1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
PolitikMyanmar

PM Kamboja Kunjungi Myanmar untuk Desakkan Damai

7 Januari 2022

PM Hun Sen menjadi kepala negara pertama yang melawat ke Myanmar pasca kudeta militer. Dia mengaku ingin menghidupkan kembali perundingan diplomatik untuk memulihkan perdamaian. Namun kunjungan itu ditanggapi skeptis.

https://p.dw.com/p/45FLm
Perdana Menteri Kamboja, Hun Sen (ki.), di Naypyidaw, Myanmar, Jumat (7/19)
Perdana Menteri Kamboja, Hun Sen (ki.), disambut Menteri Luar Negeri Myanmar, Wunna Maurig Lwin (ka.) di Bandar Udara Naypyidaw, Myanmar, Jumat (7/19)Foto: An Khoun Sam Aun/AP/picture alliance

Perdana Menteri Kamboja, Hun Sen, disambut dengan karpet merah ketika tiba di ibu kota Naypyidaw pada Jumat (7/1) pagi, lapor media pemerintah Myanmar. Dia dijadwalkan bakal menetap selama dua hari sebelum pulang ke Phnom Penh.

Kunjungan Hun Sen ke Myanmar menjadi sorotan lantaran statusnya sebagai ketua Asosiasi Negara Asia Tenggara (ASEAN) 2022. Menurut rencana, dia akan bertemu dengan Jendral Min Aung Hlaing, yang memimpin kudeta terhadap pemerintahan demokratis Myanmar, Februari 2021 silam.

Sang perdana menteri sendiri memimpin secara otoriter sejak 36 tahun terakhir, antara lain dengan membungkam suara-suara kritis di Kamboja. Dia diharapkan membantu mempromosikan lima butir rencana damai yang diusulkan ASEAN untuk Myanmar tahun lalu.

Saat akan bertolak ke Naypyidaw, Rabu (5/1) malam, Hun Sen menolak menetapkan syarat tertentu bagi junta militer Myanmar untuk kelanjutan perundingan. 

"Tidak ada hal lain yang saya ingin bawa ke pembicaraan ini selain rencana lima butir yang sudah kita sepakati sebagai negara anggota ASEAN,” ujarnya.

Dalam kunjungannya itu, dia dikawal oleh Wakil Perdana Menteri Prak Sokhonn yang juga merupakan utusan khusus untuk ASEAN, serta sejumlah pejabat tinggi lain. 

Isolasi politik ASEAN

April silam, ASEAN dan Min Aung Hlaing menyepakati lima butir rencana damai untuk Myanmar. Ia menyaratkan penghentian tindak kekerasan dan pembukaan dialog politik dengan semua pihak.

Namun setelah bersepakat, junta militer Myanmar dilaporkan kembali menggencarkan penangkapan, penghilangan paksa, penyiksaan dan pembunuhan di luar pengadilan. Menurut Asosiasi Bantuan Tahanan Politik, sejauh ini sudah sebanyak 1443 warga sipil yang tewas di tangan aparat keamanan.

Konflik saat ini sudah menyebar ke kawasan perbatasan, di mana sejumlah etnis minoritas mengobarkan perang untuk memisahkan diri. Beberapa bulan silam, kelompok oposisi membentuk pemerintah bayangan, dan mengajak semua penduduk untuk mengangkat senjata.

Dalam kunjungannya, PM Hun Sen tidak direncanakan untuk menemui pemimpin oposisi, Aung San Suu Kyi, yang saat ini mendekam di penjara. Oleh oposisi Myanmar, dia diimbau untuk untuk tidak bertemu dengan "Min Aung Hlaing dan menyalami tangannya yang penuh darah,” kata Dr. Sasa, juru bicara Pemerintah Persatuan Nasional.

Presiden Indonesia, Joko Widodo, mengatakan pemimpin junta militer Myanmar akan seterusnya dikucilkan dari pertemuan ASEAN, selama tidak ada perdamaian.

"Jika tidak ada kemajuan signifikan dalam implementasi lima butir konsensus, Myanmar hanya bisa diwakili di level non-politis pada pertemuan ASEAN,” tulis Jokowi di akun Twitternya, usai pembicaraan lewat telepon dengan PM Hun Sen, Rabu (5/1).

rzn/hp (ap, rtr)