1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

220811 Libyen Kämpfe

23 Agustus 2011

Pemberontak melanjutkan pertempurannya menguasai ibukota Libya, Tripoli. Namun, hingga kini tidak ada yang mengetahuio keberadaan diktator itu.

https://p.dw.com/p/12LnF
A rebel fighters react as they advance to the frontline during a fighting in Tripoli, Libya, Tuesday, Aug. 23, 2011. Rebels say they control most of Tripoli, but they faced pockets of fierce resistance from regime loyalists firing mortars and anti-aircraft guns. (Foto:Sergey Ponomarev/AP/dapd)
Pemberontak berhasil kuasai sebagain besar ibukota TripoliFoto: dapd

Senin kemarin (22/8) di dekat kota Slitan, 169 kilometer sebelah timur ibukota, tiba-tiba pertempuran terpicu kembali. Dengan melepaskan tembakan granat pasukan Gaddafi mencoba menghalangi pemberontak memasuki kawasan barat.

Sementara di Tripoli satuan pemberontak bertempur terus. Karena pasukan rezim melakukan perlawanan yang cukup keras, jajaran pemerberontak memperhitungkan strategi mereka hari ini (Selasa 23/8) untuk menguasai seluruh ibukota tidak akan berhasil. Nampaknya pasukan elit Gaddafi, yang sebagian besar terdiri dari tentara negara-negara Afrika, berhasil mendesak mundur pemerontak dan menghalangi mereka menguasai Tripoli. Dini hari pasukan elit keluar dari pangkalan militer di Bab al-Aziza dan secara tiba-tiba melepaskan tembakan.

Sementara itu, di Benghazi ketua Dewan Transisi Nasional NTC, Mustafa Abdel Jalil, menyampaikan rasa terima kasihnya kepada masyarakat internasional. „Kami berterima kasih kepada negara-negara yang telah memberikan dukungan kepada rakyat Libya bulan-bulan belakangan ini. Dengan adanya resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa 1973 warga sipil Libya dilindungi dan resolusi tersebut dapat menghalangi terpicunya bencana kemanusiaan. Terima kasih khusus kami haturkan kepada negara-negara yang membantu kami sejak terpecahnya krisis hingga sekarang.“

Namun revolusi baru dapat dikatakan dimenangkan oleh pemberontak, jika Gaddafi ditahan dan diseret ke pengadilan, demikian Jalil menekankan. Ia mengharapkan diktator itu dapat ditangkap hidup-hidup, karena proses pengadilan terhadapnya harus disaksikan oleh seluruh dunia. Sampai sekarang, jajaran pemimpin pemberontak tidak ada yang mengetahui keberadaan Gaddafi. Sementara putra Muammar Gaddafi, Saif al-Islam, yang disebutkan telah ditahan oleh pemberontak malam menjelang Selasa ini (23/8), secara mengejutkan muncul di hotel yang sebagian besar ditinggali oleh wartawan. Pada hari Minggu lalu, pemberontak mengklaim telah menangkap Saif bersama sejumlah anggota keluarganya.

Abdul Jalil menyerukan kepada rakyat Libya untuk tetap tenang selama masa transisi ini dan tidak melakukan serangan pembalasan. Hanya dengan cara ini Libya yang baru dapat dibentuk, tutur Jalil di depan wartawan.

Sejumlah pemimpin dan wakil negara menyampaikan rasa solidaritasnya kepada rakyat Libya. Kepada radio Jerman Deutschlandfunk, Menteri Luar Negeri Jerman Guido Westerwelle menuntut, agar penguasa Libya Muammar Gaddafi dan putra-putranya diadili oleh Mahkamah Internasional (ICC) di Den Haag. Ini penting sekali bagi awal baru politik Libya, tutur Westerwelle. Ia juga menjanjikan bantuan untuk negara itu dalam proses pembangunan kembali di bidang ekonomi dan demokrasi.

Di Kairo pemimpin Uni Afrika, Nabil Al Arabi juga menyampaikan rasa solidaritasnya bagi pihak pemberontak dan Dewan Transisi Nasional Pemberontak. Di dalam pernyataan tersebut disebutkan bahwa ini merupakan tonggak sejarah.

Peter Steffe/Andriani Nangoy                                                                                              Editor: Edith Koesoemawiria