1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

091210 Korruption Transparency Studie

9 Desember 2010

Bagaimana persepsi publik tentang korupsi? Apa pengalaman mereka tentang praktek suap di negaranya? Organisasi antikorupsi Transparency International setiap tahun melakukan survey tentang hal ini.

https://p.dw.com/p/QXra
Gambar simbol korupsi dan suapFoto: picture-alliance/dpa

Dalam Laporan Barometer Korupsi 2010, yang menonjol antara lain Afghanistan, Kamboja, Kamerun, India dan Irak. Di negara-negara ini, pada tahun 2010 jauh lebih banyak dana yang mengalir untuk menyuap pejabat pemerintahan dibanding tahun 2006. Perkembangan serupa ditemukan di Liberia, Nigeria, Uganda dan kawasan otonomi Palestina. Itulah antara lain hasil survei yang dikoordinasi oleh Tranparency International.

Tapi, ini tidak berarti bahwa di negara-negara lain korupsi tidak tumbuh subur. Secara umum, praktek korupsi dan penyuapan makin subur, terutama di negara-negara yang kaya sumber daya alam. Ketua Transparency International cabang Jerman, Professor Edda Müller menerangkan, "Di sini bisa kita lihat, bahwa ada kaitan erat antara korupsi dan pemberian lisensi, misalnya untuk penambangan minyak dan gas. Dari aspek politik pembangunan, ini tentunya situasi yang sangat bermasalah."

Tapi praktek korupsi tidak hanya jadi perhatian publik di negara-negara berkembang. Juga di negara-negara industri, publik makin pesimis dengan instansi pemerintah. Publik juga makin tidak percaya pada partai politik, anggota parlemen, lembaga peradilan dan polisi. Itulah gambaran yang bisa disimpulkan dari jawaban para responden dalam jajak pendapat di berbagai negara.

Survey Barometer Korupsi melibatkan lebih dari 91.000 responden di 86 negara. Kebanyakan responden di negara-negara maju ternyata makin pesimis, bahwa keputusan yang dibuat di tingkat politik benar-benar diambil berdasarkan pertimbangan rasional. Di Eropa, 73 persen responden menyatakan, kasus korupsi meningkat dalam tiga tahun terakhir. Di Amerika Serikat, 67 persen berpendapat demikian.

Di Jerman, publik juga berpendapat, praktek korupsi belakangan makin meluas. Profesor Edda Müller mengungkapkan, "Responden di Jerman menilai situasinya pesimistis dan negatif. 70 persen responden di Jerman berpendapat, kasus korupsi di negaranya dalam tiga tahun terakhir makin banyak."

Menurut jajak pendapat yang dilakukan secara global, kawasan yang paling parah mengalami praktek korupsi dan penyuapan adalah Afrika bagian selatan. Setelah itu Timur Tengah, Afrika Utara dan Amerika Selatan.

Lalu mengapa korupsi terjadi? Mengapa publik mau membayar uang suap? Kebanyakan responden menerangkan, uang suap dibayar untuk mempercepat urusan di birokrasi. 25 persen responden di seluruh dunia mengaku pernah membayar uang suap dalam 12 bulan terakhir.

Sedangkan di Jerman ada kecenderungan menarik. Sensibilitas tentang korupsi cukup tinggi, banyak yang menilai korupsi makin meluas. Tapi tidak banyak yang melakukan penyuapan. "Rata-rata di seluruh dunia, sekitar 25 persen responden mengaku membayar uang suap dalam 12 bulan terakhir. Sedangkan di Jerman hanya dua persen," dikatakan Edda Müller.

Uang suap dibayar terutama ketika berurusan dengan institusi pemerintah. Demikian keterangan para responden. Selain itu untuk institusi pelayanan kesehatan dan institusi pendidikan. Lembaga yang menunjukkan peningkatan praktek suap paling besar adalah adalah lembaga kepolisian. Sejak tahun 2006, praktek suap di lembaga kepolisian naik dua kali lipat. Dan ini terjadi di Afrika, Asia, Amerika Selatan dan banyak kawasan lain.

Sementara situasi di Jerman agak berbeda, dikatakan Ketua Transparency International Jerman Profesor Edda Müller, "Kabar baik untuk Jerman, polisi dan lembaga peradilan dinilai paling baik. Dalam skala 1, paling bersih, sampai 5, paling korup, mereka dapat nilai 2,3 dan 2,4. Dalam perbandingan internasional, ini sangat baik."

Haruskah kita sekarang jadi pesimis, melihat hasil survey Barometer Korupsi yang dikeluarkan organisasi Transparency International ini? Survey ini ternyata juga mengungkapkan perkembangan positif. Sebab 70 persen responden menyatakan, jika mengetahui kasus korupsi atau penyuapan, mereka bersedia melaporkan atau meneruskan informasi itu. Artinya, di mana pun publik bisa diajak bekerjasama melawan praktek korupsi.

Richard Fuchs/Andriani Nangoy

Editor: Dyan Kostermans