1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Penerbangan Murah di Indonesia

Zaki Amrullah5 Januari 2007

Jasa penerbangan bertarif murah kembali disorot menyusul peristiwa hilangnya pesawat Adam Air awal tahun ini.

https://p.dw.com/p/CP9v

Sejumlah pihak mengaitkan peristiwa itu dengan kemungkinan pengurangan komponen keselamatan yang dilakukan maskapai maskapai bertarif murah demi menekan harga tiket. Bagaimana sejarah kemunculan maskapai bertarif murah di Indonesia yang berhasil mendongkrak jumlah penumpang pesawat udara di tanah air itu?

Maskapai Adam Air memasang tarif murah untuk rute penerbangan yang sepi penumpang dan menjual tiket lebih mahal untuk rute padat. Kebijakan ini dilakukan untuk subsidi silang agar harga tiket bisa ditekan. Selain itu, menurut Direktur Komersil Adam Air, Guggi Pringwa Saputra, perusahaan ini memilih mengoperasikan pesawat yang lebih baru untuk menghemat bahan bakar yang memakan biaya terbesar dalam bisnis jasa penerbangan. Alhasil perusahan dengan puluhan armada Boeing, yang sebagian sahamnya dimiliki ketua DPR Agung Laksono ini, pernah menyabet penghargaan sebagai maskapai murah terbaik se Asia Pasifik dan Timur Tengah tahun 2006.

Guggi Sahputra: “Subsidi silang, kalau kita hanya satu rute tidak bisa dengan efiesiensi kami subsidi silang rute rute menguntungkan untuk mensubsidi. Dijual dengan harga yang lebih murah”

Pesaing Adam Air, yaitu Lion Air memilih memangkas biaya operasional pegawai dan servis penumpang seperti makanan dan menerapkan sistem penjualan tiket online untuk menekan harga. Juru Bicara Lion Air, Hasyim Al Habsy menyatakan, langkah ini efektif menggaet penumpang. Pada masa kejayaan Lion Air tahun 2004 lalu, perusahaan ini disebut-sebut menjadi pesaing terdekat maskapai terbesar di Indonesia, Garuda dalam menggaet jumlah penumpang domestik.

Menjamurnya maskapai penerbangan bertarif murah di Indonesia dimulai sejak dibukanya deregulasi penerbangan niaga oleh pemerintah pada 2001. Aturan baru itu memberikan kesempatan kepada para pengusaha untuk menjalankan jasa penerbangan meski dengan hanya memiliki satu pesawat dan modal cekak. Kesempatan itu dikuatkan dengan tidak adanya aturan mengenai batas tarif bawah yang membuat perusahan-perusahaan penerbangan berlomba memasang tarif rendah untuk memikat penumpang.

Sejak saat itu sejumlah perusahan jasa penerbangan pun bermunculan, sebut saja, Lion Air, Adam Air, Citilink, Jatayu, Kartika Airlines, Sriwijaya, Indonesia Airlines, Star Air juga Batavia Air. Data terakhir terdapat 28 perusahaan penerbangan terjadwal dengan mengoperasikan lebih dari 400 pesawat.

Semua maskapai swasta yang lahir setelah era tahun 2001 itu mengklaim dirinya sebagai maskapai yang berbasis biaya murah atau low cost carrier disingkat LCC, yang diilhami oleh kesuksesan maskapai LCC di Amerika Serikat, Southwest Airline. Maskapai maskapai itu bisa menawarkan tarif murah dengan menekan sejumlah biaya, termasuk biaya operasional, seperti gaji karyawan, katering, hingga sistem penjualan tiket. Harga murah inilah yang menjadi alasan mereka diminati penumpang.

Data statistik penerbangan, menunjukkan adanya peningkatan jumlah penumpang cukup drastis dalam lima tahun terakhir. Jika pada tahun 2002 pertumbuhan penumpang mencapai 12,3 juta maka dua tahun berikutnya yaitu 2004 jumlah penumpang meningkat dua kali lipat menjadi 24 juta. Trend itu terus bertambah di tahun-tahun terakhir.

Sayangnya, tingginya pertumbuhan penumpang ini ternyata dibarengi dengan meningkatnya angka kecelakaan yang menimpa sejumlah pesawat maskapai bertarif murah. Kecelakaan itu mulai dari pecah ban, tergelincir di landasan, tersesat karena kerusakan navigasi hingga terjatuh seperti yang menimpa Adam Air awal tahun 2007 ini. Kondisi ini seakan membenarkan anggapan, bahwa maskapai maskapai itu mengorbankan komponen keselamatan demi menekan tarif penumpang. Anggota LSM Peduli angkutan Udara komersil yang juga penerbang senior Kartono Soedjatman.

Kartono Soedjatman: “Mungkin tidak diabaikan tapi berkurang misalnya kalau ada komponen yang punya jam, ketika dipakai sekian ratus jam harus diganti ya harus diganti, nah biasanya kalau tak punya dana mereka meminta kepada yang berwajib (pemerintah) bagimana kalau ini boleh ditambah jam nya hal-hal seperti itu yang konsistensinya kurang diperhatikan”

Namun Dirjen Perhubungan Udara Departemen Perhubungan, M. Iksan Tatang menepis kemungkinan itu. Menurut dia, selama ini pemerintah selaku regulator sangat ketat dalam mengawasi masalah keselamatan maskapai penerbangan.

Iksan Tatang: “mengefisienkan maintence gak boleh mengefisienkan cost dalam rangka service non maintence silahkan. Kita kan selalu mengawasi, setiap bulan sekali waktunya acak biar bagaimanapun juga faktor safetynya luar bisa perkara ada accident ya siapa yang ingin itu terjadi”

Menurut Menteri Perhubungan Hatta Radjasa, dari sisi regulasi, apa yang diterapkan pemerintah sejauh ini tidak ada yang salah. Semua aturan yang ada telah merujuk dan terikat pada standar penerbangan internasional. Ini ditunjukan dengan adanya sertifikat internasional yang dimiliki pemerintah. Meski demikian menyusul sejumlah kecelakaan pesawat beberapa tahun terakhir, pemerintah menyatakan akan segera mengevaluasi secara menyeluruh sistem keselamatan transportasi udara ini, agar lebih aman.

Hatta Radjasa: “Presiden meminta dan memerintahkan seluruh jajaran untuk melakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap transportasi nasional kita yang terkait dengan manjemen pengelolaan safety maupun aspek lainya yang berkaitan dengan keselamatan transportasi nasional kita yang memenuhi kaidah dengan standar internasional”

Evaluasi ini akan dilakukan oleh sebuah tim yang segera dibentuk Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono dalam waktu dekat. Sejauh ini belum diketahui apakah hasil evaluasi itu, nantinya akan berdampak pada keberadaan maskapai bertarif murah ini. Yang pasti Wakil Presiden Jusuf Kalla jauh hari memberi isyarat bahwa pemerintah berada di pihak mereka.

Jusuf Kalla: “Pertama, tidak perlu dikhawatirkan karena orang yang tahu resiko kecelakaan pesawat yaitu kapten jadi dia akan berhati hati kedua usaha penerbangan senidir yang paling mengalami rugi dan nama jadi Saya yakin perusahaan penerbangan itu tidak akan mempermainkan keselamatan penumpang kita”