misi PBB di negara itu.

Setelah Taliban mengisyaratkan larangan tersebut pada Selasa (04/04), PBB memberikan arahan kepada hampir 3.000 stafnya di Afganistan, untuk tidak masuk kerja selama 48 jam ke depan. Dari 3.000 staf tersebut, hampir 400 di antaranya adalah perempuan.

Dalam pengarahannya di markas besar PBB di New York, Stephane Dujarric, yang menjabat sebagai juru bicara untuk Sekjen PBB Antonio Guterres,mengatakan, staf perempuan mereka di Afganistan telah menerima "perintah dari otoritas de facto.”

Menurut Dujarric, anggota PBB akan bertemu dengan pejabat Taliban di Kabul pada hari Rabu (05/04) untuk "mencari kejelasan.”

PBB: Larangan semacam itu ‘tidak dapat diterima'

Pada bulan Desember 2022, Taliban telah memerintahkan semua LSM asing dan domestik untuk melarang karyawan perempuan mereka bekerja.

Staf perempuan PBB saat itu dikecualikan dari aturan tersebut.

Namun, Misi Bantuan PBB di Afganistan (UNAMA) mengatakan pada Selasa (04/04), staf perempuan mereka di provinsi Nangarhar telah dilarang untuk bekerja.

"Perintah yang kita lihat hari ini, melanggar hak dasar perempuan dan melanggar prinsip non-diskiriminasi,” ujar Dujarric.

Stephane Dujarric - Jubir Sekjen PBB
PBB mengatakan bahwa otoritas Taliban kemungkinan besar akan melarang staf perempuan mereka bekerja.Foto: Lev Radin/Pacific Press/picture alliance

Dia menambahkan,  PBB saat ini bekerja untuk memberikan bantuan kemanusiaan bagi hampir 23 juta orang, lebih dari setengah populasi Afganistan. Dan keberadaan star perempuan sangat penting untuk operasi bantuan di lapangan, terutama dalam mengindentifikasi perempuan lain yang membutuhkan bantuan.

Sekjen PBB Antonio Guterres juga ikut mengecam larangan bekerja di Nangarhar itu. Melalui cuitan di Twitter, ia menuliskan bahwa larangan itu "pasti akan merusak kemampuan kami untuk memberikan bantuan kepada orang-orang yang membutuhkannya.”

Tindakan Taliban mungkin sama dengan ‘persekusi gender'

Taliban berhasil merebut kembali kekuasaan pada Agustus 2021 setelah pasukan internasional pimpinan AS menarik diri dari Afganistan.

Sejak itu, kepemimpinan Taliban pun memberlakukan aturan keras khususnya untuk perempuan.

Gadis remaja dilarang bersekolah di sekolah menengah, sementara perempuan dewasa dilarang masuk ke universitas.

Tidak hanya itu, semua perempuan dilarang bepergian tanpa didampingi saudara laki-laki dan diperintahkan untuk mengenakan burqa di luar rumah.

Para perempuan juga tidak diizinkan untuk memasuki taman atau kebun.

Richard Bennet, pelapor khusus PBB tentang hak asasi manusia di Afganistan dalam pidatonya baru-baru ini di Jenewa mengatakan, tindakan Taliban terhadap perempuan berpotensi masuk kategori "kejahatan persekusi gender.”

gtp/ (AFP, dpa)