1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Perdagangan Bebas Tidak Lebih Penting

16 Juli 2012

Anggota Parlemen Eropa desak perbaikan situasi HAM di India dan Kashmir, berkaitan dengan kesepakatan perdagangan bebas yang akan ditandatangani.

https://p.dw.com/p/15Ya7
A masked Kashmiri protester signals to fellow protesters as they block the road during a protest against the arrest of youths, on the outskirts of Srinagar, India, Wednesday, Sept. 29, 2010. Since June, Kashmir has been rocked by violent anti-government protests and the subsequent crackdowns by security forces that have killed more than 100 people. (AP Photo/Dar Yasin)
Indien Kaschmir GewaltFoto: picture-alliance/dpa

Bagi anggota Parlemen Eropa asal Inggris, Phil Bennion tidak ada keraguan lagi. Kesepakatan perdagangan dengan Inda tidak boleh ditandatangani tergesa-gesa. Sebaliknya, Eropa harus menggunakannya untuk mendesak perbaikan situasi HAM. Bennion mengatakan, "Saya tahu, banyak orang berpendapat, perdagangan dan HAM harus dipisah sepenuhnya." Ia tidak sependapat. "Kita bukan kekuatan militer, melainkan kekuatan ekonomi. Itulah pengaruh yang bisa kita gunakan,“ demikian dijelaskan Bennion.

Sudah sejak lama antara Uni Eropa dan India diupayakan kesepakatan perdagangan bebas. Jika tercapai, sekitar 1,8 milyar orang di India dan Uni Eropa menjadi bagian kesepakatan itu. Tetapi walaupun KTT sudah diadakan Februari lalu, perundingan belum tuntas. Menurut Komisi Eropa, kesepakatan mungkin akan tercapai beberapa bulan mendatang. Tetapi batu sandungan masih ada.

Phil Bennion, EU-Parlamentarier aus Großbritannien; Copyright: Hoegen
Phil BennionFoto: Hoegen

HAM Lebih Penting daripada Perdagangan Bebas

Termasuk di antaranya hak-hak petani kecil dan pedagang kecil India. Komisi Eropa khawatir, perusahaan Eropa dengan produk-produk murah mendesak masuk pasar India dan mengancam eksistensi produsen lokal. Sejumlah organisasi HAM bahkan menuduh Uni Eropa hendak melanggar hak manusia atas bahan pangan lewat kesepakatan tersebut. Sebaliknya, sekelompok kecil anggota Parlamen Eropa menuntut agar situasi HAM di India diperbaiki terlebih dahulu, sebelum kesepakatan perdagangan ditandatangani.

Phil Bennion termasuk dalam kelompok itu. Ia dan rekan-rekannya mendasari tuntutan pada laporan tentang berbagai negara, bagi Universal Periodic Review Verfahren (UPR) pada Dewan HAM PBB di Jenewa. UPR adalah sistem yang harus digunakan pemerintah untuk menguji situasi HAM di negaranya, setiap empat tahun sekali. India sudah pernah melalui UPR tahun 2008. Sejak saat itu, situasi HAM tidak membaik. Demikian argumentasi anggota Parlemen Eropa.

India's Prime Minister Manmohan Singh (C) shakes hands with European Commission President Jose Manuel Barroso (R) as European Council President Herman Van Rompuy watches, before their meeting during the EU-India summit in New Delhi February 10, 2012. India and the European Union (EU) have made "substantial progress" towards concluding a free trade deal, Rompuy said at an EU-India summit in New Delhi on Friday. REUTERS/B Mathur (INDIA)
KTT Uni Eropa-India di New Delhi, 10 Februari 2012. Kepala Dewan Eropa Herman van Rompuy (kiri), PM India Manmohan Singh (tengah) dan Kepala Komisi Eropa José Manuel BarrosoFoto: Reuters

2008 India telah berjanji akan menandatangani perjanjian anti penyiksaan dari PBB. Tetapi sampai sekarang negara itu masih melaksanakan hukuman mati. Penculikan, penangkapan tak beralasan, penyiksaan, pelecehan seksual. Semua itu masih sangat sering terjadi di India. Demikian keluhan organisasi HAM. Paling dramatis situasi di daerah Kashmir, yang dipertikaikan antara India dan Pakistan. Sejak 2008 di Kashmir ditemukan banyak kuburan massal. Itu juga dikeluhkan Profesor Nazir Ahmad Shawl, kepala "Kashmir Centres" di London. Menurut informasinya, beberapa waktu lalu 2.000 kuburan massal baru ditemukan. Sehingga jumlahnya ksekarang meningkat menjadi 6.000.

Eropa Harus Menekan

Oleh sebab itu, Profesor Nazir Ahmad Shawl menyerukan kepada Uni Eropa, untuk mendesak perbaikan situasi HAM di India dan Kashmir. Itu tidak bisa diabaikan. "Jika kita menginginkan proses perdamaian di kawasan India, pelanggaran HAM harus dihentikan,“ demikian Shawl.

In this July 19, 2011 photo, Indian army soldiers return after a training session at the Siachen base camp, in Indian Kashmir on the border with Pakistan. The nuclear-armed South Asian nations have competing territorial claims to Siachen, often dubbed the world's highest battlefield, and troops have been locked in a standoff there at an altitude of up to 20,000 feet (6,100-meter) since 1984, when Indian forces occupied the glacier. Indian and Pakistani foreign secretaries held talks Tuesday against the backdrop of a recent terror attack that killed 20 people in India's financial capital, ahead of the countries' foreign ministers meet Wednesday. (AP Photo/Channi Anand)
Tentara India kembali dari pelatihan di Siachen, Kashmir (19/07/2011)Foto: dapd

Tuduhan, bahwa "Kashmir Centre" terutama dikendalikan dari Pakistan sehingga berpandangan subyektif ditampik institut tersebut. "Kashmir Centre", yang sejak 10 tahun lalu juga memiliki wakil di Brussel, bekerja secara independen dan mengusahakan hak warga Kashmir untuk menentukan nasib sendiri, dijelasan Shawl. Kelompok anggota Parlemen Eropa yang menuntut perbaikan situasi HAM juga membenarkan kebebasan institusi tersebut.

Menurut Shawl dan anggota Parlemen Eropa Phil Bennion, yang bertanggungjawab atas kekerasan di Kashmir terutama militer India. Lebih-lebih undang-undang keamanan yang berlaku sekarang kerap dijadikan alasan untuk melanggar HAM. Menurut keterangan Bennion, tentara yang menembak mati teroris bahkan mendapat hadiah. Tahun 2010, sekitar 120 orang di Kashmir dibunuh, hanya karena mereka memprotes pendudukan India.

India Harus Berubah

Pencabutan batas-batas keamanan dan hukuman mati, ratifikasi konvensi anti penyiksaan PBB dan pengakuan hak menentukan nasib sendiri bagi warga Kashmir. Demikian tuntutan Bennion dan anggota Parlemen Eropa lainnya kepada India.

Frank Schwalba-Hoth, politischer Berater; Copyright Hoegen
Frank Schwalba-HothFoto: Hoegen

Mantan anggota Parlemen Eropa Frank Schwalba-Hoth, telah lama menuntut perbaikan situasi HAM di India dan Kashmir. Pria Jerman itu berpendapat, bagi India perbaikan situasi HAM punya dampak baik lain bagi India. "India ingin menampilkan diri di panggung internasional bersama Rusia, Cina dan Brasil," demikian Schwalba-Hoth. Berita tentang pelanggaran HAM hanya akan mengganggu citra India.

Monika Hoegen / Marjory Linardy

Editor: Ayu Purwaningsih