1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Pemimpin Ikhwanul Muslimin Divonis Mati

28 April 2014

Pengadilan Mesir menjatuhkan hukuman mati kepada pemimpin Ikhwanul Muslimin Mohamed Badie dan 682 orang terdakwa Islamis lainnya.

https://p.dw.com/p/1BpW6
Mohammed Badie hinter Gittern
Foto: Ahmed Gamil/AFP/Getty Images

Sementara pengadilan yang sama di provinsi selatan Minya, mengubah hukuman bagi 492 dari 529 orang yang divonis mati, menjadi penjara seumur hidup.

Pengadilan yang dipimpin hakim Said Youssef Sabry, telah memicu kemarahan internasional, di tengah perburuan yang dilakukan aparat keamanan Mesir atas kelompok Islamis pendukung presiden terguling Mohamed Mursi.

Sesuai prosedur, terdakwa bisa mengajukan keberatan, dan keputusan akhir mengenai vonis ini akan diumumkan pada 21 Juni mendatang.

Dari 683 orang yang dijatuhi hukuman mati hari Senin (28/4), hanya 50 orang yang berada di tahanan, sementara yang lainnya punya hak untuk meminta pengadilan ulang jika menyerahkan diri.

Persidangan hari Senin hanya berlangsung 10 menit, kata Khaled Elkomy, seorang pembela terdakwa yang mengikuti jalannya sidang.

Putusan ini adalah yang pertama terhadap Badie, pemimpin spiritual Ikhwanul Muslimin yang mendukung Mursi. Bersama Mursi dan tokoh Ikhwanul lainnya, dia harus menghadapi dakwaan lain.

Sejumlah kerabat perempuan yang menunggu di luar ruang siang pingsan ketika mendengar vonis tersebut.

”Di mana keadilan?” teriak yang lainnya.

Beberapa menyatakan anggota keluarga mereka telah divonis dengan tidak adil atau tanpa proses pengadilan.

“Anak laki-laki saya bahkan tak pernah sholat, dia tidak tahu di mana mesjid,” kata salah seorang perempuan, yang anaknya termasuk diantara 529 orang yang dijatuhi hukuman mati pada Maret lalu.

Karima Fadl, ibu dari sorang laki-laki yang hukuman matinya diringankan mengatakan: “Anak saya mendapat hukuman seumur hidup.

“Itu tidak lebih baik dari hukuman mati. Itu masih tidak adil. Dia tidak bersalah.“

Melanggar hukum internasional

Mereka yang dijatuhi hukuman pada Senin lalu itu dinyatakan terlibat dalam pembunuhan dan percobaan pembunuhan atas polisi di provinsi Minya pada 14 Agustus tahun lalu, hari di mana polisi membunuh ratusan pendukung Mursi dalam bentrokan di Kairo.

Pengacara terdakwa yang memutuskan untuk memboikot sesi pengadilan terakhir, menyebut keputusan ini “menggelikan” terkait vonis hukuman mati, yang dianggap PBB sebagai pelanggaran atas hukum hak asasi manusia internasional

Pengacara Elokmy mengaku bahwa 60 persen dari 529 terdakwa, termasuk para guru dan sejumlah dokter, punya bukti yang ”membuktikan mereka tidak ada di sana pada hari ketika mereka dituduh menyerang kantor polisi Matay” di Minya, demikian pernyataan kelompok pembela HAM, Avaaz.

Pemerintah membela pengadilan atas vonis mati massal tersebut. Jaksa penuntut Abdel Rahim Abdel Malek membela dakwaan atas ke-529 terdakwa tersebut.

”Kami punya bukti kuat yang memberatkan semua orang yang dijatuhi hukuman mati,” kata dia kepada wartawan.

“Kami punya rekaman video, laporan saksi… berbagai dokumen yang membuktikan bahwa Ikhwanul Muslimin telah menyerukan kepada para pendukungnya untuk menyerang kantor-kantor kepolisian dan bangunan milik pemerintah dan swasta ketika aksi pendudukan di Rabaa al-Adawiya (Kairo) dibubarkan, dan itulah yang terjadi,” kata dia.

Hukuman mati bulan lalu telah membikin ngeri para musuh militer dan pemerintahan bentukan militer, yang menggelar pengadilan massal atas ribuan terdakwa Islamis sejak tergulingnya Mursi.

Paling sedikit, 1.000 orang dipenjara sejak Desember lalu. Amnesty International menyatakan lebih dari 1.400 orang terbunuh dalam perburuan yang dilakukan polisi atas kelompok Ikhwanul Muslimin setelah Mursi, presiden pertama Mesir yang terpilih secara demokratis, digulingkan militer.

ab/hp (afp,ap,rtr)