1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Penyembuhan Luka Terbuka dengan Terapi Sel Punca

Agus Setiawan21 Juli 2011

Luka terbuka yang sulit disembuhkan, memaksa dilakukannya amputasi organ tubuh. Terapi dengan sel punca diharapkan dapat memicu penyembuhannya.

https://p.dw.com/p/120uQ
Sel punca yang memiliki potensi berkembang menjadi beragam sel organ tubuh.Foto: AP/Shinya Yamanaka, HO

Penyembuhan luka terbuka, khususnya pada penderita diabetes seringkali bermasalah. Prosesnya berlangsung lama atau bahkan lukanya tidak dapat sembuh. Jika lukanya sudah merusak jaringan pembuluh darah arteri pada kaki, dan menghambat aliran darah, seringkali harus dilakukan amputasi organ tubuh. Di Jerman saja setiap tahunnya dilakukan 30.000 operasi amputasi kaki akibat luka terbuka yang tidak dapat disembuhkan semacam itu.

Para dokter mengetahui, pasien yang menghadapi masalah penyembuhan luka, khususnya para penderita diabetes, tubuhnya tidak memiliki faktor penting penyembuh luka. Terutama sel punca yang aktif melakukan pembelahan diri. Sel-sel yang aktif ini berfungsi mengalirkan darah ke bagian tubuh yang luka, dan membentuk sel-sel kulit penutup luka. Selain itu, sel-sel punca yang aktif memproduksi faktor pertumbuhan, dimana dengan itu lukanya akan didorong cepat sembuh. Berdasarkan pengetahuan medis ini, para dokter berpikir, mengapa tidak merekayasa sel semacam itu untuk menyembuhkan luka?

Rekayasa sel punca

Kunci untuk itu ditemukan pada jaringan lemak. Citra negatif jaringan lemak sebagai beban yang tidak diperlukan tubuh, berubah drastis. Jaringan lemak diketahui mengandung 500 kali lebih banyak sel punca dibanding pada sum-sum tulang belakang. Sel punca yang disebut Mesenchymal ini amat aktif dan dapat membelah diri membentuk sel tipe lainnya. Misalnya sel dinding pembuluh darah atau sel kulit, yang amat penting bagi penyembuhan luka.       

Laborantinnen arbeiten mit Stammzellen
Aktivitas di laboratorium meneliti sel punca untuk kegunaan terapi medis.Foto: AP

Pimpinan pusat bedah plastik di rumah sakit universitas Regensburg, Professor Lukas Prantl menjelaskan : ”Sel-sel ini di satu sisi memiliki potensi sebagai sel yang belum matang, dan dapat berkembang ke stadium matang. Selnya membentuk pembuluh darah dan struktur tertentu. Hal ini tentu saja berlaku untuk lapisan permukaan pada luka atau Epidermis. Sel-sel ini secara keseluruhan berperan mengecilkan luka dan memicu penyembuhan secepatnya.“

Prof. Prantl menyedot sekitar 50 mililiter jaringan lemak dari tubuh seorang pasiennya. Pada hari itu juga, ia dapat memperoleh sekitar dua juta sel punca yang kemudian dicampur bahan pelarut dan diteteskan pada luka terbuka pada pasien yang sama.

”Dalam kerangka upaya penyembuhan, kami telah merawat sejumlah pasien yang tidak dapat lagi diobati dengan cara lainnya. Dan pada pasien semacam inilah kami melihat, dalam jangka waktu tiga bulan lukanya dapat menutup. Kami amat yakin, dapat meneruskan sukses ini, “ tutur Prantl.

Ujicoba serupa dengan sel punca untuk menyembuhkan luka terbuka, juga dilaksanakan di rumah sakit Franziskus di Berlin. Dr.Berthold Amman dari pusat riset pembuluh darah merupakan dokter spesialis, yang menangani pasien dengan gangguan aliran darah pada pembuluh darah kaki yang tersumbat.

“Jika tidak ada lagi darah mengalir, tidak ada pasokan oksigen, dan hal itu menyebabkan ujung saraf mendesak meminta oksigen. Pasien merasakannya sebagai rasa sakit. Kami sering melihat, pada jari kaki sudah terbentuk bagian berwarna hitam. Ini jaringan mati. Pada stadium lanjut, serangannya meliputi seluruh telapak kaki atau betis. Kita juga dapat melihat luka terbuka, kadang selebar telapak tangan, yang tidak menunjukan tendensi penyembuhan,“ jelas Amman.

Mencegah amputasi

kibat luka terbuka yang tidak dapat disembuhkan semacam itu, setiap tahunnya di Jerman dilakukan sekitar 30.000 operasi amputasi kaki. Kini Dr.Amman juga memanfaatkan sel punca, untuk memicu pembentukan jaringan pembuluh darah baru pada kaki, dan kembali mengaktifkan aliran darah. Mula-mula dari tulang punggung pasien, diambil darah dari jaringan sum-sum tulang belakang sekitar 250 mililiter. Setelah itu darahnya dimasukkan perangkat sentrifugal untuk memisahkan sel puncanya. Kemudian sel punca ini disuntikkan ke kaki pasien di sepanjang jaringan otot sebanyak 40 hingga 60 suntikan.

“Terlihat, pada pasien yang kami beri terapi sel punca sum-sum tulang belakang, terjadi penyembuhan luka lebih baik. Kami juga dapat mengukur aliran darah yang lebih baik. Kadar oksigen pada kaki pasien yang kami obati dengan sel punca, juga jauh lebih tinggi dibanding pada pasien yang diobati dengan larutan garam dapur, yakni injeksi plasebo,“ tutur Amman lebih lanjut.

Dalam kenyataannya sel-sel punca itu membentuk jaringan pembuluh darah baru pada kaki pasien. Penelitian di rumah sakit Franziskus di Berlin dimulai tiga bulan lalu dengan responden 94 orang pasien. Apakah dengan metode pengobatan sel punca itu, nantinya akan lebih sedikit pasien yang diamputasi kakinya, Dr. Berthold Amman baru dapat menunjukannya enam bulan lagi.

Akan tetapi, pengobatan dengan injeksi sel punca pada kasus luka terbuka yang sulit disembuhkan karena sudah merusak jaringan pembuluh darah, menunjukan harapan cukup cerah. Dalam pertemuan tahunan para dokter ahli penyakit jantung dan riset riset peredaran darah belum lama ini di Mannheim, dipresentasikan hasil penelitian tim peneliti dari Berlin, Karlsbad dan Trier dengan terapi injeksi sel punca tsb. Separuh dari 94 responden menunjukkan khasiat terapi sel punca tsb. Dari 47 pasien yang diobati dengan sel punca, hanya 12 persen yang harus diamputasi bagian kaki hingga pergelangan. Sementara di kelompok pembanding, jumlah yang diamputasi dua kali lipatnya yakni 24 persen. Melihat potensi penyembuhan luka terbuka dan menurunnya persentase pasien yang diamputasi, para dokter menyatakan akan terus melanjutkan riset dalam bidang terapi sel punca tsb, untuk meningkatkan efektitas penyembuhan dan mengurangi kasus amputasi. 

Michael /Engel/Agus Setiawan

Editor : Aanggatira Gollmer