1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

PKC: Makin Menjauh dari Mao

8 November 2012

Delapan dari sepuluh orang di Cina ingin perubahan politik, demikian hasil jajak pendapat yang dipublikasikan satu hari menjelang kongres Partai Komunis Cina.

https://p.dw.com/p/16ekm
Foto: Getty Images

Polling yang dipublikasikan oleh koran Global Times menemukan bahwa 81 persen rakyat di tujuh kota besar mendukung reformasi politik, sementara 66 persen menganggap bahwa pemerintah perlu mendapat pengawasan yang lebih ketat dari masyarakat.

Global Times punya kaitan erat dengan koran “Harian Rakyat”, yang merupakan corong Partai Komunis Cina PKC. Publikasi hasil survey itu menunjukkan indikasi bahwa partai komunis ingin dianggap mendengarkan seruan tersebut.

Masih Samar

Namun saat para pemimpin partai secara rutin menyuarakan lip service yang samar tentang bentuk perubahan politik masa depan, kaum komunis masih mempertahankan kekuasaan tangan besi dan jelas memberi sinyal bahwa sistem demokrasi multi partai tidak termasuk dalam agenda reformasi.

Partai Komunis Cina, mulai Kamis membuka kongres lima tahunan, sebuah perhelatan politik paling penting di negara itu yang tahun ini akan mengungkapkan barian kepemimpina baru yang akan memimpin Cina lima tahun mendatang.

PKC belakangan menghadapi meningkatnya tuntutan perubahan untuk menekan korupsi dan mempertahankan pertumbuhan ekonomi yang belakangan melambat dan berada di tingkat paling rendah sejak tahun 2009.

Jajak pendapat Global Times juga mengungkapkan bahwa 69,3 % masyarakat merasa bahwa pemberantasan korupsi perlu diperkuat.

Suara Perubahan

Awal pekan ini, Hu Deping, anak bekas ketua partai komunis dan tokoh reformis Hu Yaobang, melontarkan seruan berani tentang perlunya sebuah perubahan politik.

Hu, seorang penyuara reformasi dari kalangangan atas, menulis di media mingguan terhormat Economic Observer: “Ada terlalu banyak masa ketika kekuasaan menjadi lebih besar daripada hukum, ketika kekuasaan partai dan pemerintah melakukan intervensi terhadap proses hukum.”

Hu yang kematian ayahnya pada tahun 1989 memicu protes para aktivis pro demokrasi di Lapangan Tiananmen, mengatakan bahwa kaum komunis perlu membuang perangkap masa lalu kekaisaran Cina dan menempuh kemajuan di atas pemerintahan konstitusional.

“Tugas pokok dari Partai Komunis Cina adalah melanjutkan usaha untuk mendorong pembentukan dan pelaksanaan pemerintah sosialis yang konstitusional. Ini juga adalah tuntutan waktu.”

Selama kongres Presiden Hu Jintao diperkirakan bakal menyerahkan kekuasaan partai kepada wakil Presiden Xi Jinping. Selanjutnya diharapkan Xi akan diangkat menjadi Presiden baru Cina pada awal tahun depan.

Sejumlah elemen di dalam PKC diyakini mendukung beberapa bentuk reformasi politik untuk meningkatkan legitimasi, namun perdebatan internal itu biasanya ditutup rapat karena adanya aturan yang ketat mengenai kerahasiaan partai.

Menghapus Mao

Perdebatan paling emosional di dalam kongres diperkirakan akan berpusat pada: seberapa besar bisa menghapus Mao Zedong tanpa mengabaikan otoritasnya.

Perdebatan ini adalah perpanjangan dari pertempuran yang lebih nyata di dalam partai mengenai arah dan perluasan masa depan reformasi di negara itu.

Kelalaian terakhir dalam penggunaan istilah “Pikiran Mao Zedong” dalam sejumlah pernyataan kebijakan telah menimbulkan spekulasi bahwa PKC mungkin akan menghapusnya dari piagam partai, lewat proses amandemen di kongres ke-18 ini.

