1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

160611 Island Frankfurter Buchmesse

21 Juli 2011

Sastra berkembang luas di negara mungil Islandia. Berpenduduk 2,5 juta orang dengan jumlah sastrawan yang sangat tinggi. Oktober mendatang Islandia menjadi negara tamu di Pameran Buku Frankfurt.

https://p.dw.com/p/11zs5
IslandiaFoto: Visit Iceland

Penulis seperti Arnaldur Indridason dan penulis sastra pop Hallgrimur Helgasson bukan nama asing di panggung internasional. Novelnya "101 Reykjavik" yang ditulis dalam bahasa Islandia sudah difilmkan dan menempatkan ibukota Islandia di peta turisme dunia.

Buchcover: Indridason - Menschensöhne

Bahasa Islandia termasuk kelompok bahasa indo-germania dan digunakan oleh sekitar 318.000 orang. Hanya segitulah jumlah penduduk negara-pulau yang bahkan lebih kecil dari Singapura. Sebuah negera kecil dengan pasar buku yang mungkin paling kecil di dunia, tapi akan menjadi tamu utama pameran buku internasional di Jerman. Mengapa begitu?

Nyatanya, masyarakat Islandia hampir tidak bisa disaingi oleh negara lain manapun dalam kesadaran sastranya. Orang-orang Islandia juga gemar membeli buku. Setiap orangnya per tahun membeli sedikitnya 8 buku, secara keseluruhan jumlahnya menjadi 2,5 juta. Di Islandia, buku merupakan hadiah yang paling digemari dan membaca merupakan hobi yang dilakukan penuh gairah. Begitu ungkap Thomas Böhm, yang tengah mengatur kehadiran Islandia di pameran buku Jerman nanti.

Thomas Böhm Programmleiter des Kölner Literaturhauses
Thomas Böhm, Ketua Program Sastra Kölner LiteraturhausesFoto: birgit rautenberg

Böhm menuturkan, "Saat toko-toko Islandia tutup pada pukul 6 sore, toko-toko bukunya masih buka hingga pukul 22 atau pukul 24 malam. Di Reykjavik, toko buku juga merupakan tempat pertemuan. Saya pikir, tidak ada pencitraan yang lebih baik untuk masyarakat itu. Oh tapi masih ada yang lebih menarik. Menjelang Natal, biasanya di toko-toko Islandia, selain ada meja besar dengan buku-buku, di sebelahnya ada meja besar yang diisi puisi-puisi. Sebuah bangsa, yang menghargai puisi seperti kisah-kisah fiksinya, pastinya adalah bangsa sastra yang besar.”

Bangsa sastra, yang tampaknya setiap orang kedua adalah penulis. Ini agak berlebihan memang, tapi nyatanya Ikatan Penulis Islandia memiliki 400 anggota. Dan sejak Halldor Laxness tahun 1955 menerima Hadiah Nobel untuk Sastra, nama penulis Islandia tak jarang muncul di ajang kandidat pemenang hadiah sastra.

Bahwa orang Islandia senang bercerita, merupakan suatu kenyataan. Dan seni penuturan yang dimilikinya merupakan ciri khas sastra modern, begitu menurut penulis Islandia keturunan Jerman Kristof Magnusson. Jelasnya, "Yang penting bukan pesannya. Atau apa yang ingin disampaikan oleh sang sastrawan. Melakinkan bagaimana narasi cerita itu berfungsi. Dan itulah yang membedakan penulis-penulis Islandia, bahwa ceritanya menegangkan dan memukau pembacanya.”

Ini sejak dulu begitu: bentuk cerita tertua yang digunakan bangsa Islandia untuk menggambarkan diri dan dunianya adalah bentuk saga atau hikayat. Dari putaran abad ke 13 dan 14, kisah-kisah kuno ini bisa dibaca dalam bahasa asli, karena hingga kini bahasa Islandia tidak berubah dan masih berperan dalam kehidupan sehari-hari. Halldor Laxness, sang sastrawan nasional Islandia pernah mengatakan bahwa seluruh negeri bergolak dengan penyampaian kisah-kisah.

Flash Galerie Sagenhaftes Island
Foto: Sveinbjörn Gunnarsson

Peneliti hikayat dan penulis, Arthur Björgvin Bollason menggambarkannya sedikit beda,

"Bila orang Islandia berkumpul dan tertawa-tawa, maka seringnya mereka tengah membicarakan sebuah hikayat. Sampai kini masyarakatnya beridentifikasi dengan karakter-karakter dalam hikayat. Banyak orang yang masih punya tokoh kesayangan, sebab merasa dekat dengan si tokoh. Itu karena 700 tahun lalu, hikayat aslinya diceritakan secara sangat hidup."

Hikayat-hikayat asli Islandia juga meninggalkan jejaknya dalam sastra dunia. Saat ini sejumlah hikayat dari Islandia tengah diterjemahkan ke dalam bahasa Jerman dan tiga bahasa lainnya. Pada pameran buku Jerman pada bulan Oktober mendatang, sekitar 80 karya sastra dan 20 anthologi akan ditampilkan dengan motto: „pulau kecil dan kisa-kisah besar.“

Gabriela Schaaf / Edith Koesoemawiria
Editor: Luky Setyarini