1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
SosialJerman

Perang dan Inflasi Hambat Pembangunan Perumahan di Jerman

28 Januari 2023

Naiknya harga bahan bangunan merusak rencana pemerintah membangun ratusan ribu apartemen baru di Jerman. Terutama di kota-kota besar, banyak orang sulit mendapat rumah sewaan dengan harga terjangkau.

https://p.dw.com/p/4MnEF
Proyek pembangunan apartemen di Berlin
Proyek pembangunan apartemen di BerlinFoto: Jörg Carstensen/dpa/picture alliance

Pemerintah koalisi Jerman tidak akan berhasil memenuhi target pembangunan perumahan yang ditetapkannya sendiri, ketika mulai berkuasa pada tahun 2021. Ketika itu, pemerintahan koalisi pimpinan partai Sosialdemokrat SPD menjanjikan pembangunan 400 ribu apartemen baru per tahun untuk mengatasi kelangkaan perumahan di kota-kota besar. "Saya tidak mengharapkan jumlah 400.000 apartemen dapat dicapai pada tahun 2022 dan 2023," kata Menteri Perumahan Klara Geywitz (SPD) baru-baru ini kepada media.

Dengan populasi Jerman mencapai rekor tertinggi 84,3 juta orang, penurunan kegiatan konstruksi makin menyulitkan situasi perumahan, karena permintaan tinggi dan ketersediaan apartemen terbatas. Jerman membutuhkan sekitar 700 ribu apartemen setiap tahunnya untuk mengurangi tekanan di pasar, menurut studi lembaga penelitian konstruksi, ARGE.

Pandemi COVID-19 memang telah menyebabkan kemacetan dalam pengiriman bahan bangunan. Situasinya diperparah oleh perang di Ukraina. Baik Ukraina maupun Rusia adalah salah satu produsen baja dan kayu konstruksi terbesar di Eropa. Selain itu, masalah kekurangan lahan, kenaikan suku bunga bank dan kekurangan tenaga kerja terampil, turut makin merumitkan situasi.

Asosiasi Perusahaan Perumahan dan Real Estat Jerman-GdW mengatakan, situasinya bahkan lebih buruk daripada yang disampaikan Menteri Perumahan. "Kami memperkirakan ada sekitar 280.000 apartemen baru yang selesai dibangun tahun 2022, tetapi hanya sekitar 240.000 tahun 2023, dan 2024 hanya 214.000," kata Axel Gedaschko, ketua GdW kepada DW. Dia mengatakan, Jerman menghadapi setidaknya 10 tahun kekurangan perumahan.

Menteri Perumahan, Konstruksi dan Pengembangan Jerman, Klara Geywitz
Menteri Perumahan, Konstruksi dan Pengembangan Jerman, Klara GeywitzFoto: Emmanuele Contini/NurPhoto/picture alliance

Lebih banyak orang yang tinggal sendiri

Selain krisis yang tumpang tindih, faktor demografis juga menjadi penyebab krisis perumahan. Jumlah rumah tangga tunggal, artinya hanya terdiri dari satu orang, di Jerman terus meningkat, sementara populasi Jerman makin menua. Artinya, orang tinggal di rumah mereka lebih lama.

Masalah lain yang dihadapi perusahaan konstruksi adalah apa yang oleh David Eberhart dari asosiasi perumahan Berlin-Brandenburg BBU disebut sebagai "akumulasi peraturan" yang berkembang pesat. Seringkali, katanya, otoritas yang berbeda menuntut perusahaan melakukan berbagai evaluasi, yang mencakup standar bangunan yang saling bertentangan — misalnya antara persyaratan perlindungan dari kebisingan dan efisiensi energi, yang penanganannya sangat berbeda. Ini adalah "semak liar birokrasi", ujarnya.

Faktanya, di Jerman ada banyak gedung-gedung kosong, hanya saja tidak berada di tempat yang tepat. Dan jika lokasinya tepat, harganya terlalu mahal. David Eberhart mengatakan, untuk mendapat laba dari apartemen yang baru dibangun, pengembang perlu membebankan biaya sewa sebesar 13 euro per meter persegi per bulan. "Semua yang di bawah itu perlu disubsidi," jelasnya. Padahal sewa rata-rata saat ini di Jerman adalah 8,30 euro per meter persegi per bulan.

Solusinya bisa jadi berupa subsidi untuk perumahan sosial. Tapi jumlah perumahan sosial menurut data Biro Statistik Jerman Destatis terus menurun, dari lebih 2 juta apartemen pada tahun 2006 menjadi hanya sekitar satu juta sekarang.

"Itu masalah besar di Jerman," kata Jutta Hartmann, juru bicara Asosiasi Penyewa Jerman, kepada DW. Karena bagi pengembang, "kewajiban ikatan perumahan sosial dengan harga sewa rendah hanya berlaku untuk jangka waktu tertentu. Dan ketika jangka waktu itu berakhir, apartemen akan masuk ke pasar bebas.” Tentu saja pemilik maupun pengembang ingin propertinya menghasilkan keuntungan.

Target perumahan vs. perlindungan iklim

Masalah besar lainnya adalah: Bagaimana menyelaraskan target perumahan ambisius pemerintah dengan target perlindungan iklim yang sama ambisiusnya? Menteri Perumahan Klara Geywitz minggu ini mengumumkan, pemerintah akan menyediakan anggaran 750 juta euro pertahun untuk mensubsidi konstruksi gedung ramah iklim. Beberapa asosiasi perumahan mengatakan, jumlah itu sangat kecil, karena diperlukan investasi puluhan miliar euro per tahun untuk konstruksi ramah iklim.

"Dari sudut pandang penyewa, setiap renovasi bangunan menjadi yang ramah iklim, secara otomatis berarti kenaikan harga sewa," kata Jutta Hartmann. "Undang-undang persewaan Jerman memungkinkan — kalau pemilik gedung merenovasi bangunan mereka, mereka diizinkan membebankan semua biaya kepada penyewa. Itu tidak adil — karena pada dasarnya satu segmen warga saja yang memikul beban keuangan modernisasi ramah iklim."

"Pemerintah sama sekali tidak melihat konflik utamanya," tambah Dietmar Walberg, direktur ARGE. "Yaitu antara keterjangkauan perlindungan iklim dan keterjangkauan perumahan". Pemerintah mengatakan ini semua harus dilakukan dan mereka akan mengaturnya, tidak ada masaah. "Tapi itu masalah, bahkan masalah besar, dan tidak mendapat perhatian cukup."

(hp/as)