1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Presiden Ben Ali Meninggalkan Tunisia

14 Januari 2011

Presiden Tunisia Ben Ali meninggalkan Tunisia, hari Jumat (14/01), setelah dipaksa mundur para demonstran. PM Ghannouchi mengambil alih pemerintahan, keadaan darurat negara diberlakukan.

https://p.dw.com/p/zxlK
Presiden Tunisia Zine El Abidine Ben Ali
Presiden Tunisia Zine El Abidine Ben AliFoto: picture-alliance/dpa

Mantan Presiden Tunisia Ben Ali meninggalkan negaranya setelah aksi protes berkepanjangan menuntut dirinya mundur. Hal tersebut dibenarkan Perdana Menteri Mohammed Ghannouchi. Ia kemudian menjelaskan, hingga digelarnya pemilu yang dimajukan, ia melaksanakan tugas kepresidenan. Presiden ad interim Ghannouchi menyerukan agar warga bersatu. Dikatakan lebih lanjut, presiden tidak mampu melaksanakan tugasnya.

Hanya beberapa jam setelah Presiden Tunisia Zine El Abidine Ben Ali berpidato di televisi bahwa ia tidak akan mencalonkan diri kembali sebagai presiden periode 2014 dan berjanji memotong harga bahan pangan pokok, ia mengumumkan pembubaran pemerintahan.

Kepada kantor berita resmi negara itu TAP, Perdana Menteri Mohamed Ghannouchi mengatakan bahwa Ben Ali telah membubarkan kabinet. Selain itu, menurut Ghannouchi, presiden menugaskan dirinya untuk membentuk pemerintahan baru.

Seperti yang dilaporkan kantor berita TAP, Ben Ali juga merencanakan pemilihan parlemen enam bulan mendatang. Selain itu, presiden, seperti yang dikutip dari laporan kantor berita TAP, memberlakukan keadaan darurat negara mulai hari Jumat (14/01), terkait dengan aksi protes dengan kekerasan yang terjadi dalam beberapa pekan terakhir ini.

Militer mendapat perintah untuk menggunakan senjata. Menurut pemberitaan berbagai media, bandar udara ditutup. Jumat sore waktu setempat (14/01), militer mengambil alih bandar udara Carthage di ibukota Tunis, demikian dinyatakan perwakilan bandara. Menurut keterangan seorang pegawai bandara, seorang tak dikenal melompati pagar dan memasuki landasan. Akibatnya, sirene darurat bandara berbunyi. Kendaraan lapis baja kemudian memblokir jalan menuju bandara.

Selain pemberlakuan keadaan darurat negara, di Tunisia juga diberlakukan jam malam, setiap harinya mulai pukul lima sore hingga pukul tujuh pagi, dan berlaku hingga waktu tak terbatas. Selain itu diberlakukan pula segera „larangan berkumpul lebih dari tiga orang“. Jika larangan itu dilanggar, militer diizinkan untuk menggunakan senjata dalam membubarkannya.

Simpang Siur Jumlah Korban

Seorang demonstran terluka di kota Regueb, dekat Sidi Bouzid, Tunisia, ketika bentrok dengan polisi, Minggu (09/01).
Seorang demonstran terluka di kota Regueb, dekat Sidi Bouzid, Tunisia, ketika bentrok dengan polisi, Minggu (09/01).Foto: picture-alliance/dpa

Jumlah korban akibat bentrokan antara demonstran remaja dengan aparat keamanan dilaporkan meningkat. Menurut keterangan rumah sakit, menjelang hari Jumat, jumlah korban tewas yang ditemukan adalah 13 orang. Selain itu sekitar 50 orang dengan luka tembakan dilarikan ke sejumlah rumah sakit.

Sementara itu terjadi simpang siur jumlah korban tewas. Menurut keterangan resmi, dalam kerusuhan sedikitnya 23 orang tewas. Oposisi menyebut bahwa jumlah korban tewas lebih dari 60 orang.

Bentrokan antara Aparat dan Demonstran

Sebelumnya, suara tembakan terdengar di tengah massa yang penuh sesak menggelar aksi protes menentang pemerintahan Ben Ali. Polisi melemparkan granat gas air mata ke arah ribuan demonstran yang menuntut mundur Ben Ali. Polisi juga dilaporkan menggunakan pentungan dalam membubarkan demonstran yang tak bersenjata.

Sejak sekitar sebulan terakhir para demonstran memprotes tingginya angka pengangguran dan kebijakan yang dijalankan presiden yang memerintah secara otokratis tersebut. "Kami ingin agar diktator ini mundur," ujar seorang demonstran. Yang lainnya berseru, "Klan Ben Ali harus dimejahijaukan. Mereka telah merampas semuanya dari kami." Para pengunjuk rasa mengusung spanduk dan meneriakkan kata-kata "Ben Ali, Mundur!" atau "Ben Ali Pembunuh". Para pengunjuk rasa juga mengungkapkan berduka cita dan mengenang para korban kerusuhan beberapa pekan lalu.

Demonstran dibubarkan polisi dengan gas air mata, Tunis, Tunisia, Jumat (14/01).
Demonstran dibubarkan polisi dengan gas air mata, Tunis, Tunisia, Jumat (14/01).Foto: AP

Wisatawan Asing Diterbangkan Pulang

Akibat tidak menentunya situasi keamanan di Tunisia, sejumlah negara Eropa seperti Perancis dan Jerman menganjurkan agar warganya di negara itu segera pulang. Agen perjalanan Thomas Cook menyatakan mengirimkan pesawat khusus untuk menerbangkan sekitar sepuluh ribu wisatawan Jerman kembali ke negaranya. Seorang juru bicara agen perjalanan itu mengatakan bahwa pesawat khusus diterbangkan ke Tunis untuk menjemput sekitar 2000 wisatawan Jerman. Kamis malam (13/01), agen perjalanan Thomas Cook memulangkan sekitar 200 wisatawan Belanda kembali ke negaranya.

Tunisia dikenal sebagai negara tujuan wisata yang stabil di Afrika Utara. 23 tahun lalu Zine El Abidine Ben Ali mulai naik jabatan sebagai presiden setelah ia melakukan kudeta damai. Banyak yang mengritik pemerintahan Ben Ali sebagai tangan besi, korup dan tidak toleran.

Luky Setyarini/dpa/ap/afp

Editor: Ziphora Bilsky