1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Presiden Transisi Tunisia Moncef Marzouki

25 November 2011

Pejuang HAM, dokter rakyat, penentang diktator Ben Ali, ketua partai haluan kiri. Tidak ada sosok yang lebih tepat selain Moncef Marzouki. Ini menurut banyak warga Tunisia.

https://p.dw.com/p/13H5X
Moncef MarzoukiFoto: AP

20 Januari 2011. Beberapa hari sebelumnya diktator Ben Ali melarikan diri dari Tunisia. Moncef Marzouki tidak mau menunggu lebih lama lagi. Ia kembali ke kampung halamannya setelah hidup dalam eksil selama 10 tahun di Perancis.

Di bandara Tunis, Marzouki mencucurkan airmata. "Bagi saya ini adalah hari bahagia. Akhirnya saya bebas di negara saya sendiri. Semua warga di sini adalah orang bebas, mereka berjuang, mereka melakukan revolusi. Saya tidak bisa menggambarkan perasaan saya melihat negara saya yang bebas dan menjadi bagian dari rakyat yang luar biasa ini."

Marzouki Terus Menentang Ben Ali

Sepuluh bulan kemudian, pria dengan kacamata model kuno ini sampai ke garis finis. Marzouki akan memimpin Tunisia sebagai presiden transisi. Pria berusia 66 tahun ini memenangkan perseteruannya selama puluhan tahun dengan mantan presiden Ben Ali. 1994, ia ditahan selama 4 bulan sebagai ketua Liga Tunisia untuk HAM. Ia berani menantang Ben Ali dalam pemilihan presiden. Saat Marzouki mendirikan partai CPR tahun 2001, Ben Ali langsung melarang partai tersebut.

Marzouki melarikan diri ke Paris dan mengorganisir kekuatan oposisi dari sana. "CPR memainkan peran penting di era kediktatoran. Mereka turut terlibat dalam revolusi. Kami bekerja sama dengan kaum muda melalui Facebook, supaya Ben Ali enyah. Partai ini melakukan perlawanan. Saya bangga karenanya. Kini CPR akan turut membantu untuk membentuk struktur baru negara ini."

HAM dan Kebebasan Menjadi Fokus Utamanya

Bagi keterbukaannya terhadap kelompok Islam, Marzouki sering dikritik. Tetapi ia juga dipuji karena dengan demikian ia bersikap fleksibel dalam dialog dengan politik Islam. Marzouki tidak kenal kompromi dalam hak azasi dan pembelaan kebebasan individu warga Tunisia. "Penting bagi saya untuk mengembalikan martabat warga Tunisia, legitimasi negara, dan kedaulatan rakyat. Tunisia selama ini adalah monarki dengan topeng republik. Kini kita akan membangun sistem demokrasi yang sesungguhnya."

Kacamata Kuno Marzouki

Marzouki dianggap sebagai cendekiawan yang percaya diri dan sosial. Saat masih bekerja sebagai ahli penyakit saraf, ia banyak menangani pasien secara cuma-cuma. Marzouki tidak termasuk golongan elit yang memamerkan kekayaannya. Ia tidak mengenakan jas hitam maupun menyisir licin rambutnya. Ia masih mengenakan kacamata tua yang sudah menjadi simbol partainya, CPR. Marzouki pernah mengganti kacamatanya dengan model baru. Protes berdatangan. Warga Tunisia menginginkan Moncef mereka tidak berubah. Lurus, jujur, semangat, dengan kacamata kunonya. Ia dengan rajin menulis twitter tentang pekerjaannya sebagai presiden. Di Facebook ia memiliki ribuan pengikut. Bagi banyak warga Tunisia, dokter ini adalah sosok yang tepat. Tunisia membutuhkannya.

Alexander Göbel/Vidi Legowo-Zipperer Editor: Agus Setiawan