1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Penyelundupan Satwa Langka ke Eropa Masih Tinggi

18 Agustus 2016

Eksotis, warna-warni dan langka. Reptil langka jadi buruan di habitatnya, karena banyak calon pembeli yang menunggu di Eropa. Mereka ingin punya satwa langka di rumahnya sebagai dekorasi.

https://p.dw.com/p/1Jkta
Seltene Reptilien Blauer Baumwaran Varanus Macraei
Foto: picture-alliance/dpa/Sunbird Images

Masih banyak celah hukum dan kebijakan yang simpang siur dalam perlindungan satwa langka. Penyelundupan dan korupsi mengancam eksistensi banyak spesies di negara-negara berkembang.

Peneliti dari Leipzig Helmholtz Centre di Jerman menunjuk pada peta besar di kantornya.

"Di sini, hanya di pulau kecil ini, ada biawak pohon biru", kata ahli biologi Mark Auliya.

Nama tempatnya Pulau Batanta, di Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat. Di peta, pulau itu sangat kecil, sampai tertutup ujung jari Mark. Dia sangat prihatin dengan masa depan Biawak Pohon Biru (varanus macraei) ini, yang baru dideskripsikan secara ilmiah sekitar 15 tahun lalu. Sekarang, populasinya menciut dengan drastis.

Masalah besarnya, perdagangan ilegal dengan satwa langka ini makin meningkat. Ada trend di Eropa untuk memelihara satwa langka. Bagi pedagang ilegal, ini bisnis yang sangat menguntungkan.

Seltene Reptilien Blauer Baumwaran Varanus Macraei
Biawak Pohon Biru (Varanus Macraei)Foto: Colourbox/Artush

Antara tahun 2004 sampai 2014 ada hampir 21 juta reptil hidup yang masuk ke Eropa, kata Marc Auliya, yang melakukan penelitian tentang perlindungan satwa langka bersama ilmuwan, petugas douane dan aktivis perlindungan lingkungan dari 22 negara. Di Jerman saja, ada sekitar 6 juta satwa langka yang masuk selama kurun waktu sepuluh tahun itu.

Perlindungan spesies yang terancam punah di tingkat internasional diatur dalam Konvensi Washington, CITES. Selain itu ada berbagai aturan yang berlaku untuk suatu kawasan atau wilayah negara. Di Eropa ada aturan Uni Eropa yang berlaku bagi seluruh anggotanya.

Tapi aturan-aturan ini hanya "ibarat setitik air jatuh ke batu panas", kata Mark Auliya. Karena ada banyak sekali jalur dan cara untuk menyelundupkan satwa langka keluar negeri. Selain itu, peraturannya sering tidak lengkap. Daftar reptil langka di CITES misalnya, hanya mencakup sekitar 10 persen dari seluruh jenis reptil yang dikenal saat ini.

BdT Deutscher entdeckt neue Waran-Art
Biawak yang ditemukan di Pulau Talaud tahun 2009: Varanus LirungensisFoto: dpa

Ada juga daftar merah yang dibuat organisasi perlindungan alam, International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN). Disitu tertera nama Ular Orlov-Viper dari Kaukasus, yang diduga hanya tinggal 250 ekor di seluruh dunia. Tapi belum ada regulasi di tingkat internasional tentang larangan perdagangan ular langka itu.

Masalah lain adalah sistem kerja CITES. Konferensi hanya digelar sekali dalam tiga tahun. Padahal, banyak hal bisa terjadi dalam waktu tiga tahun, kata Mark. Apalagi jika ada publikasi tentang penemuan spesies baru, para pemburu ilegal dan peminat satwa langka langsung bereaksi.

Peneliti dari Helmhotz Centre itu yakin, kasus perdagangan ilegal yang terungkap hanya sedikit sekali. "Penyelundupan satwa langka diorganisasi seperti sindikat", kata dia.

Bagi para petugas douane, penyelundupan satwa langka sudah jadi hal umum. Di Jerman saja, tahun 2015 ada 1300 kasus penyelundupan yang berhasil digagalkan. Para petugas menyita lebih dari 580.000 binatang langka atau produk-produk yang berasal dari satwa yang dilindungi.

Ini angka kenaikan empat kali lipat dibanding tahun sebelumnya, kata jurubicara douane di Bonn, Andre Lenz. Para peminat dan penyelundup juga makin kreatif emncari cara memasukkan barang dan hewan terlarang ke Jerman. Petugas douane pernah menahan seorang warga Amerika Serikat, yang mencoba menyelundupkan tiga reptil langka dari Kepulauan Fiji dengan menyembuyikan satwa yang dilindungi itu dalam kaki palsunya.

hp/rn (epd, helmholtz.de)