1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Pengadilan Bali Tolak Banding Hukuman Mati Warga Inggris

9 April 2013

Seorang nenek berkebangsaan Inggris yang menghadapi vonis mati karena tuduhan menyelundupkan narkotika ke Bali, mengajukan banding ke Mahkamah Agung agar bisa terhindar dari regu tembak.

https://p.dw.com/p/18C8X
Foto: picture-alliance/dpa

Lindsay Sandiford dijatuhui hukuman mati pada Januari lalu, setelah kokain yang diperkirakan bernilai 2,4 juta dollar ditemukan di kopernya saat ia tiba dari sebuah penerbangan dari Bangkok bulan Mei lalu. Vonis ini mengejutkan karena jaksa penuntut sebelumnya hanya mengajukan tuntutan 15 tahun penjara.

Polisi mengatakan, nenek itu ada di tengah lingkaran pengirim obat bius yang melibatkan tiga warga Inggris lainnya -- namun perempuan berusia 56 tahun itu mengklaim bahwa dia dipaksa mengirim obat bius itu untuk melindungi anak-anaknya yang keselamatannya terancam.

Akurat dan tepat

Pada hari Senin (9/4) seorang juru bicara Pengadilan Tinggi Bali, mengatakan setelah duduk dan melakukan dengar pendapat, tiga hakim menolak banding dan memutuskan bahwa vonis pengadilan yang lebih rendah itu “akurat dan benar”.

Sandiford memiliki waktu dua pekan untuk mengajukan banding ke Mahkamah Agung terhitung sejak ia menerima kabar resmi mengenai vonis pengadilan tinggi ini, demikian dikatakan juru bicara pengadilan.

Jika Mahkamah Agung juga nantinya menolak banding, dia masih bisa mengejar keadilan dengan mengajukan “peninjauan kembali” atau PK dari MA. Setelah itu, hanya presiden yang bisa memberikan pengampunan hukum lewat mekanisme

Hampir semua yang divonis mati karena kasus narkoba gagal mendapat keringangan hukuman lewat banding, dan harus menghadapi masa-masa penantian panjang di penjara, sebelum dibawa ke tempat terpencil pada malam hari, ke lokasi yang dirahasiakan, lalu dieksekusi oleh regu tembak.

Namun beberapa bisa lolos, antara lain Scott Rush, seorang anggota penyelundup obat bius yang dikenal dengan nama “Bali Nine”, yang vonis matinya dikurangi menjadi hukuman seumur hidup setelah ia mengajukan peninjauan kembali ke MA pada tahun 2011.

Dan tahun lalu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberi grasi kepada dua orang Indonesia yang terbukti menyelundupkan narkoba, dengan mengurangi hukuman mereka menjadi penjara seumur hidup.

Inggris kecewa

Seorang juru bicara kedutaan Inggris di Jakarta mengatakan bahwa London “kecewa” pada hasil banding tersebut.

“Inggris sangat menentang hukuman mati dan berulang kali membuat pernyataan kepada pemerintah Indonesia mengenai masalah ini. Kami akan terus menyediakan bantuan konsuler kepadanya (Lindsay Sandiford-red) di masa-masa sulit ini.“

Pemerintah Inggris sebelumnya telah mengungkapkan keprihatinan terkait perlakuan atas Sandiford di penjara Kerobokan yang dikenal punya reputasi buruk, dengan mengajukan dokumen ke pengadilan Bali yang menyebut para petugas mengancam perempuan asal Inggris itu dengan senjata dan membuatnya kurang tidur.

Sebelumnya, Sandiford kalah di pengadilan London, dalam upayanya meminta pemerintah Inggris membayar pengacara untuk membela dia di pengadilan. Hakim pengadilan ibukota Inggris itu menolak permintaan Sandiford dengan alasan “tak ada prospek yang masuk akal untuk sukses (di pengadilan Indonesia-red)”.

Lebih dari seratus terpidana mati kasus narkotika di Indonesia adalah warga negara asing. Dua anggota “Bali Nine” yang ditangkap pada tahun 2005, kini menanti eksekusi mati, sementara tujuh lainnya dipenjara seumur hidup. Seorang warga Prancis juga sudah divonis mati sejak Mei 2007 terkait kasus narkoba.

Setelah beberapa tahun, Maret 2013 Indonesia kembali melakukan eksekusi mati atas seorang penyelundup obat bius dari Malawi.

AB/ HP (afp/dpa/ap)