1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Perjuangkan HAM Lewat Seni

7 September 2012

Tangsi militer Dossin di Belgia adalah tempat dikumpulkannya kaum Yahudi dan gypsi di zaman rezim Nazi. Kini tangsi itu menjadi bagian dari pameran seni internasional tentang HAM.

https://p.dw.com/p/1658z
Foto: Sabine Oelze

Sekarang museum ini masih kosong. Bangunan baru akan diresmikan November 2012. Pameran ini rencananya menampilkan bentuk baru ingatan. Ingatan yang tidak hanya mengenai masa lalu, tapi juga melihat ke depan.

Kota Mechelen di Belgia ingin merayakan pentingnya hak asasi manusia. Kota ini bekerja sama dengan Amnesty International dan Human Rights Watch dalam menggelar pameran internasional "Newtopia: The State of Human Rights". 70 seniman internasional menunjukkan karya mereka yang berkaitan dengan HAM dan cara negara yang berbeda-beda menangani masalah HAM.

Masa lalu yang kelam

Tahun 1942-1944 lebih dari 25.000 kaum Yahudi, Sinti dan Roma dari Brussel dan Antwerpen ditahan di tangsi militer Dossin. Disana mereka menunggu giliran naik kereta api ke Auschwitz-Birkenau.

"Setelah tiba di Auschwitz, kebanyakan tidak mendapat nomor registrasi. Mereka diperlakukan seperti binatang dan tidak lama kemudian dibunuh di kamar gas", kata Herman van Goethem. Ia calon kurator museum HAM dan mendirikan monumen peringatan di bekas tangsi Dossin.

Bisa dilihat sebagian kecil dokumen peninggalan 8000 kaum Yahudi. Ijazah, surat, buku harian, mainan anak. Seorang pimpinan tempat penampungan lah yang memerintahkan untuk tidak membuangnya. Pameran ini memberikan wajah bagi para korban pembunuhan massal.

Kunst und Menschenrechte
Surat peninggalan kaum Yahudi di tangsi militer DossinFoto: Sabine Oelze

Museum ini sebuah eksperimen. Tujuannya, tidak hanya menjelaskan Holocaust, melainkan juga pentingnya hak asasi manusia sekarang ini. Hampir tidak ada tema yang lebih dibicarakan dari HAM. Setelah revolusi di negara-negara Arab, tidak hanya konstitusi demokrasi yang perlu diperkuat, melainkan juga semangat demokrasi.

Cara seniman memandang HAM

Menurut organisasi seperti Amnesty International dan Human Rights Watch, 91 negara melanggar hak asasi manusia. Ada 70 seniman menampilkan karyanya pada pameran "Newtopia".

Kurator Katerina Gregos ingin mengupas seluruh tema HAM. Setengah dari peserta pameran tidak berasal dari negara barat. Antara lain dari Cina, Rusia, atau negara-negara Arab. Ali Ferzat adalah salah satu penggambar paling terkenal di dunia Arab. Di kampung halamannya Suriah, ia menjadi korban pelanggaran HAM. Karena ia dianggap 'membahayakan' rezim Assad, sebagai 'peringatan' pasukan keamanan mematahkan jemarinya.

Kunst und Menschenrechte
Keberanian karikatur Ali Ferzat yang harus dibayarnya dengan jari patahFoto: Sabine Oelze

Seni melawan represi dan pengucilan

Taysir Batniji adalah warga Palestina yang lahir di Jalur Gaza. Ia tidak bisa kembali ke kampung halamannya di Tepi Barat. Untuk bisa mengangkat situasi permanen pendudukan, ia menugaskan seorang fotograf untuk memotret menara pengawas Israel di wilayah Palestina. Batniji juga memotret rumah-rumah yang hancur dalam serangan militer Israel ke Jalur Gaza tahun 2008-2009 dan tidak dibangun kembali. Pameran ini penuh dengan sinisme, Batniji mengakui.

"Hot Spot", begitu Mona Hatoum menyebut bola yang dibuat dari jaring baja. Bola diselimuti kawat neon berwarna merah menyala dan diletakkan begitu saja di atas lantai. Lambang bencana dan konflik yang tengah terjadi di dunia. Nikita Kadan dari Ukraina melukiskan metode penyiksaan di tempat kelahirannya pada porselen.

Kunst und Menschenrechte
Bola bencana dan konflik dunia karya Mona HatoumFoto: Sabine Oelze

Eropa dan masalah HAM

Seniman asal Berlin Thomas Locher meneliti pada lukisan dindingnya, apakah konvensi HAM masih bisa berfungsi dimana-mana. Termasuk negara yang tidak memiliki sistem hukum seperti di barat.

Thomas Kilpper mengingat drama pengungsi yang terjadi di pulau Lampedusa. Ia mencoba membangun mercusuar, sebagai simbol penerangan yang bisa membantu orientasi para pengungsi.

Tema hak asasi manusia cenderung meninggalkan citra yang buruk di masyarakat. Ini juga terlihat pada pameran tersebut.

Sabine Oelze / Vidi Legowo-Zipperer

Editor: Hendra Pasuhuk