1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Pendidikan Polisi Afghanistan: Kuantitas, Lalu Kualitas

17 Februari 2011

44 tenanga pendidik polisi Jerman dan pakar Polisi Eropa EUPOL saat ini bekerja di Afghanistan, mendidik para polisi, agar mereka siap mengambil alih tanggungjawab keamanan.

https://p.dw.com/p/10INL
Pendidikan polisi di AfghanistanFoto: picture-alliance/dpa

"Pertama: Kuantitas, Kedua: Kualitas" , berdasarkan strategi inilah misi Polisi Eropa EUPOL mendidik para polisi Afghanistan. Salah seorang tenaga pendidik polisi asal Jerman, Gary Menzel, yang sudah 10 bulan lamanya mendidik para polisi di Kabul, mengatakan "Karena kekuatan polisi di Afghanistan sangat kurang, untuk itu pertama-tama harus diproduksi kuantitasnya. Itu artinya, kami tak dapat berpatokan pada pendidikan selama tiga tahun."

Symbolbild EUPOL Europa Polizei
EUPOLFoto: picture-alliance/ dpa

Pada pendidikan selama tiga tahun, diberikan kursus kilat selama enam minggu, bagi warga Afghanistan yang melamar menjadi polisi, juga jika ada yang tak dapat membaca dan menulis. Lalu, waktu minimal untuk mempelajari penggunaan senjata secara aman dan konsep dasar pemeriksaan personel. Para polisi itu terutama harus dapat bertempur melawan musuh, sebab mereka kerap diserang oleh kelompok perlawanan. Demikian papar pemimpin EUPOL Jukka Savolainen.

"Memprihatinkan, rata-rata sekitar empat polisi tewas setiap harinya. Bukan tentara Afghanistan, bukan pula pasukan NATO, melainkan kebanyakan yang tewas adalah polisi Afghanistan," dikatakan Jukka Savolainen.

Tahun 2010 saja, lebih dari 1200 polisi Afghanistan tewas. Tidak mengherankan bahwa teknik-tenik berperang diletakan di bagian atas kurikulum pendidikan polisi. Hingga akhir tahun 2012 depan, akan tetap seperti itu, tambah Savolainen, yang akan memenuhi tugas masyarakat internasional, yakni paling tidak hingga akhir tahun 2012 mendidik 134 ribu anggota polisi di Afghanistan. Bahkan mungkin jumlahnya membengkak menjadi 170 ribu polisi. Puluhan ribu polisi masih melewati kursus kilat selama enam minggu. Kemudian baru memasuki tahap pendidikan babak kedua.

"Menurut pendapat saya, polisi Afghanistan masih memerlukan pelatihan ke dua sekitar tiga bulan. Waktu dibutuhkan paling tidak, untuk menjelaskan pada mereka, apa artinya menjadi polisi, apa saja hak-hak warga negara dan tahanan, apa prinsip-prinsip etis yang penting dan bagaimana hubungan antara polisi dengan rakyat," jelas Jukka Savolainen.

Masalahnya, rakyat Afghanistan tak percaya pada institusi negara yang dianggap berpihak dan korup, termasuk institusi polisi. Ini merupakan tantangan bagi pendidik polisi Menzel. "Terdapat kekurangan, terutama hilangnya kepercayaan terhadap institusi negara, karena selama tiga dekade institusi itu tidak eksis. Secara perlahan-lahan harus dibangun lagi. Jika rasa percaya telah rusak, maka dibutuhkan waktu yang cukup lama untuk bisa mengembalikannya lagi."

Menzel yang berusia 54 tahun menjelaskan kepada para petinggi polisi Afghanistan, bagaimana mereka harus membangun kontak yang baik dengan masyarakat. Hingga kini hampir tak ada satupun perempuan yang berani melapor ke polisi bila mengalami kekerasan oleh suaminya. "Tetapi sudah ada tambahan usaha untuk membawa perempuan ke polisi. Dengan demikian membuka kesempatan bagi perempuan untuk mengeluhkan kekerasan rumah tangga yang dialaminya. Ini merupakan tema besar dalam pendidikan di kalangan pimpinan polisi Afghanistan."

Kini mula-mula dimasuki masa transisi pengalihan tanggungjawab keamanan kepada tentara dan polisi Afghanistan yang akan dimulai tahun 2011 ini di beberapa provinsi. Jika mereka sudah dapat menjaga keamanan, maka pasukan NATO dapat ditarik. Pemimpin EUPOL Savolaine optimistis bahwa hingga tahun 2014 pelimpahan tanggung jawab sepenuhnya kepada Afghanistan dapat terlaksana.

Nina Werkhäuser/Ayu Purwaningsih

Editor : Agus Setiawan