1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Penjualan Senjata Jerman ke Timur Tengah

Diana Hodali18 Februari 2013

Kawasan Timur Tengah adalah salah satu kawasan dengan tingkat militerisasi paling tinggi. Jerman menjadi salah satu pemasok senjata dan tampaknya tidak selalu memperhatikan situasi hak asasi manusia.

https://p.dw.com/p/17gOs
Protest di Berlin menentang ekspor senjata (06.07.11)
Protest di Berlin menentang ekspor senjataFoto: dapd

Arab Saudi ingin mengimpor senjata dari Jerman. Pihak oposisi di Jerman menyuarakan kritik lantang, sementara kanselir Angela Merkel diam saja. Itu situasi bulan Desember 2012. Ketika itu, Arab Saudi menyatakan tertarik pada panser-panser Jerman, antara lain panser tempur tipe Leopard 2 dan tipe Boxer. Baru-baru ini kritik kembali muncul, karena Arab Saudi ingin membeli kapal patroli dari Jerman senilai 1,5 miliar Euro.

Media-media di Jerman memberitakan, penjualan kapal patroli itu sudah dibahas dalam rapat Dewan Keamanan Jerman dan sudah disetujui. Tapi pemerintah Jerman menolak memberi informasi tentang rencana penjualan kapal patroli tersebut, dengan alasan, transaksi senjata yang sedang berjalan adalah keputusan rahasia dan selalu dipublikasikan belakangan dalam sebuah laporan tahunan.

Menurut laporan tahunan tentang penjualan senjata, pada tahun 2011 Arab Saudi atau Saudi Arabia berada di peringkat 12 negara-negara pembeli senjata dari Jerman, dengan nilai transaksi mencapai 1,3 miliar Euro.

Stabilitas vs Hak Asasi Manusia

Jerman tidak hanya menjual senjata ke Arab Saudi, melainkan juga ke negara-negara lain di Timur Tengah seperti Uni Emirat Arab, Qatar, Kuwait, Irak, Yordania, Aljazair dan Israel. Menurut Indeks Militerisasi Global, GMI, kawasan Timur Tengah saat ini merupakan salah satu kawasan dengan tingkat militeririsasi paling tinggi di dunia.

Kendaraan Panser jenis Boxer
Kendaraan Panser jenis BoxerFoto: dapd

Pengamat persenjataan Christian Mölling dari Stiftung Wissenschaft und Politik, SWP di Berlin, menerangkan dalam pembicaraan dengan DW: "Di Timur Tengah memang harus dibeda-bedakan, kepada siapa senjata dijual. Negara seperti Uni Emirat Arab misalnya dilihat sebagai negara yang relatif stabil.”

Pemerintah Jerman menyebut Saudi Arabia sebagai faktor stabilitas di kawasannya. Namun pemerintah mengakui, memang ada perbedaan pandangan dalam soal hak asasi manusia. Tema ini secara rutin dibicarakan dalam dialog dengan Saudi Arabia, demikian ditegaskan Menteri Luar Negeri Jerman Guido Westerwelle.

”Kelihatannya, pemerintah Jerman memang mengambil resiko dan memasok senjata ke negara-negara yang kondisi hak asasi manusianya buruk atau kurang baik”, kata Jan Grebe dari lembaga penelitian Bonn International Center for Conversion, BICC. Ia menambahkan, pemerintah Jerman belum memberi argumen meyakinkan, mengapa ekspor senjata didahulukan dan situasi hak asasi manusia kurang diperhatikan. Tahun 2011, Saudi Arabia mengirim panser dan tentara ke negara tetangga Bahrain untuk membantu penguasa di sana menekan aksi protes masyarakat.

Negara Sahabat Diberi Senjata?

Saudi Arabia sampai saat ini memang luput dari aksi protes yang melanda negara-negara lain dalam proses yang disebut Revolusi Arab. Tapi negara itu tetap ingin berjaga-jaga dan memiliki kapasitas untuk menekan setiap pemberontakan. Ada juga spekulasi bahwa Saudi Arabia sedang mempersenjatai diri untuk menghadapi ancaman dari Iran. ”Banyak negara di kawasan ini berpendapat, Iran adalah ancaman besar. Tapi ini tidak berarti bahwa Jerman harus ikut mempersenjatai negara-negara di sana,” kata Jan Grebe dari BICC. Pemerintah Jerman sebaiknya mengandalkan proses pengawasan dan pengurangan senjata,serta mendukung kebijakan-kebijakan untuk meningkatkan saling percaya.

Tahun yang lalu, Presiden Mesir Mohammed Morsi memesan kapal selam dari Jerman. Ketika muncul protes dari Israel, Jerman berjanji kepada Israel akan menghentikan pengiriman kapal selam ke Mesir, jika Mesir bersikap ”bermusuhan” terhadap Israel. Tetapi Jerman juga menjual kapal selam kepada Israel. Kapal-kapal selam ini bisa dilengkapi dengan senjata nuklir. ”Ini adalah kontribusi untuk stabilitas Israel. Negara itu mendapat perlengkapan sehingga setiap saat bisa mempertahankan diri,” kata Christian Mölling dari SWP.

Bantuan Untuk Perusahaan Senjata?

Patut dipertanyakan, apakah penambahan senjata bisa membantu meningkatkan stabilitas di satu kawasan. Tidak ada bukti bahwa stabilitas bisa dicapai dengan menambah senjata, kata peneliti senjata Jan Grebe dari BICC. ”Persenjataan adalah barang yang tahan lama. Tidak ada yang tahu hari ini, bagaimana konstelasi politik di masa depan, dan siapa yang akan memegang senjata-senjata ini.”

Ketua fraksi Partai Hijau Jürgen Trittin (Foto vom 12.07.12).
Ketua fraksi Partai Hijau Jürgen TrittinFoto: dapd

Karena itu, oposisi di Jerman menuntut dibuat undang-undang pengawasan perdagangan senjata. Ketua fraksi Partai Hijau, Jürgen Trittin mengusulkan agar dibuat undang-undang yang melarang ekspor senjata ke negara-negara ”yang mengancam keamanan negara kita dan mengancam hak asasi rakyatnya.” Tapi Trittin menambahkan, langkah ini bisa membuat industri senjata di Jerman marah. Karena industi senjata ingin meningkatkan ekspor senjata ke negara-negara di Timur Tengah.

Ekspor senjata ke luar Eropa belakangan memang meningkat. Ini terjadi karena di Eropa sendiri permintaan senjata turun. Banyak negara yang memperkecil militernya. Selain itu, negara-negara Eropa sedang menghadapi krisis ekonomi. Menurut Christian Mölling dari SWP, masih ada alasan lain mengapa ekspor senjata ke Timur Tengah meningkat: ”Ekspor senjata yang dilakukan Jerman sebenarnya punya tujuan agar Jerman tetap bisa memproduksi senjata untuk kebutuhan dalam negeri. ”Jika perusahaan-perusahaan senjata mendapat banyak keuntungan, mereka bisa terus memproduksi senjata di Jerman.” Pemerintah Jerman ingin agar teknologi militer yang canggih bisa tetap bertahan di Jerman.