1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Posisi AS Terhadap Iran

20 Oktober 2009

Perubahan strategi pemerintah baru AS terhadap Iran merupakan dampak dari kegagalan era Bush. Kini digunakan perpaduan antara tawaran dan negosiasi yang tegas, dengan mengikut-sertakan Cina dan Rusia.

https://p.dw.com/p/KAPJ
Foto: picture-alliance/ dpa / DW-Montage

Pemerintahan Presiden Obama mengutamakan dialog dengan negara-negara yang terlibat konflik dengan Amerika, termasuk Iran. Oleh sebab itu untuk pertama kalinya sejak 30 tahun, Amerika Serikat berunding langsung dengan Iran, bersama empat negara pemegang hak veto lainnya dalam Dewan Keamanan PBB ditambah Jerman.

Sejak semula Obama menyadari bahwa itu akan menjadi perembukan yang sangat sulit. Dikatakannya: "Sudah waktunya untuk kembali bernegosiasi. Itu akan sulit dan makan waktu. Saya tidak akan memberikan penilaian sebelumnya. Sebaliknya saya tegaskan, hal-hal yang masih belum ditangani pastilah tidak akan terpecahkan dalam beberapa bulan."

Di satu pihak Washington melakukan tekanan terhadap Teheran agar mengizinkan pemeriksaan menyeluruh dan mendadak pada semua instalasi atomnya oleh Badan Energi Atom Internasional IAEA. Di lain pihak dibeberkan kemungkinan pemberian bantuan ekonomi bila Teheran bersedia menghentikan pengayaan Uranium di Iran sendiri atau menyerahkannya ke negara lain.

Dalam hal ini Menlu AS Hillary Clinton mengatakan: "Kami ingin agar Iran bekerja sama dengan semua anggota tetap Dewan Keamanan ditambah Jerman, memenuhi kewajiban mengizinkan pemeriksaan pada semua instalasi atomnya, sehingga tidak ada keraguan lagi mengenai apa yang dilakukan di sana."

Termasuk pula instalasi bawah tanah yang baru ditemukan dekat kota suci Qom. Iran tidak menyangkal eksistensi instalasi itu, tetapi membantah, bahwa itu adalah demi kepentingan militer.

Peran kunci dalam strategi perundingan AS dengan Iran, dimainkan oleh Rusia. Oleh sebab itu para pengamat menduga, Presiden Obama membatalkan rencana penempatan sistem penangkis rudal di Eropa, agar dapat meminta Moskow menunjukkan sikap keras terhadap Iran.

Di balik layar, Washington mempersiapkan sanksi-sanksi yang lebih ketat, bila Iran menghambat perundingan atau tidak memenuhi janji. Tetapi saat ini, setidaknya tercermin dari kunjungan Hillary Clinton ke Moskow pekan lalu, pengetatan sanksi masih terlalu dini. Kata Hillary Clinton selanjutnya: "Iran berhak menggunakan energi atom untuk tujuan damai, tetapi tidak untuk membuat bom atom. Rusia punya pandangan yang sama seperti kami."

Kalau dalam puluhan tahun terakhir Rusia telah menjadi pemasok senjata terpenting ke Iran, Cina merupakan mitra dagang terpenting dan pemasok energi. Pengetatan sanksi terhadap Iran hanya dapat dilakukan dengan persetujuan kedua negara itu. Hal ini juga disadari di Washington.

Tetapi mengenai karakter rezim penguasa di Iran, pemerintah Amerika pun terbuka matanya, setidaknya setelah pemberantasan brutal demonstrasi protes terkait pemilihan presiden Iran bulan Juni lalu. Juga bila diperlukan, penerima hadiah Nobel Perdamaian Obama tentunya dapat meningkatkan tekanan militer terhadap Teheran seandainya perembukan mengalami kegagalan.

Daniel Scheschkewitz / Dewi Gunawan-Ladener
Editor:Hendra Pasuhuk