1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

160910 Afghanistan Parlamentswahlen

17 September 2010

Afghanistan akan menggelar pemilu parlemen, Sabtu (18/09). Lebih dari 2.500 kandidat memperebutkan 249 kursi di Wolesi Jirga, majelis rendah. Kecurangan ditengarai akan dilakukan dengan lebih licin dan berani.

https://p.dw.com/p/PEV6
A woman walks past posters of candidates running in the upcoming Afghan parliamentary elections in Kabul, Afghanistan Thursday Sept. 16, 2010. Afghan officials and political figures sought to reassure wary Afghans on Thursday that it will be safe to vote in this weekend's parliamentary election despite an upswing in violence in recent months. (AP Photo/Ahmad Nazr)
Seorang perempuan melintasi jejeran poster caleg, di Kabul, Kamis (16/09).Foto: AP

Pemenang pemilu parlemen di Afghanistan sudah bisa ditentukan sejak sekarang, yaitu pengusaha percetakan dan biro iklan. Hampir tak ada jalan di Afghanistan yang bebas dari tempelan poster para calon legislatif. Karena bukan partai yang dipilih, maka setiap caleg berusaha keras agar mendapat perhatian publik. Para pemilih ditaburi berbagai janji, dengan syarat ikut memberikan suara.

Tetapi, Ghulam Muhammad, seorang ayah muda dari Kunduz, merasakan hal yang sama dengan banyak warga lain. Ia tidak yakin apakah akan mendatangi satu dari 5.897 TPS yang tersedia.

ia mengatakan, "Saya tidak tahu apa yang akan dilakukan Taliban. Mereka ingin menghalangi pemilu. Saya takut mereka menggunakan kekerasan.“

Pada pemilihan parlemen lima tahun lalu, Kunduz termasuk salah satu tempat teraman di Afghanistan. Masa itu sudah lama berlalu, kata Gubernur Kunduz, Muhammad Omar.

Ia menerangkan, "Tahun ini kami tidak bisa menjamin keamanan di semua TPS. Beberapa daerah di luar kota dikontrol oleh Taliban dan pejuang Al Qaeda.“

Di seluruh Afghanistan, sekitar 1.200 TPS tidak akan dibuka sama sekali. Bahaya bagi para pemilih terlalu besar, kata polisi.

Bukan hanya masalah keamanan yang membuat kecut para pemilih. Banyak yang mengingat dengan baik kecurangan besar-besaran pada pemilihan presiden yang lalu. Apa yang sebetulnya bisa diubah dengan memberikan suara? Tidakkah lebih baik dan lebih aman berdiam di rumah saja?

Dossierbild Afghanistan Wahlen 1
Lebih dari 2500 caleg memperebutkan 249 kursi di majelis rendah.Foto: AP

Tidak, kata Farid Sarwar, warga Provinsi Sarepol. Barang siapa tidak ikut pemilu, berarti secara tidak langsung memilih para penglima perang yang kali ini juga mencalonkan diri.

"Kita harus memanfaatkan kesempatan dan berupaya memilih orang yang paling tepat. Jangan sampai terpilih lagi orang yang mengabaikan hak asasi dan mengutamakan kepentingan sendiri". kata Sarwar.

Berapa banyak warga yang berpikir seperti Farid Sarwar, tidak jelas. Yang pasti, di Afghanistan hampir tak ada yang meyakini pemilu akan berjalan jujur dan adil. Komisi Pemilu Independen Afghanistan (IEC) sendiri tidak menutup kemungkinan terjadinya pelanggaran. Menurut IEC, sejauh ini terdaftar 17,5 juta pemilih, walaupun diseluruh Afghanistan hanya sekitar 12,5 juta orang yang memiliki hak pilih. Ditambah lagi adalnya kartu pemilih palsu di wilayah perbatasan ke Pakistan.

Pemilu hari Sabtu (18/09) akan diawasi sekitar 7.000 warga Afghanistan dan sekitar 500 pemantau luar negeri. Gul Mekai, caleg dari Mazar-i Sharif skeptis, apakah keberadaan pemantau di TPS saja sudah cukup. Kecurangan akan lebih licin dan lebih berani dari yang diketahui umum, kata Mekai.

Ia menambahkan, "Sebagian akan memanfaatkan ketidaktahuan pemilih untuk mempengaruhi agar mereka memilih caleg dari komunitasnya sendiri. Selain itu, warga ditakuti-takuti bahwa jika tidak terkumpul cukup suara bagi kandidat tertentu, maka seluruh penduduk desa akan dihukum.“

Pemantau tak bisa berbuat apapun menghadapi cara-cara seperti ini, kata Gul Mekai. Meski begitu ia tetap melihat pemilu parlemen sangat penting dan menyatakan lebih baik daripada tidak ada pemilu sama sekali.

Ratbil Shamel/Renata Permadi

Editor: Hendra Pasuhuk