1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Ratlosigkeit in Kabul

22 September 2011

Sudah berakhirkah proses perdamaian di Afghanistan? Pertanyaan ini muncul di benak warga Afghanistan setelah terbunuhnya pemimpin Dewan Perdamaian. Afghanistan kehilangan akal meneruskan perundingan dengan Taliban.

https://p.dw.com/p/12eZF
Ein Tag nach dem Attentat auf Burhanuddin Rabbani ist vor seinem Haus ein großes Militäraufgebot. Zu sehen ist die afghanische Polizei. Zu sehen ist Farooq Wardak. Bild: DW/Hussein Sirat Aufnahmeort und -datum: Kabul, 21.09.2011
Pemimpin Dewan Perdamaian Afghanistan, Burhanuddin RabbaniFoto: DW

Bagaimanapun, perundingan perdamaian dengan Taliban akan dilanjutkan. Tetapi bagaimana caranya belum dapat dipastikan, tutur Qasim Fahim, wakil presiden pertama Afghanistan.

Fahim, yang dikenal tegas dan pantang mundur, terakhir ini selalu tampil kurang meyakinkan. Dalam menanggapi pertanyaan mengenai kasus pembunuhan terhadap pemimpin Dewan Perdamaian Afghanistan, Burhanuddin Rabbani, Fahim selalu menghindar untuk memberikan jawaban yang jelas.

"Musuh Afghanistan membunuh Rabbani dengan cara yang tidak pantas. Meskipun demikian, kami tetap akan berjuang demi perdamaian negara kita. Jalan yang akan kami tempuh, tergantung pada kebijaksanaan pemerintah Afghanistan," jelas Qasim.

Upaya Perundingan Damai

Setahun yang lalu Presiden Hamid Karsai mendirikan Dewan Perdamaian dan Rabbani, yang merupakan mantan presiden Afghanistan, menjadi pemimpin dewan. Ia didukung oleh 70 anggota lainnya dalam perundingan dengan Taliban. Tetapi, dari awal Taliban menolak semua pertemuan dengan pemerintah Afghanistan.

Kini banyak pihak yang bertanya-tanya, bagaimana cara melanjutkan perundingan perdamaian. Mohammad Ismael Qasimyar, penasehat Dewan Perdamaian menegaskan, "Tewasnya pemimpin kami, tidak berarti bahwa kami tidak akan mengejar target dewan. Kami akan tetap memperjuangkan perdamaian yang stabil dan adil."

Qasimyar masih saja menyakini bahwa pemberontak Taliban sudah kehabisan tenaga untuk berperang dan sesungguhnya ada keinginan untuk terlibat dalam proses perdamaian dengan pemerintah Afghanistan. Namun, kini Taliban bukan kelompok yang homogen lagi, papar Qasimyar. Sudah banyak aliran di dalamnya.

Sampai sekarang belum dapat dipastikan, siapa yang bertanggung-jawab atas pembunuhan Burhannudin Rabbani. Taliban tidak mengaku sepenuhnya bertanggung-jawab atas kasus itu. "Kami akan meneliti inisiden tersebut“, demikian pernyataan kepada pers yang dikeluarkan Taliban.

Kepercayaan Hilang

Ada sejumlah politisi yang menginterpretasi sikap Taliban sebagai bukti, mereka akan meletakkan senjata dan akan bergabung dengan pemerintah. Tetapi Menteri Pertahanan Afghanistan Jenderal Faruq Wardak memiliki pendapat berbeda. "Terbunuhnya Rabbani mempersulit proses perdamaian. Sementara, ini masih ada sikap saling curiga. Tidak ada yang tahu, siapa kawan dan siapa musuh – dengan siapa harus berdamai dan dengan siapa tidak."

Jenderal Wardak melontarkan apa yang dipikirkan banyak warga Afghanistan, yakni, pemerintah di Kabul bingung dan kehilangan akal. Presiden Karsai menyadari, bahwa ia tidak memiliki alternatif lain untuk meyakini Taliban terlibat dalam perundingan. Dari segi militer, pemerintahannya terlampau lemah untuk menundukkan pemberontak. Ditambah lagi, tahun 2014 pasukan internasional akan menarik diri dari Afghanistan.

Shamel Ratbil/Andriani Nangoy                                                                                         Editor: Vidi Legowo-Zipperer