1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

151209 20 Jahre Wende

15 Desember 2009

Demokrasi di Polandia dimulai diawal tahun 1980an, di gelanggang kapal Lenin. Lech Walesa memimpin gerakan buruh Solidarnosc yang berlanjut sampai runtuhnya komunis di Polandia.

https://p.dw.com/p/L38u
Lech Walesa dan pendukungnya dalam sebuah aksi demonstrasi tahun 1980Foto: picture-alliance/ dpa/dpaweb

Mulai jatuhnya komunisme di Eropa adalah sewaktu berdirinya Solidarnosc, gerakan buruh mandiri pertama di blok timur. Lech Walesa, tukang listrik di galangan kapal Leninwerft, pemimpin aksi pemogokan terbesar di blok timur dan mantan presiden Polandia, memandang kembali ke masa lalu

”Baru di tahun 1980 kita berhasil mempersatukan semua kelompok sosial dalam aksi pemogokan pekerja gelanggang kapal. Ini bahkan mendapat dukungan dari luar negeri. Dan kami dapat berkata kepada kaum komunis: Kalian selalu membohongi kami, kamilah kaum mayoritas dan kami tidak mau kalian lagi! Setelah pukulan ini mereka tidak bisa berbuat apa-apa.”

Inilah kemenangan pertama melawan komunisme dan setelah ini komunisme tidak dapat meraih kesuksesan seperti sebelumnya. Lech Walesa dan sekitar 80 persen warga Polandia yakin, bahwa perjalanan ziarah pertama Paus Johannes Paul II asal Polandia mempunyai pengaruh langsung atas pendirian Solidarnosc dan runtuhnya sistem komunis. Paus memberikan dukungan dan harapan untuk menyebarkan sikap solidarisme lewat gerakan Solidarnosc. Demikian cerita Walesa.

Penerapan hukum perang di Polandia tanggal 31 Desember 1981 dan satu tahun meringkuk di kamp tahanan membuat Lech Walesa sangat yakin, komunisme pasti akan jatuh.

”Di kamp tahanan saya berkata – dan ini juga bisa dibaca di arsip: Kami adalah pemenangnya! Ini akan membawa kalian, para komunis, ke peti mati. Saya yakin, gerakan yang kuat seperti ini tidak dapat dibendung dengan mudah. Ini hanya masalah waktu dan pasti ada hantaman-hantaman balik yang kecil. Tetapi saya tidak pernah ragu akan kemenangan kami walau sedetikpun.“

Keyakinan ini juga diperkuat oleh penghargaan Nobel perdamaian bagi Lech Walesa di tahun 1983. Hadiahnya diterima oleh istri dan anaknya di Stockholm karena Walesa sendiri tidak mau meninggalkan Polandia. Bagi Walesa, penghargaan Nobel ini merupakan angin segar bagi Solidarnosc dan mereka dapat menyetir kemenangannya.

Ketika pemerintahan Jaruzelski menunjukkan kesiapan berkompromi dan meminta Walesa untuk menghentikan aksi pemogokan, kedua pihak memutuskan untuk berunding. Sang pemimpin gerakan buruh ini yakin, ia semakin mendekati tujuannya.

”Saya hanya percaya dan memperjuangkan satu hal dan saya hanya tertarik dengan satu hal, yaitu: tidak ada kebebasan tanpa Solidarnosc! Saya mau agar gerakan ini kembali semangat sampai komunisme runtuh. Memang saya juga berkompromi. Tidak mungkin kalau tidak begitu.”

Akhirnya para penguasa sadar, bahwa mereka tidak akan bisa membuat dobrakan di masyarakat, jika mereka menolak Solidarnosc dan mengacuhkan Walesa. Solidarnosc diberi sedikit suara di pemerintahan. Dan ini digunakan Walesa untuk membangun kekuatan tambahan untuk menjatuhkan komunisme.

Jika Walesa sekarang melihat kurun waktu 20 tahun sejak jatuhnya komunisme di Polandia, ia tidak punya keraguan, bahwa perjuangannya tidak sia-sia.

”Perjuangannya sepadan. Kalau saya diberikan kesempatan lagi, maka saya akan berbuat hal yang sama. Saya sendiri tidak pernah berpikir, bahwa Polandia akan menjadi negara bebas pada masa hidup saya, bahwa kita akan kembali memenangkan apa yang tidak bisa dinikmati generasi-generasi sebelum ini dan bahwa kita dapat membebaskan Polandia dari Uni Soviet dan perbudakan. Tetapi semua ini menjadi kenyataan dimana saya memainkan peranan. Saya cuma bisa bahagia atas perkembangan dan kemenangan yang kita peroleh.”

Barbara Cöllen / Anggatira Rinaldi

Editor: Asril Ridwan