1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Piranti Lunak Kenya Awasi Kecurangan Pilpres AS

8 November 2016

Sebuah perusahaan IT asal Kenya mengembangkan piranti lunak untuk mengawasi kecurangan pemilu kepresidenan di Amerika Serikat. Adalah hal ironis mengingat yang paling getol menuding kecurangan pemilu adalah Donald Trump.

https://p.dw.com/p/2SJqb
USA Poster / Transparente zu Präsidentschaftswahlen
Foto: Imago/Agencia EFE

Kenya tenggelam dalam kisruh politik antara 2007 hingga awal 2008. Penyebabnya adalah pemilihan umum kepresidenan yang dipenuhi kecurangan dan manipulasi oleh kedua kandidat. Alhasil bentrok antara etnis Luo dan Kikuyu yang berkecamuk di seantero negeri merenggut sedikitnya 1.000 korban jiwa. Jumlah pastinya tidak jelas lantaran sebagian besar pembantaian terjadi di kawasan terpencil.

Di tengah gejolak tersebut sekelompok pakar IT Kenya bergabung buat mengembangkan Ushahidi, piranti lunak yang kemudian digunakan oleh penduduk buat melaporkan tindak kekerasan beserta lokasinya.

Sejak itu Ushahidi yang dalam bahasa Kiswahili berarti kesaksian, kini berkembang menjadi perusahaan start-up dengan 30 pegawai yang bekerja untuk 30 negara. Piranti tersebut kini digunakan untuk berbagai tujuan, mulai dari pemantauan gempa bumi hingga jurnalisme. Tahun ini Ushahidi digunakan untuk memantau proses pemilihan umum kepresidenan di Amerika Serikat.

Infografik Electoral College USA Wahl Englisch
Sistem Pemilihan Umum AS

Ushahidi kini meluncurkan situs khusus, di mana pemilih bisa melaporkan kerancuan atau masalah di tempat pemungutan suara. Mereka misalnya bisa menandai TPS yang kehabisan kertas suara atau tidak memberikan akses untuk penyandang cacat. Ushahidi mengumpulkan laporan tersebut dan memetakan semua informasi secara visual.

"Harapan saya adalah melihat laporan setelah pemungutan suara yang menyebut 99,9 persen pengaduan yang masuk bersifat positif," kata Nat Manning, Direktur Ushahidi di San Fransisco.

Dugaan kecurangan dalam skala besar pada pemilihan umum kepresidenan sejak lama telah dihembuskan kandidat Partai Republik Donald Trump. Namun celotehannya itu sulit dibuktikan. Sebuah studi 2014 silam misalnya menyebut cuma ada 31 kasus kecurangan antara tahun 2000 hingga 2014 yang melibatkan satu milyar TPS.

"Kita tidak bisa cuma berdiam diri ketika ada orang mengajukan keraguan tak adil terhadap apa yang sebenarnya sangat luar biasa. Kita semua harus keluar dan memilih, untuk menjamin transisi kekuasaan damai setiap empat hingga delapan tahun sekali," kata Manning.

rzn/yf