1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Pemerintah Yordania Dibubarkan

2 Februari 2011

Raja Yordania, Abdullah II membubarkan pemerintahan, sebagai konsekuensi dari kenaikan harga bahan pokok dan buruknya situasi sehari-hari. Kelompok oposisi tak menginginkan perubahan rejim, melainkan reformasi.

https://p.dw.com/p/1090j
Raja Abdullah menyambut PM Baru Marouf BakhitFoto: picture-alliance/ dpa/dpaweb

Raja Yordania, Abdullah II menggunakan trik lama untuk mengatasi aksi protes yang berlangsung di negerinya. Ia mencopot Perdana Menteri-nya dan menunjuk Marouf Bakhit untuk membentuk pemerintahan yang baru. Pihak istana memaparkan, Bakhit diperintahkan untuk memimpin “reformasi politik nyata”, dengan mengambil langkah praktis, cepat, dan konkrit, yang dapat membawa rakyat Yordania ke arah kehidupan “bermartabat”.

Pergantian Tak Mengejutkan, Namun Momennya Mengejutkan

Achim Vogt, pimpinan yayasan Friedrich-Ebert di Amman, mengomentari: „´Saya rasa langkah ini tak mengejutkan. Yang mengejutkan mungkin waktunya. Menurut kami demonstrasi ini tak terlalu kuat, relatif kecil, dan teratasi. Secara menyeluruh, memang sudah diperkirakan akan ada pergantian perdana menteri, tapi bukan sekarang.“

Di masa lalu, setiap beberapa tahun, monarki juga berulangkali mengganti perdana menteri, apabila kebijakan yang diambil tidak memuaskan publik. Oleh sebab itu, dapat dikatakan bahwa keputusan penggantian perdana menteri kali ini, tidaklah mengejutkan, melainkan sudah diperkirakan.

Latar Belakang PM Baru

Parlamentswahl in Jordanien
PM Yordania Marouf Al-BakhitFoto: picture-alliance/ dpa

Perdana Menteri yang baru, Marouf Bakhit, yang berusia 63 tahun, pernah menjabat sebagai perdana menteri pada tahun 2005-2007. Sebelumnya ia merupakan duta besar Yordania di Israel. Bakhit memiliki peran sebagai pemimpin di tubuh angkatan bersenjata Yordania dan merupakan orang kepercayaan Raja Abdullah dalam hal keamanan dan masalah diplomatik.

Ketika menjabat sebagai perdana menteri untuk pertama kalinya tahun 2005, ia memiliki tugas terutama untuk menjamin stabilitas dan keamanan. Raja Yordania ketika itu menunjukannya sebagai perdana menteri sebagi respon atas serangkaian serangan berdarah Al Qaida di berbagai hotel di Amman.

Belum dapat diperkirakan apakah langkah penggantian perdana menteri ini akan menyurutkan aksi protes massa, kembali direktur FES di Amman, Achim Vogt mengatakan: “Sulit untuk memperkirakan, karena saat ini situasinya belum jelas. Misalnya, kelompok Ihwanul Muslimin atau organisasi perdagangan. Kelompok sayap kiri ini akan beraksi pada penunjukan Bakhit. Di pihak lain, protes beberapa hari terakhir ini lebih kecil ketimbang awal gelombang demonstrasi. Pada tanggal 14 Januari lalu, 10 ribu orang turun ke jalan. Minggu lalu, Cuma 3 ribu atau 4 ribuan orang. Oleh sebab itu dapat dikatakan, bila dilihat dari waktunya, langkah yang diambil kerajaan cukup mengejutkan.”

Flash Galerie Proteste in Jordanien
Aksi protes di Yordania pertengahan Januari laluFoto: picture alliance / dpa

Bukan Orang yang Tepat

Front Aksi Islamis IAF mengritik penunjukan Bakhit. Kelompok oposisi terbesar di negara itu menganggap Bakhit bukan orang yang tepat untuk reformasi dan membawa Yordania keluar dari krisis. Lebih lanjut IAF menyatakan dibutuhkan seseorang, yang tidak memiliki sejarah korupsi dan penindasan, melainkan orang dihormati oleh rakyat.

Front Aksi Islamis IAF merupakan gerakan Islam yang mengakui legitimasi kerajaan Yordania. Pada hari Senin lalu, mereka menegaskan, bahwa yang dibutuhkan saat ini bukanlah pergantian rejim, melainkan reformasi politik. Oleh sebab itu dikatakan bahwa situasi yang terjadi di Yordania saat ini, tak dapat dibandingkan dengan yang terjadi di Mesir. IAF dan kelompok-kelompok lainnya menuntut perubahan undang-undang pemilu dan pembentukan pemerintahan dengan penunjukan perdana menteri oleh rakyat. Serta perubahan konstitusi dan mengurangi kekuasaan monarki.

Carsten Kühntopp / Ayu Purwaningsih

Editor : Agus Setiawan