1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Pendiri Wikileaks Bisa Diekstradisi ke Swedia

2 November 2011

Inggris bisa mengekstradisi Julian Assange ke Swedia untuk dinterograsi sehubungan dugaan kejahatan seks. Assange dituduh telah melakukan pemerkosaan dan kekerasan seksual terhadap dua perempuan di Swedia.

https://p.dw.com/p/133f2
Pendiri WikiLeaks Julian AssangeFoto: dapd

Hari Rabu (02/11), Pengadilan Tinggi London menolak banding ektradsi yang diajukan Julian Assange. Menanggapi keputusan pengadilan ini, pengacara Assange mengatakan akan mempertimbangkan mengajukan banding atas keputusan ini, selambatnya dalam dua minggu.

Pendiri Wikileaks Julian Assange ditangkap di Inggris pada bulan Desember 2010 dan mengajukan banding kepada Pengadilan Tinggi atas keputusan pengadilan di bulan Februari yang memerintahkan ekstradisi Assange ke Swedia.

“Pengadilan menolak banding,” demikian keputusan yang dibacakan hakim Pengadilan Tinggi.

Julian Assange Londoner Gericht Auslieferung nach Schweden Flash-Galerie
Julian Assange (tengah) saat tiba di Pengadilan Tinggi di London, Rabu (02/11)Foto: dapd

Banding diajukan Assange dengan alasan, bahwa perintah penangkapan terhadapnya, European Arrest Warrant (surat perintah penangkapan yang berlaku di seluruh negara anggota Uni Eropa) dikeluarkan oleh seorang jaksa, bukan oleh pengadilan. Dan ini dianggap tidak legal. Tapi hakim memutuskan, bahwa surat perintah penangkapan yang dikeluarkan terhadapnya sudah sesuai dengan pengawasan peradilan yang independen di Swedia.

Hakim juga menolak pernyataan Assange bahwa tuduhan terhadapnya, yang diajukan oleh dua perempuan Swedia, bukanlah satu pelanggaran di bawah hukum Inggris.

Salah seorang perempuan menuduh Assange telah melakukan hubungan seks tanpa kondom saat ia sedang tidur

Assange menyangkal tuduhan atas kasus kejahatan seksual yang terjadi saat ia berkunjung ke Swedia Agustus lalu. Assange mengklaim, tuduhan itu berkaitan dengan ratusan ribu dokumen rahasia yang dibocorkan Wikileaks, yang telah membuat marah sejumlah pemerintah, khususnya Amerika Serikat.

Yuniman Farid/rtr/afp Editor: Hendra Pasuhuk