1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Perundingan Koalisi di Irak Dihentikan

16 Agustus 2010

Perundingan koalisi mantan perdana menteri Irak Iyad Allawi dan perdana menteri Nuri al-Maliki terhenti.

https://p.dw.com/p/Ooxz
Iyad Illawi dan Nuri al MalikiFoto: AP/dpa/Fotomontage:DW

Dua pria yang berjanji untuk memimpin Irak menghentikan perundingan yang bertujuan untuk pembentukan pemerintahan negara itu. Ini adalah kemunduran yang mengecewakan bagi warga sebuah negara yang masih menderita dari perang yang berkelanjutan. Terbentuknya sebuah pemerintahan baru sepertinya semakin sulit untuk terwujud dalam waktu dekat.

Lima bulan setelah pemilu tanggal 7 Maret lalu, kedua pihak yang dipimpin Allawi dan al-Maliki, yaitu Iraqiya dan koalisi haluan kanan, telah berusaha untuk menyatukan pendapat dan menemukan jalan keluar. Juru bicara Iraqiya, Maysoon al-Damluji mengatakan, pihaknya menghentikan negosiasi dengan al Maliki, setelah ia menyebut kelompok Allawi sebagai golongan Sunni. Damluji mengatakan, mereka menuntut permohonan maaf yang bukan ditujukan pada Iraqiya melainkan pada para pendukung Iraqiya yang memilih partainya karena proyek nasional yang bukan berdasarkan aliran tertentu. Walaupun Allawi termasuk kelompok Syiah, seperti Maliki dan mayoritas warga Irak lainnya, partai Iraqiya memperoleh dukungan terbanyak dari kaum Sunni di wilayah barat dan utara Iraq. Pihak Iraqiya juga mengatakan, kelanjutan perundingan bergantung pada permohonan maaf al Maliki.

Perundingan politik kedua pihak yang sulit ini semakin memanas setelah presiden Barack Obama awal bulan ini mengumumkan, bahwa ia memegang janjinya tentang Irak. "Saya telah menegaskan, bahwa pada tanggal 31 Agustus 2010, misi perang Amerika Serikat di Irak akan berakhir. Dan ini akan kita lakukan, sesuai dengan janji saya dan sesuai dengan jadwal."

Pihak Gedung Putih juga terus mendesak Maliki dan Allawi untuk segera mencapai kesepakatan. Pengumuman Obama dikhawatirkan oleh banyak pihak akan memicu kembali aksi kekerasan. Usai pemilu Maret lalu, warga Irak mengharapkan lebih stabilnya kondisi dan kemakmuran setelah invasi Amerika Serikat tujuh tahun lalu yang menggulingkan era Saddam Hussein. Namun, hasil pemilu yang terbuka dengan tidak adanya partai yang menang mutlak, memicu kembali berbagai serangan di Irak. Ini menyebabkan keraguan pihak asing untuk mulai menanamkan investasi mereka di negara itu. Padahal Irak sangat membutuhkan suntikan dana segar untuk pembangunan kembali usai perang selama bertahun-tahun, sanksi dan kehancuran ekonomi. Jumlah warga sipil yang tewas bulan Juli lalu 396 orang, jadi hampir dua kali lipat dari di bulan sebelumya.

Vidi Legowo-Zipperer / afp / rtr

Editor : Marjory Linardy