1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Pemerintahan Jokowi Tolak Permohonan Hentikan Eksekusi Mati

28 Juli 2016

Berita persiapan eksekusi mati di Pulau Nusakambangan memicu protes di dalam dan luar negeri. Antara lain PBB dan Uni Eropa memohon Indonesia menghentikan eksekusi 14 terpidana mati kejahatan narkotika.

https://p.dw.com/p/1JX7c
Indonesien Hinrichtung Drogenhändler Transport Polizei 17.01.2015
Foto: REUTERS/Antara Foto/Idhad Zakaria

Persiapan pelaksanaan eksekusi mati memasuki babak akhir. Para terpidana mati, termasuk warga negara asing dari Nigeria, Pakistan, India dan Zimbabwe, sudah ditempatkan di ruang isolasi di Lembaga Pemasyarakatan Batu, Pulau Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah.

Kunjungan keluarga terpidana mati ke penjara di Nusakambangan juga sudah dihentikan. Ambulans-ambulans yang akan membawa jenazah kembali ke Jawa terlihat diseberangkan ke Nusakambangan, lokasi "tradisional" pelaksanaan eksekusi mati.

Anggota keluarga mengatakan mereka sudah mendapat pemberitahuan bahwa eksekusi akan dilaksanakan Kamis malam (27/07), kata pihak pengacara dan diplomat. Sementara kantor Kejaksaan Agung hari ini tidak bisa dihubungi kantor-kantor berita asing.

Nusakambangan: Persiapan Eksekusi Sudah Final

Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia Zeid Ra'ad Al Hussein hari Rabu (26/07) menyerukan Indonesia agar mengakhiri penerapan hukuman mati yang disebutnya "tidak adil". Uni Eropa juga mengimbau Jakarta untuk menghentikan "hukuman yang kejam kejam dan tidak manusiawi, yang terbukti tidak berfungsi sebagai pencegah" meluasnya kejahatan narkotika.

Tapi juru bicara Kementerian Luar Negeri Arrmanatha Nasir bersikeras, pelaksanaan eksekusi mati adalah bagian adari upaya "penegakan hukum ".

"Hukuman mati masih dalam bagian dari hukum positif yang berlaku di Indonesia dalam konteks UUD 1945", kata dia.

"Seperti Indonesia juga selalu menghormati hukum negara lain, kami berharap juga agar negara lain menghormati hukum Indonesia", lanjut Arrmanatha Nasir.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri menerangkan, eksekusi mati ini dilakukan untuk mencegah masuknya narkoba ke Indonesia, yang dulunya adalah tempat transit, dan kini berubah menjadi pasar utama dan tujuan penyebaran narkoba di Asia.

Indonesien Todesstrafe Drogenschmuggeler
Aksi protes hukuman mati di Jakarta, April 2015Foto: picture alliance/abaca

Empat warga Indonesia dan sepuluh warga negara asing akan segera dieksekusi. Arrmanatha Nasir mengatakan, Kementerian Luar Negeri telah memenuhi semua kewajiban mereka dengan memberitahukan perwakilan negara asing.

Amnesty International hari Rabu menyatakan banyak "kelemahan sistematis" persidangan pengadilan dalam beberapa kasus hukuman mati. Anggota keluarga Michael Titus Igweh, terpidana mati asal Nigeria, mengatakan kasusnya sebenarnya masih dalam peninjauan.

"Saya tidak berpikir ini adil. Mereka harus memenuhi hak-hak hukumnya dulu," kata Nila, adik ipar Titus Igweh, yang datang ke Cilacap.

In Indonesien zum Tode verurteilten Philippina Mary Jane Veloso
Warga Filipina Mary Jane Veloso, yang eksekusinya di Nusakambangan ditunda hanya beberapa menit sebelum pelaksanaan, April 2015.Foto: picture-alliance/dpa/Bimo Satrio

Pakistan melayangkan protes atas rencana eksekusi warganya Zulfikar Ali, yang menurut beberapa pihak mengalami pemukulan oleh polisi dan dipaksa mengakui hal-hal yang dituduhkan kepadanya. dan memanggil duta besar Indonesia di Islamabad pekan ini.

Klaim bahwa Zulfikar Ali sebenarnya tidak bersalah didukung oleh bekas pejabat senior Indonesia, yang menyatakan ada banyak "inkonsistensi" selama penyelidikan internal soal penangkapan dan proses pengadilannya, yang dihukum mati atas kepemilikan heroin akhir 2000-an.

Hafid Abbas, mantan direktur jenderal di Kementerian Kehakiman mengatakn kepada kantgor berita AFP, dia sudah merekomendasikan Zulfikar Ali agar menerima grasi, karena dia adalah "orang yang tidak bersalah".

Komnas Perempuan juga mendesak agar eksekusi terhadap terpidana mati Merri Utami, perempuan eks pekerja migran Indonesia, ditunda. Ada indikasi bahwa Merri mengalami pelecehan seksual oleh satuan yang menangkapnya, karena dia sempat dibawa ke hotel. Berita acara pemeriksaan pun, menurut Komnas Perempuan, ditandatangani Merri tanpa memahami isi dokumen karena kondisi panik dan tertekan.

Komnas Perempuan menilai, Merri Utami adalah korban penipuan, mirip dengan kasus pembantu rumah tangga Filipina, Mary Jane Veloso. Dia ditangkap tahun 2001 karena kedapatan membawa 1,1 kg heroin dalam tasnya. Heroin itu disembunyikan dalam jahitan koper. Merri Utami mengaku tidak tahu apa isi koper itu, yang dititipkan seseorang untuk dibawa ke Jakarta.

hp/rn (afp, rtr, ap)