1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Propaganda Warnai Perkabungan Kim Jong Il

28 Desember 2011

Kelaparan, penderitaan dan penindasan di hari-hari terakhir ini tak boleh tampak terlihat di Korea. Apalagi karena hari ini merupakan hari upacara perkabungan Kim Jong Il, yang meninggal setelah 17 tahun berkuasa

https://p.dw.com/p/13acD
Melepas Kim Jong IlFoto: AP

Upacara pemakaman penguasa Korea Utara, Kim Jong Il mirip dengan pemakaman Bapak Bangsa Korea Utara, Kim Il Sung tahun 1994. Pada masa itu, di ibukota, peti mati pemimpin negara tersebut dibawa dengan mobil mewah limousine yang dihiasi rangkaian karangan bunga putih. Limousine itu diikuti mobil kedua yang menyandang potretnya.

Nordkorea Trauerfeier Beisetzung Kim Jong Il
Potret Kim Jong Il diarak keliling kota.Foto: AP

Rabu (28/12) pagi ini, putra bungsu Kim Jong Il, Kim Jong Un, yang juga menjadi penerus penguasa otoriter itu, sekali lagi mengadakan upacara penghormatan terakhir, 11 hari setelah Kim Jong Il meninggal dunia di usia 69 tahun. Ratusan ribu orang berbaris di jalan-jalan di Korea Utara. Sebagian datang dari manca negara, seperti warga Korea Utara, yang tinggal di Beijing dan sempat diwawancara sebelum terbang ke tanah airnya, "Saya sampai hampir jatuh sakit karena sedih. Saya ingin segera kembali ke Korea Utara. Kini di sana Kim Jong Un jadi pemimpin baru.”

Warga asing tidak boleh menghadiri upacara berkabung kenegaraan ini. Perlakuan ini dimaksudkan pemerintah, untuk memperkuat solidaritas masyarakat Korut.

Nordkorea Trauerfeier Beisetzung Kim Jong Il
Menangisi Kim Jong IlFoto: AP

Kim Jong Il kerap menekankan pentingnya melindungi bangsa dari musuh luar negeri. Ini menjadi pembenaran atas program nuklir dan rudalnya yang berongkos mahal. Menengok lagi ke belakang dalam 17 tahun kediktatorannya, dua kali tes uji coba bom atom dan rudal menjadi dua peristiwa penting, sebagaimana pertemuan puncaknya dengan mantan presiden Korea Selatan.

Perekonomian negara itu -- di bawah kepemimpinan Jong Il yang terserang stroke tahun 2008—demikian buruk. Orang-orang di ibukota Pyongyang tidak cukup makan, kekurangan energi dan kerap kurang air bersih. Mahasiswa-mahasiswa harus melaksanakan wajib dinas hingga tanggal 25 April tahun depan, guna mempersolek ulang tahun ke 100 almarhum Kim Il Sung, yang akan dirayakan di Pyongyang. Tampaknya karena propaganda berpuluh tahun, kesedihan sesungguhnya mengubur penderitaan mereka ke alam bawah sadar, "Saya tidak dapat minum air hangat, karena saya amat berterima kasih dan tergerak atas kebaikan pemimpin baru kami. Ia memikirkan kita yang kedinginan. Saya akan setia pada pemimpin baru kami Kim Jong Un."

Kim Jong Un
Kim Jong UnFoto: dapd

Ekspresi serupa terus ditunjukan televisi negara selama masa berkabung, yang pada Kamis (29/12) esok diakhiri dengan mengheningkan cipta selama tiga menit. Seperti juga yang dilakukan setelah Kim Il Sung meninggal tahun 1994. Dulu Kim Jong Il butuh tiga tahun berduka, baru mengambil alih kepemimpinan partai. Namun kini Kim Jong Un langsung ditunjuk media sebagai komandan tertinggi, ketua partai dan pemimpin negara dan „penerus agung“. Pentahbisan formal masih akan dilakukan pada bulan Februari atau Maret dalam sidang majelis partai.

Ketergesaan ini bisa jadi untuk menunjukan pihak luar bahwa kedudukan Kim Jong Un mantab tak tergoyahkan. Saudara iparnya, Jang Song Thaek, pun mendukung Kim Jong Un yang belum genap berusia 30 tahun. Hingga kini tak ada tanda-tanpa oposisi di Korut. Propaganda berjalan terus. Seorang perempuan berujar, "Ketika kami mendengar burung-burung datang ke sini untuk berkabung, kami datang ke sini juga. Jumlahnya semakin bertambah.“

Peter Kujath/Purwaningsih

Editor : Pasuhuk