1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Rasa Cemas Masih Menghantui Warga Peshawar

29 Oktober 2009

Rasa ketakutan masih menghantui warga Peshawar pasca serangan bom mobil kemarin di sebuah pasar yang menewaskan lebih dari seratus orang.

https://p.dw.com/p/KIYi
Pasar di Peshawar yang hancur akibat ledakan bomFoto: picture-alliance/dpa

Di Peshawar, rasa tidak aman melumpuhkan kegiatan sehari-hari warganya. Dari Amerika Serikat, juru bicara Gedung Putih Robert Gibbs menyatakan: "Peristiwa di Pakistan menunjukkan, bagaimana ancaman teroris itu tidak hanya terhadap kami, AS, namun juga terhadap Pemerintah Pakistan.“

Rabu (28/10), beberapa jam setelah kedatangan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Hillary Clinton di Pakistan, sebuah bom mobil meledak di lahan parkiran pasar Meena, yang ramai pengunjung. Dalam beberapa detik saja api meluluhlantakan bangunan-bangunan kayu yang dipenuhi toko kain dan baju. Karena pasar itu menjual produk-produk kebutuhan perempuan, maka mayoritas dari korban tewas kebanyakan adalah kaum perempuan yang sedang berbelanja. Butuh waktu beberapa jam hingga api dapat dipadamkan.

Dalam waktu 19 hari terakhir ini, sudah lebih dari 150 orang tewas dalam aksi-aksi pemboman di sejumlah pasar di Peshawar, mengubah kota yang disebut-sebut warganya yang mayoritasnya etnis Pashtun sebagai kota yang penuh kehangatan itu menjadi kota yang diliputi kecemasan.

Diantara korban tewas terdapat Nasir Khan dan putranya Bilal, yang sedang duduk di depan toko pakaian mereka saat ledakan itu terjadi. Tragedi itu membawa duka cita yang mendalam dan keputusasaan bagi anak Nasir Khan yang kehilangan ayah dan saudara prianya. Amir Khan membagi isi hatinya sambil mengusap air mata: "Untuk pertamakalinya dalam hidup saya, saya baru memahami apa yang disebut dengan duka. Tak pernah terpikirkan oleh saya akan mengalami kepediahan ini. Ayah dan saudara laki-laki saya tewas. Apa salah mereka?”

Ketakutan akan serangan bom, serangan bunuh diri dan pembunuhan orang-orang tak berdosa kini menjadi rutinitas di Peshawar. Anak-anak takut ke sekolah, orang-orang kini menjauhi pasar atau keramaian.

Tujuh serangan dalam empat bulan terakhir telah mengubah sejarah kota tua, yang di masa lalunya menarik perhatian wisatawan dan di abad-abad silam menjadi pusat niaga yang kaya sebagai jalan sutra yang menghubungkan dunia Timur dan Barat. Namun kini, seorang penduduk Peshawar Muhammad Amin menceritakan, warga kota selalu was-was dan tinggal di kota ini terasa sebagai bencana. Semua orang mencemaskan masa depan mereka, masa depan anak-anak dan juga perekonomian. Saat ini perekonomian sudah terguncang, tambahnya.

Kini perasaan terisolasi juga dirasakan penduduk kota. Para kerabat enggan untuk berkunjung. Sementara maskapai penerbangan asing tak lagi menerbangkan pesawat mereka ke kota itu. Bila senja tiba, jalanan dan restauran pun sepi. Sementara gerilyawan Taliban bersembunyi di pinggiran kota. Sektor perniagaan termasuk pasar uang berkabung selama tiga hari dan mengancam akan mengadakan aksi unjuk rasa atas kegagalan pemerintah menciptakan stabilitas keamanan.

Di Peshawar, bioskop sudah ditutup sejak enam tahun silam. Klub-klub bilyar dan toko-toko cakram atau CD pun sudah banyak yang dibom. Kelompok ekstrimis juga mengancam kafe-kafe internet sebagai sasaran mereka. Di tengah kegalauannya, seorang kasir bank, Saghir Khan, mengungkapkan isi hatinya: "Kematian menari di kota ini. Setiap minggu terjadi pemogokan di setiap sektor dan tak seorangpun dapat menghentikan situasi ini. Saya tidak tahu ke mana lagi harus pergi.“

AP/AS/afp/rtr