1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

051211 Unternehmen Menschenrechte

12 Desember 2011

Para aktivis HAM mengkritik, perusahaan dan juga warga lokal khususnya di negara berkembang, harus membayar tinggi bagi globalisasi. Peraturan baru diharapkan bisa mengubahnya.

https://p.dw.com/p/13RIJ
Gambar simbol HAM dalam pekerjaanFoto: picture-alliance/dpa

Raymond Salas adalah seorang pengacara. Di kampung halamannya, pulau Mindanao di Filipina, ia anggota jaringan alternatif yang membantu korban pelanggaran HAM. Seperti misalnya, penduduk di wilayah perkebunan pisang. Pemilik perkebunan menyemprotkan pembasmi jamur dengan pesawat tidak hanya di atas perkebunannya saja, tetapi juga ke sekitar daerah tersebut.

"Setiap mereka melakukan penyemprotan, kulit penduduk setempat menjadi merah-merah. Begitu juga matanya. Mereka juga mengalami masalah pernapasan. Tanaman sayur penduduk rusak dan sumber air kotor," papar Raymond Salas.

David lawan Goliath

Salas menambahkan, kelompoknya melakukan apa yang diperlukan untuk melindungi penduduk dan memastikan hak mereka akan kesehatan. Mereka melarang penyemprotan racun dari udara dan hanya mengijinkan untuk melakukannya secara manual. Perusahaan yang bersangkutan menganggap hak mereka sebagai pemiliki tanah dilanggar dan mengajukan tuntutan. Pada awalnya, penduduk dan kelompok aktivis HAM menang di pengadilan.

Namun, dalam proses banding, mereka kalah. Kini penduduk berharap bisa kembali menang di pengadilan tertinggi. Hingga waktu pengadilan tiba, proses penyemprotan terus terjadi dari udara.

Aktivis HAM Dianggap Kriminal

Di belahan lain, di Afrika, Axel Müller dari organisasi pembangunan Katolik, Misereor, mengalami sendiri peraturan kerja yang buruk, upah rendah dan pemaksaan pindah rumah. Jika aktivis HAM mencoba untuk melakukan sesuatu dan membela kepentingan warga setempat, mereka akan bermasalah.

Müller bercerita, "Mereka dituduh korup dan diajukan ke pengadilan. Sebagian bahkan divonis. Ini tentu masalah besar, bahwa sering aktivis HAM yang dianggap sebagai pelaku kejahatan."

Tekanan terhadap Serikat Kerja

Para aktivis di negara-negara industri juga disulitkan jika memperjuangkan hak dasar para pekerja. Uwe Wetzel dari Verdi, serikat buruh di Jerman, menceritakan pengalamannya dengan salah satu anak perusahaan Telekom, "Manajemen di sana melakukan berbagai aktivitas untuk menakut-nakuti serikat, mencegah mereka mengorganisir pekerja dan melaksanakan pemungutan suara tentang pekerjaan di perusahaan bagi serikat buruh. Ini melanggar norma organisasi buruh internasional, ILO dan melanggar hak kebebasan untuk berserikat."

Walau perusahaan tersebut berada di Amerika Serikat, Wetzel juga menganggapnya sebagai tanggung jawab Jerman, yang memiliki sebagian saham perusahaan Amerika Serikat tersebut.

"Siapa yang mengaku akan menghormati hak asasi manusia, harus memastikan, bahwa perusahaan yang merupakan bagian dari tanggung jawabnya, juga menghargai hak tersebut," tegas Wetzel.

HAM dalam Perusahaan

Ini juga keputusan dewan hak asasi manusia Juni 2011 lalu. Peraturan yang disebut sebagai prinsip dasar mewajibkan Amerika Serikat dan juga perusahaan yang terkait untuk lebih menjamin penegakkan HAM dalam aktivitas perusahaan multinasional.

"Kami menjalankan konsep penegakkan HAM di perusahaan. Ini termasuk penilaian dampak aktivitas perusahaan, pengawasan secara rutin, keterlibatan masyarakat yang menjadi korban di sekitarnya, dan mekanisme pengaduan, sehingga mereka yang memiliki keluhan di luar proses pengadilan, punya kesempatan untuk mengutarakannya," semikian menurut John Ruggie, profesor politik Amerika, yang selama bertahun-tahun mengembangkan konsep tersebut bersama dewan HAM sebagai pejabat khusus PBB.

Pengacara Raymond Salas dari Mindanao menuntut agar prinsip dasar bagi perusahaan multinasional juga segera diterapkan di Jerman, "Jerman punya demokrasi yang berfungsi dan adalah negara hukum. Kenapa rakyat dari negara berkembang yang tidak mendapatkan hak mereka di kampung halaman sendiri, tidak bisa menuntut pelanggaran HAM perusahaan multinasional di Jerman?"

Menteri Tenaga Kerja Jerman Ursula von der Leyen sepertinya sudah sejak lama mendengarkan tuntutan semacam itu. Sebelum perayaan Natal 2011, ia akan berundingan dengan perusahaan-perusahaan besar di Jerman cara mewujudkan 'prinsip dasar' khususnya yang terkait masalah HAM.

Ulrike Mast-Kirschining/Vidi Legowo-Zipperer Editor: Ayu Purwaningsih