1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Pengkudeta di Mali Setujui Alih Kekuasaan

7 April 2012

Junta militer pelaku kudeta di Mali, setuju alihkan kekuasaan kepada pemerintahan transisi dan menggelar pemilu dalam waktu dekat. Sementara pernyataan kemerdekaan pemberontak Tuareg dikritik internasional.

https://p.dw.com/p/14ZCM
Mali's junta leader Captain Amadou Sanogo speaks during a new news conference at his headquarters in Kati April 3, 2012. REUTERS/Luc Gnago (MALI - Tags: POLITICS MILITARY)
Pemimpin kudeta Amadou Haya Sanogo di KatiFoto: Reuters

Beberapa jam setelah pernyataan kemerdekaan pemberontak Tuareg di utara Mali, junta militer di Mali, lewat sebuah perjanjian dengan Perhimpunan Ekonomi Afrika Barat (ECOWAS), menyetujui pengalihan kekuasaan. Pimpinan kudeta Amadou Sanogo menandatangani perjanjian itu bersama dengan mediator ECOWAS Jibrill Bassolé, menteri luar negeri Burkina Faso. Penandatanganan perjanjian itu dilakukan Jumat (06/04) di markas besar pelaku kudeta di Kati, tidak jauh dari ibukota Mali, Bamako.

Menurut perjanjian tersebut ketua parlemen Diouncounda Traore mengambil alih jabatan presiden transisi. Dalam waktu 40 hari Traore diwajibkan menggelar pemilihan parlemen. Selain itu perjanjian tersebut juga memberikan amnesti bagi para tentara yang melakukan kudeta tanggal 22 Maret lalu, yang menyingkirkan Presiden Amadou Toumani Touré. Sebagai imbalan Perhimpunan Ekonomi Negara-Negara Afrika Barat ECOWAS akan mencabut sanksi yang dijatuhkannya terhadap Mali pasca kudeta tersebut.

Malian junta soldiers patrol in Kati, outside Bamako April 3 ,2012. REUTERS/Luc Gnago (MALI - Tags: MILITARY POLITICS)
Patroli pengkudeta Mali di KatiFoto: Reuters

Vakum Kekuasaan Dimanfaatkan Pemberontak Tuareg

Sekelompok tentara yang memberontak Kamis (22/03) melakukan kudeta dan menggulingkan Presiden Mali Amadou Toumani Touré. Mereka menuduh Presiden Touré kurang berupaya dalam mengatasi pemberontak Tuareg di utara Mali. Tapi karena kosongnya kekuasaan pasca kudeta, pemberontak Tuareg yang menyebut dirinya Gerakan Pembebasan Nasional Azawad (MNLA) dan mitranya kelompok islamis, dalam beberapa hari berhasil menguasai sebagian besar kawasan di utara Mali.

Ein Tuareg-Rebell mit seinem Satelliten-Telefon; Nordmali am 15.02.2012. Nach dem Sturz von Gaddafi in Libyen ist der Bürgerkrieg in Mali zwischen Tuareg-Rebellen und den Regierungstruppen eskaliert. Fast 130.000 Menschen befinden sich laut UN auf der Flucht. Rund die Hälfte flüchtete ins Ausland, die andere Hälfte sind Binnenflüchtlinge. Durch die bestehende Nahrungsmittelknappheit in der Sahelzone droht eine humanitäre Katastrophe.
Pemberontak Tuareg di MaliFoto: picture alliance/Ferhat Bouda

Jumat (06/04) pagi, MNLA secara sepihak menyatakan kemerdekaan kawasan Azawad. Azawad meliputi kawasan pemukiman tradisional Tuareg di utara Mali serta sebagian kawasan di Aljazair dan Niger. Namun Uni Afrika, Uni Eropa dan Amerika Serikat segera menolak proklamasi kemerdekaan MNLA untuk negara Azawad tersebut.

Dyan Kostermans/afp/dpa