1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Pesawat Masa Depan

Fabian Schmidt10 September 2013

Komisi Eropa mendesak agar industri penerbangan menghemat 25% gas buang dari setiap pesawat. Sasaran ini memaksa produsen pesawat memutar otak dan mencari gagasan baru.

https://p.dw.com/p/19fYk
Foto: DLR

Pemandangan umum bisa dilihat di hampir setiap bandar udara di dunia: sebuah pesawat berbadan silinder, dengan sayap yang membentang di tengah dan mesin yang menempel pada sayap. Ditambah dengan buntut pengendali di bagian buritan, sebuah konstruksi yang menambah stabilitas pesawat.

Desain pesawat mengalami perombakan selama berabad-abad demi memaksimalkan keuntungan ekonomi. Kendati begitu teknologi yang ada mampu membuat pesawat lebih hemat energi, kata Dieter Scholz, Professor di Universitas Ilmu Terapan, Hamburg. "Agar ekonomis, pesawat juga harus terbang cepat. Karena cuma dengan begitu maskapai mendapat keuntungan."

Jika harga bahan bakar kian melangit, pesawat hemat energi akan menjadi satu-satunya solusi bisnis yang ideal.

Bildergalerie zu dem Flugzeug "Solar Impulse"
Pesawat bertenaga surya, Solar ImpulseFoto: Solar Impulse/Fred Merz

Salah satu gagasan yang beredar adalah menghilangkan badan pesawat hingga yang tersisa cuma sayapnya saja. "Jika dibandingkan, pesawat konvensional memiliki permukaan tambahaan di badan dan buritan," kata Scholz, "setiap permukaan menciptakan hambatan. Kalau permukaan ini dihilangkan, begitu juga dengan hambatannya."

Tapi bagaimana dengan kapasitas penumpang? Sebuah konstruksi yang menggabungkan sayap dan badan pesawat, disebut "Blended-Wing-Body" menjawab persoalan ini.

Layaknya pada pesawat layang, sayap yang panjang dan tipis dapat meningkatkan Aerodynamika sebuah pesawat.

Tapi sayap yang lebih panjang juga harus didesain kokoh, yang kemudian berarti menambah berat dan dengan begitu menambah konsumsi bahan bakar. Selain itu sebagian besar bandar udara tidak memiliki tempat parkir yang cukup lebar untuk pesawat bersayap panjang.

Flugzeuge der Zukunft: Boxwing Flugzeug
Pesawat Boxwing yang dirancang oleh Lembaga Penelitian Penerbangan BauhausFoto: Bauhaus-Luftfahrt e.V.

Solusinya berupa Boxwing, atau pesawat bersayap ganda yang kedua ujung sayapnya bersatu. "Atau kita bisa menambah panjang rentang sayap dan kemudian membengkokan kedua ujung sayap setelah pendaratan untuk menyesuaikan dengan ruang parkir yang ada," kata Scholz.

Teknologi mesin termutakhir juga dapat membuat pesawat lebih hemat energi, contohnya adalah konsep rotor terbuka. "Mesin pesawat akan terlihat sangat berbeda, ia memiliki baling-baling raksasa," kata Reinhard Mönig, Direktur Teknik Pendorong pada Pusat Penerbangan dan Antariksa Jerman (DLR).

"Kedua baling-baling ini harus berputar berlawanan arah. Cuma dengan begitu mesin bisa sangat efisien pada kecepatan tinggi, "katanya, "Dan untuk itu dibutuhkan konsep pesawat yang sama sekali berbeda."

Flugzeuge der Zukunft: Gegenläufiger offener Rotor
Konsep mesin masa depan: Rotor terbukaFoto: DLR

Pesawat semacam itu bisa menghemat bahan bakar sebanyak 20%, kendati kecepatannya berkurang 10% ketimbang pesawat konvensional yang dipakai saat ini. Sebab itu konsep rotor terbuka cuma bisa digunakan pada penerbangan jarak pendek dan menengah. Perjalanan yang biasa ditempuh dalam waktu dua jam akan lebih lama 15 menit. Selain itu mesin rotor terbuka lebih berisik ketimbang mesin jet modern

Untuk menghemat energi fossil, para peneliti juga mengembangkan jenis bahan bakar baru, seperti bahan bakar hayati dari tanaman, "saat ini pun kita sudah terbang dengan 50% bahan bakar hayati," kata Mönig. Bahan bakar semacam itu harus memiliki daya bakar serupa dengan Kerosin.

Flugzeuge der Zukunft: Elektro-Flugzeug
pesawat bermesin elektrik yang dirancang oleh lembaga penelitian penerbangan BauhausFoto: Bauhaus-Luftfahrt e.V.

Askin Isikveren, Direktur Penelitian Konsep Penerbangan Visioner di Bauhaus, sebuah bengkel kerja yang fokus pada penelitian kedirgantaraan di München, mendesak penggunaan mesin elektrik. Gagasannya adalah menerapkan pesawat elektrik untuk pernerbangan jarak pendek dan menengah, segmen yang mewakili 38% emisi penerbangan di seluruh dunia.

Kendati teknologi baterai masih belum siap, lantaran berat baterai yang masih terlampau tinggi, ia yakin situasinya akan berubah, "kami mendapat kesan, teknologi baterai yang ada saat ini sudah mampu untuk dipakai pada penerbangan jarak pendek."

Untuk itu pesawat membutuhkan mesin yang jauh lebih efisien dan juga ríngan. Agar bisa mengalirkan listrik dengan efisien, mesin ini harus didinginkan hingga minus 190 derajat Celcius.

Isikveren berharap, pesawat elektrik sudah akan beroperasi hingga 2050. Tapi siapaun yang nanti membeli tiket pesawat, ia akan kembali memasuki benda yang pada dasarnya menyerupai desain pesawat saat ini, sebuah silinder bersayap, dan mesin yang menggantung dan buntut di bagian buritan.

LINK: http://www.dw.de/dw/article/0,,17075049,00.html