1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Pedagan Asongan di Menara Eifel - Mencari Nafkah di Negeri Orang

2 November 2009

Di balik wajah para penjual yang ramah ini, sering tersembunyi kisah hidup yang dramatis. Banyak yang tinggal secara ilegal di negara Perancis dan menghindari kejaran pihak berwenang.

https://p.dw.com/p/KLll
Menara Eifel dikunjungi lebih dari 6 juta wisatawan setiap tahunnyaFoto: picture-alliance / dpa

Siapa yang tidak kenal pedagang kaki lima atau pedagang asongan yang berjualan souvenir-souvenir di kawasan wisata? Bahkan di Menara Eifel, di Paris pun, pedagang-pedagang seperti ini bisa ditemui.

"Kami membeli barang-barang untu di toko seharga dua Euro dan menjualnya seharga tiga atau empat Euro. Kami tidak banyak memperoleh untung," demikian dikatakan Kara yang berusia 29 tahun, salah seorang pedagang asongan yang berjualan souvenir, korek api dan topi di bawah Menara Eifel. Jika hari hujan, para pedagang ini menawarkan payung hujan, jika matahari bersinar, mereka menawarkan payung untuk menahan panas matahari. Jika hari jualan bagus, Kara memperoleh sekitar 50 Euro. Pekerjaan yang berat, karena para pedagang ini memiliki risiko kena hukum ganda. Pertama, mereka tidak memiliki izin berjualan. Kedua, mereka kebanyakan warga asing ilegal.

Kara tinggal di Paris sejak dua setengah tahun. Temannya Vic yang berusia 25 tahun sudah enam tahun bekerja dengan kondisi seperti itu di bawah Menara Eifel. Vic yang berasal dari India menuturkan, "Di Punjabi, di kampung halaman saya, saya tidak punyak banyak uang. Di sini di Paris saya bisa mendapat banyak uang dan menentukan sendiri apa yang saya lakukan, membeli pakaian yang keren."

Vic adalah pria keturunan Sikh yang gagah. Tapi ia tidak mengenakan sorban, melainkan memiliki potongan rambut yang modis. Kini ia hidup dengan pasangannya, seorang perempuan Perancis, dan mereka telah memperoleh momongan. Pasangan Vic sudah banyak mengetahui bagaimana kerasnya kehidupan pedagang asongan. "Mereka tidak ingin menunjukkan betapa kerasnya hidup mereka. Saya melihat kejadian-kejadian, saya melihat mereka menangis karena ketakutan jika mereka ditangkap. Saya melihat anak-anak berusia 13, 14 atau 15 tahun di dekat Menara Eifel. Kebanyakan saudara laki-laki yang lebih besar menjaga mereka, tapi jika melihat anak berusia 13 tahun menggigil karena di musim dingin mereka tidak cukup memakai pakaiaan yang hangat!“

Dengan kelahiran bayinya yang berkewarganegaraan Perancis, Vic sekarang memiliki surat ijin tinggal bahkan pekerjaan sebagai pembantu umum di salah satu kantor pemerintahan di Paris. Ia tinggal dengan pacar dan anaknya di sebuah apartemen besar, tidak lagi di sebuah kamar yang dihuni beberapa orang. Dan dngan ijin tinggalnya Vic dapat kembali mengunjungi India. Setelah tujuh tahun ia kembali bertemu dengan ibunya, memperkenalkan pasangan hidup dan anaknya kepada keluarganya.

Kisah hidup Vic sejauh ini menemukan happy end. Sebaliknya Kara sudah tidak sanggup lagi hidup sebagai penduduk ilegal. Saya tidak ingin tinggal lebih lama di sini. Saya ingin pulang ke rumah tinggal bersama keluarga saya dengan tenang. Apa yang saya lakukan di sini bukan pekerjaan yang baik. Banyak polisi, banyak dikejar-kejar. Saya sudah jenuh dengan itu, saya ingin pulang."

Di Perancis ada penduduk ilegal yang bekerja dengan memanipulasi dokumen-dokumen dan membayar pajak. Dengan nama orang lain mereka memiliki jaminan asuransi asli. Berbeda dengan para pedagang asongan ini. Mereka berada di kelas paling bawah. Díjelaskan pacar Vic, "Mereka benar-benar ilegal, mereka tidak memiliki apapun, mereka seperti burung di dahan. Mereka sama sekali tidak punya jaminan. Mereka membayar sewa tempat tinggal mereka atas nama kenalannya. Sangat rumit mentransfer uang kontan mereka ke luar negeri. Mereka tidak memiliki rekening bank. Mereka terpaksa mengubah uang tunai melalui rekening bank kenalannya ke dalam bentuk cek. Mengorganisir kehidupan sehari-hari sangat sulit bagi mereka. Mereka hidup dengan sangat minim. Mereka sangat hemat, karena ingin sebanyak mungkin mengirimkan uang ke rumahnya."

Tanpa surat-surat resmi impian untuk hidup layak cepat berlalu. Apakah di bawah Menara Eifel di Paris, di mata air Trevi di Roma atau di Athena, penduduk ilegal selalu berada di kelompok terbawah.

Martina Zimmermann/Dyan Kostermans

Editor: Yuniman Farid