Bagi para pengkritik istilah “Pikiran Mao Zedong” selama bertahun-tahun telah kehilangan makna. Mao, bagaimanapun yang berbicara soal revolusi dan komunisme, tidak sesuai dengan kapitalisme. Sejauh ini kelihatannya jelas, jalan mana yang telah dipilih oleh partai bagi Cina.

Para pendukung bagaimanapun mencatat bahwa “Pikiran Mao” bisa diperluas dengan argumen bahwa jalan yang kini ditempuh pada dasarnya bisa dibenarkan untuk mengejar revolusi Marxisme di negara agraris miskin Cina.

Tokoh “Kiri” Terpental

Kejatuhan Bo Xilai, bekas pemimpin di kota bagian barat Chongqing yang pernah digadang bakal naik ke posisi lebih tinggi di Politbiro PKC, adalah konsekuensi dari pertarungan yang sedang terjadi di dalam partai. Demikian penilaian para ahli.

Setelah penunjukkan dirinya pada tahun 2007, Bo mengubah Chongqing menjadi sebuah etalase budaya “merah” pro-Mao serta mengembangkan kebijakan yang lebih mementingkan “kesetaraan” dan pertumbuhan di bawah bimbingan negara. Kini tokoh “Kebangkitan Kiri” di dalam PKC itu telah terlempar dari lingkaran elit dengan tuduhan korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan , sebuah tuduhan yang sering dipakai untuk mendiskreditkan para pejabat yang dipermalukan.

Reformasi Radikal?

“Ini bukan sebuah pertanyaan soal apakah mereka memikirkan itu atau tidak,” kata seorang sumber di PKC yang tidak bersedia disebutkan namanya, menanggapi penghapusan “Pikiran Mao Zedong” dari konstitusi partai.

“Ini adalah sebuah pertanyaan apakah mereka punya nyali atau tidak.”

Komite Pusat pengambil kebijakan partai telah menyetujui sebuah amandemen atas konstitusi partai yang akan memperbarui dokumen “Untuk merefleksikan pencapaian teoritis terakhir partai dalam ‘melokalkan' Marxisme melalui pengalaman praktis”, tulis laporan Kantor Berita Xinhua. Namun detail mengenai keputusan tersebut tidak ditulis oleh media corong pemerintah Cina tersebut.

Para pemimpin baru diharapkan bakal diumumkan dalam kongres ke-18 partai, yang bagaimanapun telah memberi petunjuk bahwa mereka akan mendukung sebuah perubahan radikal. Presiden mendatang Xi Jinping dan Li Keqiang yang diasumsikan bakal menempati jabatan Perdana Menteri dilihat secara hati-hati sebagai pembaharu.

Bagaimanapun, seorang sumber menyebutkan bahwa Xi dan Presiden yang akan segera mengakhiri jabatannya Hu Jintao sedang mendorong partai untuk mengadopsi sebuah proses yang lebih demokratis untuk memilih para pemimpin baru bulan ini, yang diharapkan bakal membawa sebuah perubahan besar.

Partai Komunis Cina kini kembali menjauh dari Mao, setelah tahun 1981 melalui sebuah resolusi bersejarah, mereka mengakui bahwa pemimpin revolusi yang pernah dianggap sebagai “Dewa” selama Revolusi Kebudayaan 1966-1976 itu membuat sejumlah kesalahan besar.

Bagi generasi 1990-an, kesalahan Mao yang mereka pahami tak hanya terkait Revolusi Kebudayaan, tapi juga strategi “Lompatan Besar ke Depan” yang telah menyebabkan kelaparan yang membunuh sekitar 30 juta orang, kata Profesor sejarah di Universitas New York Rebecca Karl.

Lewat kongres ke-18 ini kelihatannya PKC akan memutuskan bahwa mereka akan kembali menjauh beberapa inci dari Mao.

AB/ VLZ (rtr, afp, ap, dpa)