1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Potensi Gelembung Perumahan di Cina

19 Juli 2011

Lembaga pemeringkat kredit tak hanya sibuk dengan negara-negara zona Euro atau AS. S&P's serta Moody's baru-baru ini menurunkan peringkat pasar properti di Cina hingga mendorong kekuatiran munculnya gelembung perumahan.

https://p.dw.com/p/11z6Q
Gerai telpon ala Inggris di depan perumahan untuk delegasi Inggris saat Olimpiade Beijing 2008
Gerai telpon ala Inggris di depan perumahan untuk delegasi Inggris saat Olimpiade Beijing 2008Foto: AP

Gelembung perumahan menjadi sorotan jurnalisme bisnis dalam beberapa tahun terakhir. Terutama terkait berita ekonomi dari Amerika Serikat, Spanyol dan Irlandia. Akhir-akhir ini, kedua kata tersebut juga kerap disandingkan dengan Cina.

Apa yang menjadi pertanda sebuah pasar kebablasan? Ekonom dari Universitas Duisburg, Markus Taube, menjawab, "Properti menjadi sangat mahal. Kuncinya terletak pada pasar kelas menengah."

Harga properti di Cina naik

Teori Taube berlaku bagi kota-kota seperti Hangzhou, Shenzhen, Shanghai dan Beijing. Harga tanah di kota-kota tersebut melonjak dua kali lipat dalam waktu dua tahun. Dari tahun 2008 hingga 2010. Harga juga meningkat tajam di berbagai penjuru Cina. Menurut riset Deutsche Bank Research, rata-rata harga rumah di Cina naik 25 persen di tahun 2009, dan 18 persen pada tahun 2010.

Untuk meringankan dampak krisis finansial, pemerintah Cina menggelontorkan paket stimulus ekonomi pada tahun 2009 bernilai 460 miliar Euro. Sebagian besar dari jumlah tersebut dialokasikan bagi sektor properti. Dampaknya industri konstruksi ikut terdorong. Sektor ini jelas penting bagi perekonomian Cina, terlihat jelas dari fakta berikut. "Kalau dilihat dari lapangan kerja, industri kontruksi menyerap 15 sampai 20 persen." Demikian diungkapkan Steffen Dyck, seorang pakar Cina dari Deutsche Bank.

Pejalan kaki melintasi gedung-gedung apartemen dan kantor di Beijing. Pemerintah kota Beijing menerapkan sistem penawaran bagi kontraktor perumahan murah.
Pejalan kaki melintasi gedung-gedung apartemen dan kantor di Beijing. Pemerintah kota Beijing menerapkan sistem penawaran bagi kontraktor perumahan murah.Foto: AP

Rumah kedua dan ketiga tanpa penghuni

Warga Cina saat ini gemar membeli rumah kedua dan ketiga. Dengan harapan nilainya akan terus naik. Akibatnya 64 juta rumah di Cina saat ini tidak berpenghuni. Situasi serupa terjadi di Amerika Serikat menjelang gelembung perumahan di tahun 2007. Tidak ada warga yang percaya kalau harga rumah bisa turun.

Meski situasi kedua negara bisa dibandingkan, Markus Taube mengangkat perbedaan yang cukup mencolok. "Krisis subprima di Amerika melanda semua negara bagian. Dana pinjaman untuk bidang properti lama-lama habis. Pasar properti Cina masih jauh lebih sehat."

Warga Cina gemar menabung

Tidak seperti warga Amerika, warga Cina memiliki salah satu level simpanan tertinggi di dunia. Rumah-rumah di Cina sebagian besar dibeli dengan modal sendiri dan bukan pinjaman. Ini berarti, kalau gelembung perumahan sampai terjadi di Cina, kredit macet dari sektor perbankan levelnya terbatas. Dampak terburuknya akan lebih terasa pada industri konstruksi serta konsumsi warga. "Pengaruh buruk juga akan terasa oleh pemerintah-pemerintah lokal. Banyak pemerintah lokal yang mendapat porsi substansial pendapatan dari penjualan lahan kepada pengembang properti. Di sejumlah provinsi, bahkan mencapai 40 persen dari total pemasukan," jelas Dyck.

Mungkin itu juga mengapa pemerintah pusat sudah mengambil langkah-langkah pencegahan. Pemerintah berencana membangun 36 juta rumah dalam jangka waktu 4 tahun. Markus Taube menjelaskan, "Jadi setan dilawan dengan setan atau bisa dibilang api dengan api."

Pemerintah Cina cegah gelembung perumahan

Dengan program investasi bernilai besar seperti itu, pemerintahan di Beijing berusaha menghindari spekulasi bahwa sektor properti menjadi fondasi perekonomian, mencegah keringnya arus pendapatan, serta mengontrol level utang pemerintah lokal.

"Kami memprediksi gelembung perumahan di Cina sangat terbatas pada skala lokal. Berarti akan ada sejumlah kota yang saat ini juga sudah kebablasan, sementara sebagian besar wilayah lainnya berada pada level yang terkontrol. Dengan kata lain, baru setengah tahun pemerintah Cina mengambil langkah besar, dampaknya sudah terasa," ujar Taube.

Salah satu langkah tersebut termasuk menaikkan tingkat bunga pinjaman properti. Pinjaman untuk properti kedua misalnya, bunganya bisa mencapai lebih dari 30 persen. Langkah-langkah semacam ini mendorong berhasil ditekannya harga properti pada bulan April lalu hingga 5 persen dibandingkan tahun lalu. Data badan statistik Cina juga menunjukkan perekonomian banyak kota di Cina semakin tidak terpengaruh dengan kenaikan harga properti pada bulan Mei.

Danhong Zhang/Carissa Paramita

Editor: Edith Koesoemawiria