1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Indonesia Akan Perketat UU Perlindungan Satwa Liar

8 Juni 2016

Pemerintahan Jokowi berencana meningkatkan sanksi hukum secara drastis untuk perburuan dan perdagangan ilegal satwa yang dilindungi. Sanksi maksimal akan naik dari 5 menjadi 20 tahun penjara.

https://p.dw.com/p/1J2aq
Tiger Wasser Schwimmen
Foto: picture alliance/blickwinkel/W. Layer

Pemerintahan Jokowi akan meningkatkan sanksi hukum untuk perburuan dan perdagangan ilegal satwa yang dilindungi sampai empat kali lipat. Rancangan undang-Undang (RUU) Perlindungan Satwa Liar yang baru sudah disiapkan menggantikan UU Nomor 5 Tahun 1990.

"Kami ingin penegakan hukum yang lebih kuat, kami ingin orang-orang yang melanggar hukum mendapat sanksi yang lebih tinggi," kata Tachrir Fathoni, Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan kepada kantor berita AFP.

Indonesia adalah salah satu negara yang kaya keanekaragaman hayati di dunia, kawasan utama hutan tropis dengan bermacam satwa langka yang dikenal dunia, seperti orang utan, harimau dan badak.

Banyak satwa langka yang saat ini berada di ambang kepunahan, karena habitat mereka rusak oleh penebangan hutan. Hewan langka juga sering menjadi sasaran pemburu ilegal yang menjual bagian-bagian tubuh mereka untuk digunakan sebagai bahan pengobatan atau obat kuat.

Sejak lama kelompok-kelompok lingkungan mengeritik undang-undang perlindungan satwa yang terlalu lemah.

Symbolbild - Sumatra-Tiger
Harimau Sumatera termasuk satwa yang dilindungi tapi sering diperjual belikan secara ilegalFoto: Getty Images/D. Kitwood

Kementerian Kehutanan dan Lingkungan berharap, revisi UU Nomor 5 Tahun 1990 bisa memperbaiki situasi. RUU yang baru akan diajukan ke parlemen dalam waktu dekat dan diharapkan bisa mulai berlaku tahun depan.

Kelompok lingkungan WWF menyambut baik perbaikan yang diusulkan, namun memperingatkan bahwa hal itu tidak akan memecahkan masalah lemahnya penegakan hukum, terutama di daerah-daerah terpencil. Di banyak daerah di luar Jawa dan Sumatera, penegakan hukum masih sangat lemah.

"Memiliki seperangkat aturan baru tidak berarti banyak, jika hukum tidak bisa ditegakkan," kata juru bicara WWF Indonesia, Nyoman Iswarayoga.

"Pengawasan yang lebih baik, penyelidikan kasus yang lebih intensif, dan pemantauan jalur-jalur perdagangan ilegal hewan sama pentingnya," kata dia.

Kritik lain menyebutkan, perubahan hukum tidak selalu diterjemahkan ke dalam sanksi hukum yang berat. Kesadaran masyarakat tentang kejahatan terhadap satwa liar masih kurang, dan pengadilan tidak cukup serius menindak perburuan dan perdagangan ilegal. Banyak pengadilan hanya menjatuhkan sanksi ringan.

BdT Protest gegen Tigerhandel in Indonesien
Aksi protes perdagangan ilegal satwa liar di Jakarta, 2009Foto: AP

Tachrir Fathoni dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menegaskan, sedang dilakukan upaya keras untuk meningkatkan penegakan hukum. Pemerintah sedang fokus pada penegakan hukum dan pendidikan polisi spesialis yang bisa dikirim ke setiap provinsi untuk mengatasi kejahatan satwa liar.

Namun Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem itu mengakui, perjuangan pemerintah masih berat, karena permintaan pasar untuk spesies langka tetap tinggi.

"Selama ada permintaan, pasokan akan terus datang," katanya.