1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

131011 Porträt Friedenspreisträger

16 Oktober 2011

Ikatan Penerbit Buku Jerman ingin memberi simbol bagi gerakan demokrasi di Afrika Utara dan 16 Oktober ini menganugerahkan penghargaan kepada penulis Aljazair, Boualem Sansal

https://p.dw.com/p/12suX
Foto: dapd

Penghargaan itu bernilai 25.000 Euro, tapi yang lebih penting lagi adalah penghormatan serta perhatian yang didapat melalui Penghargaan Perdamaian yang diberikan oleh Ikatan Penerbit Jerman. Ini terlihat dalam komentar media internasional. Menurut penulis Aljazair Boualem Sansal, media Perancis bertubi-tubi menyambut berita yang baru bocor itu. Sementara reaksi di negaranya sendiri relatif dingin.

Setelah terpilihnya Boualem Sansal oleh Ikatan Penerbit di Jerman diumumkan 9 Juni lalu, di Aljazair beritanya baru terbit tiga hari kemudian. Hal itu dilaporkan dalam kolom dibawah rubrik cuaca sebuah harian lokal berbahasa Perancis, dalam dua baris kalimat singkat. Sedangkan di harian Liberte yang juga berbahasa Perancis, ada juga artikel setengah halaman mengenainya. Namun menurut Sansal tidak ditulis oleh seorang jurnalis. Selebihnya bungkam dan sepi.

Merefleksi Perkembangan Aljazair

Boualem Sansal berulang kali menghadapi kebungkaman di Aljazair. Sejak awal karirnya sebagai penulis di tahun 1999, Sansal yang ketika itu berusia 50 tahun, sudah terkenal sebagai menejer dan konsultan kenamaan. Sebelumnya, pria yang lahir di desa kecil ini mendalami studi tehnik mesin dan ekonomi. Dari sektor swasta, karirnya melejit sebagai konsultan di Kementrian Perdagangan Aljazair dan di tahun 1996, ia diangkat sebagai Dirjen Kementrian untuk Industri dan Restrukturisasi.

Pada masa itu di Aljazair masih berkobar perang saudara yang menewaskan lebih dari 200.000 ribu orang. Arabisasi sudah mulai meluas dan baik Dinas Rahasia maupun pasukan keamanan Aljazair kerap mempraktekkan penganiayaan dan penghilangan orang. Agar bisa memahami peristiwa-peristiwa yang terus merebak di sekitarnya, Boualem Sansal mulai menulis.

Buchcover Boualem Sansal: Der Schwur der Barbaren
"Le serment des Barbares" terbit dalam bahasa Jerman

Dari kumpulam catatan dan refleksinya lahir naskah pertama, yang ditulis dalam bahasa Perancis "Le serment des Barbares" atau "Sumpah Seorang Barbar", diterbitkan 1999 oleh Penerbit Paris Gallimard tanpa menggunakan nama samaran.

"Bila memang aktif, maka seharusnya tidak ditutup-tutupi dengan memakai nama samaran karena akan menjadi tidak masuk akal. Pesannya menjadi sulit dipercaya, karena bisa disangka petugas intel yang sebenarnya menulis itu. Atau ada orang yang ingin memanipulasi keadaan. Itulah sebabnya saya mengatakan kepada Gallimard untuk menerbitkan buku itu dengan nama saya sendiri. Kita bisa melihat apa yang terjadi dan belajar mengatasinya“, begitu ungkap Sansal.

Dihargai Internasional, dilarang di dalam negeri

Secara internasional, karya yang membongkar tradisi masyarakat Aljazair itu menerima sejumlah penghargaan sastra. Namun di dalam negeri, Boualem Sansal dikritik keras oleh kubu nasionalis Arab dan kaum fundamentalis Islam. 2003, ia bahkan dilengserkan dari jabatannya di Aljazair.

Bagi pembaca Jerman, Boualem Sansal 2009 dikenal untuk novelnya, "Desa Orang-orang Jerman". Dalam cerita yang bergulir setelah Perang Dunia ke-Dua itu, ia bercerita tentang seorang Nazi Jerman yang menghilangkan jejaknya dengan bergabung dalam pasukan pembebasan Aljazair. Buku yang di luar negeri mendapat sambutan ini, dilarang di Aljazair.

Berbeda dengan banyak intelektual yang menetap di Perancis, Sansal tidak pindah ke luar negeri. Ia memilih tinggal di Aljazair agar bisa betul-betul melibatkan diri. Tahun 2006, Sansal menuntut agar negaranya membangun demokrasi yang bisa menerima visi pencerahan sebuah masyarakat global. Sejak itu semua karyanya dilarang di Aljazair.

Kritik Terhadap Status-Quo Afrika Utara

Februari lalu, Boualem Sansal menulis bahwa masa transisi menuju demokrasi sudah bergolak sejak 1988 dan hingga kini sistem kekuasaan sudah terkonsolidasi dengan kokoh. Ungkapnya sinis, status- quo telah menemukan solusi manis. Bouteflika merupakan diktator dan Tuhan secara bersamaan di Aljazair. Tapi juga di Tunisia dan Mesir, banyak kalangan hanya menginginkan seorang diktator yang lebih baik, yang bisa mengakhiri gerakan protes dan bisa menipu rakyat agar percaya bahwa transformasi menuju demokrasi telah berhasil.

Boualem Sansal Schriftsteller Algerien
Foto: picture alliance/dpa

„Untuk meraih demokrasi tidak cukup dengan hanya mengusir si diktator. Seluruh sistem harus dirombak. Peran Islam, peran perempuan merupakan isu yang perlu dibahas kembali. Tapi kita tak dapat melakukannya, karena bila seseorang mengritik Islam sedikit saja, maka ia akan dibunuh.“

Boualem Sansal adalah lelaki berani yang melawan rasa ketakutan. Ia melontarkan pertanyaan mengenai hal-hal yang tak boleh ditanya. Ia menuntut pengertian Islam yang moderat dan kontekstual sesuai jaman. Ia berharap bahwa di Aljazair, Tunisia dan Mesir, orang-orang akan terbebaskan dari ketakutan dan membangun demokrasi yang riil. Juga dengan dukungan dunia Barat, yang selalu harus mampu membebaskan diri dari kebohongan yang dicitrakan para diktator.

Silke Bartlick / Edith Koesoemawiria
Editor: Andy Budiman