1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Rangkaian Amok di Cina

18 Mei 2010

Dalam dua bulan terakhir, terjadi serangkaian aksi amok di China. Telah terjadi enam serangan di sekolah Cina, yang mengakibatkan 16 nyawa anak-anak dan tiga orang dewasa tewas dan lebih dari 70 orang cidera.

https://p.dw.com/p/NR5A
Pembunuhan di Prov. FujianFoto: picture alliance/dpa#

Serangan pertama dalam dua bulan terakhir terjadi di provinsi Fujian, pada tanggal 23 Maret lalu. Pelakunya seorang dokter yang menganggur hampir setahun lamanya. Ketika ditanyakan kenapa ia membunuh delapan bocah di taman kanak-kanak, ia menjawab bahwa ia melakukannya bukan karena membenci anak kecil, namun karena mereka lemah dan mudah diserang, dan dengan membunuh anak-anak itu, ia akan mendapat perhatian. Setelah menjalani proses hukum, sebulan kemudian sang pelaku serangan, Zheng Mingsheng dihukum mati.

Di hari yang sama saat Zheng Mingsheng dieksekusi, serangan serupa terjadi di taman kanak-kanak di selatan Cina. 16 bocah terluka akibatnya. Dalam dua hari berikutnya, dua kejadian yang mirip kembali terjadi.

Kasus terakhir terjadi pada hari Minggu malam lalu, ketika lelaki berusia dua puluh tahun menyerang enam perempuan dengan golok sebelum akhirnya bunuh diri. Gelombang kekerasan yang tak diperkirakan ini meninggalkan tanda tanya besar bagi warga Cina.

Seorang profesor sosiologi dari Universitas Jiangsu, He Wenjiong meyakini fenomena itu harus ditelaah kasus per kasus: „tindakan-tindakan kekerasan ini menunjukan inti masalah: bahwa ekonomi dan masyarakat kita berubah begitu cepat sehingga masyarakat tidak dapat menjaga langkah mereka dan kita tidak punya mekanisme pengaturan yang memadai. Beberapa serangan terjadi karena kesenjangan sosial yang besar. Dalam kasus-kasus lain, pelaku serangan merasa kepentingan mereka tidak terwakili. Beberapa oknum menunjukan tanda-tanda penyimpangan tingkah laku. Namun mereka tidak diperhatikan pada waktunya atau tak memperoleh bantuan atau sokongan yang dibutuhkan.“

Dr. Jie Song merupakan psikolog Cina lulusan Jerman. Tempat ia berdinas, Institut Psikologi Universitas Freiburg mempunyai kerjasama berupa pelatihan psikologi bagi para dokter di Cina. Ia mengungkapkan bahkan orang-orang yang mempunyai akses pengobatan mental pun tidak terlalu terbantu: „ini hal baru di Cina. Sebelumnya ini tema yang tabu. Juga terdapat sedikit psikolog atau psikiater profesional, yang dapat membantu orang-orang. Di luar itu ketika orang merasa tidak nyaman, mereka memilih pergi ke dokter umum. Ini juga pengalaman kita, bahwa banyak orang tak dapat mengakui bahwa dirinya terganggu secara psikis atau ada anggota keluarganya yang mengalami gangguan mental. Bagi keluarganya ini merupakan hal yang memalukan. Jangan sampai menderita gangguan psikis.“

Jie Song kini meyakini bahwa faktor yang lebih jauh adalah mimikri atau pola meniru: „ saya sebelumnya mengatakan ada juga kejadian, namun tidak dilaporkan. Sebelumnya media-media juga tidak seterbuka sekarang, sehingga orang tidak tahu. Kini semuanya diberitakan, jadi orang tahu apa yang terjadi.“

Jie Song mengatakan tindakan agresif sebenarnya lebih umum terjadi diantara pasien ketimbang menyerang orang lain terutama anak-anak. Namun ia khawatir karena kasus ini memperoleh perhatian media, maka para oknumnya seolah mendapat ide lewat cara serupa, dalam menyampaikan pesan untuk mendapat perhatian.

Kini warga Cina mempertanyakan bagaimana pemerintah mampu menanganinya. Beberapa kalangan percaya liputan media untuk kasus ini sebaiknya dibatasi. Sementara Jie Song beranggapan orang-orang yang terpinggirkan harus lebih diperhatikan oleh negara. Ia juga menyarankan agar orang-orang dapat lebih terbuka dalam membicarakan masalh psikologi mereka sehingga dapat mengurangi stigmatisasi dan bisa diterima di masyarakat.

Sarah Berning/Ayu Purwaningsih

Editor: Hendra Pasuhuk