1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

081110 Birma Kämpfe

9 November 2010

Sehari setelah berlangsungnya Pemilu di Myanmar, meletus pertempuran sengit antara militer dengan kelompok pemberontak dari etnis minoritas Karen di perbatasan ke Thailand.

https://p.dw.com/p/Q2ze
Warga etnis Karen yang tinggal di wilayah dekat perbatasan ke ThailandFoto: picture alliance/dpa

Cina memuji junta militer di Myanmar hari Selasa (09/11) atas penyelenggaraan Pemilu pada akhir pekan yang dikritik tajam oleh Amerika Serikat dan negara lain sebagai kepura-puraan. Pujian Cina bahma pemilu Myanmar, juga dikenal dengan nama Birma, berlangsung secara damai dan sukses, menggambarkan menguatnya hubungan antara Cina yang haus akan energi dari tetangganya yang kaya akan sumber daya alam.

Partai Persatuan Solidarias dan Pembangunan, USDP, Selasa (09/11), mengklaim kemenangan dalam pemilu pertama di Myanmar setelah 20 tahun. Partai yang merupakan perpanjangan tangan junta militer itu menyatakan memenangkan 80% kursi parlemen.

Partai-partai oposisi Myanmar yang pro-demokrasi, mengakui kekalahan dalam pemilu, namun menuduh junta militer melakukan kecurangan. Berbagai laporan menyebutkan, banyak pegawai negeri dipaksa utnuk memberikan suara pada USDP pada pemilu hari Minggu (07/11).

Sementara itu, tentara pemerintah Myanmar merebut kembali kontrol atas kota di perbatasan dengan Thailand, Selasa (09/11), yang sempat dikuasai pemberontak etnis Karen selama akhir pekan sebagai protes bersenjata terhadap pemilu.

Pasukan Demokratis Budha Karen, DKBA, adalah kelompok yang bersekutu dengan junta Myanmar, namun pecahan yang dipimpin Mayor Jendral Saw Lah Pwe menolak perintah junta untuk menjadi penjaga perbatasan di bawah kontrol junta. Hari Minggu (07/11), kelompok pecahan itu menyerbu kantor-kantor pemerintah di Myawaddy, untuk memprotes pemilu. Menurut pemberontak, pemilu dan berlanjutnya dominasi militer mengancam peluang apapun bagi etnis Karen untuk mencapai tahap otonomi.

Sebagai balasan, junta militer meniadakan pelaksanaan pemilu di bagian wilayah Karen, Kachin, Wa dan Shan, yang dikuasai pemberontak. Diperkirkaan 400.000 orang kehilangan hak suaranya.

Bentrokan sporadis selama dua hari antara tentara pemerintah dan pemberontak Karen menewaskan 10 orang dan memaksa 17.000 warga sipil mengungsi ke negara tetangga Thailand.

Di kota Maesot dan sekitarnya, wilayah perbatasan Thailand, sudah hidup ratusan ribu pengungsi etnis Karen dari Birma. Kepala distrik Maesot, Kitisak Komolsak, mengatakan, dibuthkan bantuan darurat untuk mengatasi gelombang terbaru pengungsi. "Menurut informasi Birma, pertempuran berikutnya masih mungkin terjadi. Tentara kami siap siaga. Semakin banyak orang yang menyeberang ke Thailand. Kami membutuhkan segera makanan, air minum dan obat. Saya sudah minta dukungan organisasi bantuan."

Namun saksi mata melaporkan, jumlah tentara pemerintah terlalu banyak bagi pemberontak yang akhirnya memutuskan mundur. Sementara pengungsi yang menyeberang ke Thailand dilaporkan berangsur-angsur kembali ke Birma. yang dikuasai pemberontak.

Bernd Mush-Borowska/Renata Permadi

Editor: Yuniman Farid