1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Perlindungan Iklim Makin Loyo

21 Desember 2014

Dewan Iklim PBB melansir laporan baru situasi iklim dunia, serta tuntutan agar mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fossil. Tujuannya meredam dampak negatif pemanasan global. Tajuk Irene Quaile.

https://p.dw.com/p/1DgSs
RWE-Braunkohlekraftwerk bei Bergheim
Foto: picture alliance/dpa

Jarang rincian laporan iklim yang pada intinya tidak mengandung hal-hal baru, didiskusikan secara intensif. Titik pokoknya terletak pada formulasi laporan. Yakni ketajaman dan desakan, agar pengetahuan menyangkut penyebab dan dampak pemanasan global, hendaknya diterjemahkan dalam tindakan mendesak yang konkritk.

Dan itu dalam sebuah dokumen ringkas, yang harus menjadi landasan bagi perundingan para pimpinan pemerintahan sedunia, dalam pengambilan keputusan sebuah kesepakatan iklim global yang baru.

Kesimpulan ilmiah terpadu mengenai perubahan iklim, menepis keraguan bahwa pemanasan global sudah berlangsung, bahwa hal itu dipicu aktivitas manusia, dan fenomena itu sekarang ini sudah menimbulkan konsekuensi berbahaya.

Juga diketahui, bahwa tren kenaikan temperatur global kemungkinan bersifat permanen. Laporan Dewan Iklim PBB-IPPC menyebutkan, dampak serius dan permanen bagi manusia dan ekosistem.

Walau begitu, negara-negara yang memiliki cadangan minyak bumi amat besar, terus berusaha mengurangi keseriusan dan ketegasan pernyataan IPCC. Dan itu menunjukkan masalah utama. Yakni ketergantungan terhadap bahan bakar fossil, sekaligus kekuatan ekonomi minyak bumi dan batubara.

Target Dewan Iklim juga sudah jelas. Harusnya penurunan emisi gas rumah kaca sudah mencapai titik maksimalnya pada tahun 2020, dengan syarat, jika perubahan iklim dihambat lewat kerangka yang bisa diterima semua pihak. Tapi, kesepakatan semacam itu nyaris mustahil tercapai.

Deutsche Welle Irene Quaile-Kersken
Irene Quaile redaktur lingkungan DW.Foto: DW

Hingga 2050 seharusnya kuota terbesar pemenuhan kebutuhan listrik sedunia, sudah ditutup lewat energi terbarukan. Nyatanya, dunia masih amat jauh dari target itu. Tapi diskusi panas terkait formulasi dan pilihan kata-kata dalam dokumen IPCC, menunjukan betapa sulit dan rumitnya mencapai sasaran ini.

Tapi, melanjutkan kiprah seperti saat ini, juga bukan opsi cerdas. Karena hal ini akan memicu kenaikan temperatur hingga 4 derajat Celsius. Dampaknya, cuaca buruk ekstrim, kekeringan, banjir serta potensi konflik akan makin meningkat.

Artinya, semua negara harus menyepakati sebuah kesepakatan ikilm yang baru, yang menjamin reformasi energi serta ditaatinya sasaran iklim. Terutama negara industri maju yang harus mengubah sikap. Juga kelompok negara terpenting dan paling berpengaruh harus menerima tema ini sebagai topik penting politik dan ekonomi. Semua harus menyadari, bahwa generasi saat ini berutang kepada bumi dan kepada generasi mendatang.